sejarah
Perbedaan
Ini menunjukkan perbedaan antara versi yang terpilih dengan versi yang sedang aktif.
| sejarah [2025/12/05 04:46] – dibuat sumedho | sejarah [2025/12/06 00:23] (sekarang) – terhapus sumedho | ||
|---|---|---|---|
| Baris 1: | Baris 1: | ||
| - | > //Tidak ada jhāna bagi seseorang yang tanpa kebijaksanaan; | ||
| - | |||
| - | > – Sang Buddha, Dhammapada 372 | ||
| - | |||
| - | ===== Prakata: Vipassanāvāda ===== | ||
| - | |||
| - | Tujuan buku ini adalah untuk menganalisis sumber-sumber tekstual dari teori meditasi Theravāda abad ke-20. Fokusnya adalah pada karya-karya sumber utama untuk apa yang saya sebut Vipassanāvāda, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Poin kunci dari vipassanāvāda adalah dinyatakan kembali berulang kali dalam hampir setiap buku tentang meditasi Theravāda abad ke-20, sehingga di sini saya akan meringkaskan dengan singkat. Sang Buddha mengajarkan dua sistem meditasi, samatha dan vipassanā. Samatha diajarkan sebelum Sang Buddha (sehingga tidak benar-benar Buddhis), ini berbahaya (karena seseorang dapat dengan mudah melekat pada ketenangan), | ||
| - | |||
| - | Tidak semua tradisi meditasi modern menerima dikotomi samatha dan vipassanā ini. Sebagai contoh, para guru dari tradisi hutan Thai sering menekankan sifat saling melengkapi, alih-alih pembagian, dari samatha dan vipassanā. Almarhum guru meditasi Thai Ajahn Chah, sebagai contoh, pernah mengatakan bahwa dalam samatha, anda duduk bersila, menutup mata anda, memperhatikan napas anda, dan membuat pikiran damai. Tetapi vipassanā, sekarang, itu adalah sesuatu yang sangat berbeda. Dalam vipassanā, anda duduk bersila, menutup mata anda, memperhatikan napas anda, membuat pikiran damai, dan kemudian anda mengetahui: “Ini bukan suatu hal yang pasti!” | ||
| - | |||
| - | Saya selalu merasa bahwa dalam pendekatan untuk meditasi ini terdapat suatu ikatan yang kuat antara sutta-sutta dan ajaran-ajaran para guru [bhikkhu] hutan. Dalam karya ini saya menunjukkan dari sudut pandang ilmiah kebenaran-kebenaran yang sama diungkapkan dengan intisari dan otoritas yang demikian oleh para guru seperti Ajahn Chah. | ||
| - | |||
| - | Pada tahun 2000 saya menulis //Sepasang Utusan Cepat//, yang menekankan keselarasan dan sifat saling melengkapi dari samatha dan vipassanā dalam sutta-sutta awal. Di sana, saya membahas panjang lebar perlakuan atas satipaṭṭhāna dalam sutta-sutta awal, dengan memfokuskan pada Satipaṭṭhāna Sutta. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Mendekati akhir proyek itu saya kebetulan menemukan sebuah artikel oleh Richard Gombrich yang berjudul “Retracing an Ancient Debate: How Insight Worsted Concentration in the Pali Canon”.((Gombrich | ||
| - | )) Walaupun hanya sebagian diyakinkan oleh argumentasi-argumentasinya, | ||
| - | |||
| - | Pentingnya suatu pendekatan historis yang demikian pada ajaran-ajaran masih sebagian besar tidak diketahui di antara para umat Buddha yang berlatih. Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Selain Satipaṭṭhāna Sutta, khotbah-khotbah lain tentang satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Maka sekarang saya ingin membalik prosedur itu. Langkah pertama kita harus melupakan semua yang kita pelajari tentang satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Stratifikasi ini, harus dicatat, tidak menyatakan dapat memutuskan ajaran-ajaran mana yang sebenarnya diucapkan oleh Sang Buddha. Beliau sendiri mungkin telah memberikan ajaran-ajaran yang sama awalnya dalam bentuk yang sederhana, kemudian diperluas belakangan dalam berbagai rincian. Tetapi testimoni universal dari tradisi-tradisi adalah teks-teks seperti yang kita miliki sekarang dikumpulkan dalam bentuk mereka yang sekarang setelah wafatnya Sang Buddha; maka pendekatan yang rasional adalah untuk mempertimbangkan teks-teks sebagai hasil dari suatu proses evolusioner. | ||
| - | |||
| - | Mereka yang tidak setuju dengan pendekatan ini biasanya melakukannya karena mereka telah memiliki keyakinan bahwa semua ajaran-ajaran dalam sutta-sutta secara harfiah diucapkan oleh Sang Buddha, atau mereka meragukan kemungkinan rekonstruksi historis yang berarti karena tidak dapat dipercayanya sumber-sumber atau ketidakpastian metodenya. Saya yakin posisi pertama terlalu mudah percaya dan yang kedua terlalu skeptis. Dalam kasus mana pun, tanpa menghiraukan situasi historis, ini pastinya masuk akal untuk mempelajari Dhamma dengan mulai dari ajaran-ajaran yang sederhana dan bekerja menuju yang kompleks. | ||
| - | |||
| - | Maka kita harus mulai dengan mengidentifikasi unit yang terkecil, yang paling sederhana dari makna yang digunakan untuk menggambarkan satipaṭṭhāna. Ini adalah istilah-istilah dan frasa-frasa dasar pada semua penjelasan satipaṭṭhāna dalam semua aliran. Adalah masuk akal untuk mulai dari khotbah pertama Sang Buddha. Ini memunculkan pertanyaan yang menarik. Khotbah ini adalah untuk kelompok lima bhikkhu, yang pada saat itu, adalah para pertapa non-Buddhis. Namun, teks menunjuk pada perhatian [sati] seakan-akan ia menganggap para pendengar mengetahui apa yang dimaksudnya. Mahāsi Sayadaw memperhatikan hal ini, dan merasa bahwa khotbah ini mulanya memasukkan penjelasan satipaṭṭhāna yang lebih rinci. Tetapi saya merasa ini tidak mungkin, karena Saccavibhaṅga Sutta, yang secara eksplisit menjelaskan Dhammacakkappavattana Sutta “secara rinci”, memasukkan rumusan standar satipaṭṭhāna dalam perluasan detailnya. Apa perlunya suatu perluasan demikian jika rumusan itu ada di sana dalam aslinya? Kesimpulannya adalah tak terhindarkan: | ||
| - | |||
| - | Saya pertama kali terkejut oleh gagasan perubahan historis dalam Satipaṭṭhāna Sutta oleh A. K. Warder, yang menunjuk pada versi-versi Satipaṭṭhāna Sutta dalam terjemahan Mandarin kuno. Setelah mencatat perbedaan-perbedaan besar ia mencatat dalam hubungan dengan perenungan dhamma-dhamma yang “teks awalnya hanya memperlawankan prinsip-prinsip baik ini [faktor-faktor pencerahan] dengan rintangan-rintangan [batin].”((Warder, | ||
| - | )) Melalui pernyataan yang tampaknya tidak berbahaya demikian sehingga saya menjadi sadar atas benar-benar pentingnya studi perbandingan dari Nikāya-nikāya dan Āgama-āgama. Sementara Nikāya-nikāya Theravāda akan selamanya tetap sebagai sumber utama kita untuk penelusuran Buddhisme pra-sektarian, | ||
| - | |||
| - | Dalam Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Untuk menggunakan bahan tentang satipaṭṭhāna yang diterjemahkan dalam bahasa Mandarin, saya harus meningkatkan pemahaman saya sendiri tentang Āgama-āgama dan sumber-sumber awal lainnya di luar bahasa Pali. Ketika memeriksa dan membandingkan kumpulan-kumpulan ini, dengan hubungan yang sangat kuat tetapi juga perbedaan yang nyata dan bertahan, terdapat kebutuhan kuat atas suatu penyelesaian, | ||
| - | |||
| - | Saya menyadari bahwa metodologi yang saya gunakan dalam mempelajari satipaṭṭhāna mengikuti dengan dekat garis besar dari GIST. Tidak diragukan keyakinan saya bahwa pendekatan ini bermanfaat dalam konteks satipaṭṭhāna yang mempersiapkan saya untuk menerima bahwa ia dapat diperluas pada suatu teori umum yang interpretif. Jadi saya memutuskan untuk memasukkan sebuah presentasi GIST bersama-sama dengan studi tentang satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Kita tidak berangkat untuk sebuah pencarian suatu yang pasti. Sepanjang kita berdiam dalam domain konsep-konsep, | ||
| - | |||
| - | Saya telah berusaha untuk membuat tidak lebih teknis dan mendalam lebih daripada yang dibutuhkan, tanpa mengorbankan keakuratan. Terjemahan-terjemahan berasal dari berbagai sumber. Penelitian yang dilakukan di banyak tempat – vihara-vihara, | ||
| - | |||
| - | Saya telah berusaha mempertahankan konsistensi dari penerjemahan istilah-istilah teknis, dan kadangkala mengambil kebebasan dengan membawa penerjemahan dalam bacaan yang dikutip ke dalam baris dalam teks utama. Karena kanon Pali adalah tulang punggung dari karya ini, dan karena saya lebih familiar dengan Pali, saya telah menerjemahkan hampir semua kata-kata India dalam bentuk Pali-nya alih-alih bentuk Sanskrit. Pengecualian termasuk nama-nama diri dan istilah-istilah yang tidak diketahui dalam bahasa Pali dalam maknanya yang berhubungan. | ||
| - | |||
| - | Kesulitan khusus dari karya ini adalah bahwa karya ini membahas beberapa teks dengan judul-judul sama yang membingungkan. Saya telah berusaha meminimalkan kebingungan dengan menjelaskan dengan hati-hati nama-nama dan hubungan teks-teks kebanyakan secara keseluruhan. | ||
| - | |||
| - | Adalah kebiasaan umum di antara para sarjana untuk menunjuk teks-teks dengan bahasanya, sebagai contoh “Majjhima Nikāya Pali” dan “Madhyama Āgama Mandarin”. Ini membawa kesan yang sepenuhnya menyesatkan bahwa Āgama-āgama, | ||
| - | |||
| - | Saya telah berusaha untuk memberikan referensi pada semua versi yang diketahui dari suatu teks tertentu, yang biasanya berarti versi Pali dan Mandarin. Para pembaca harus menyadari bahwa ini menunjuk pada suatu teks yang diidentifikasi sebagai yang asalnya sama((Istilah “yang asalnya sama” secara harfiah berarti “lahir bersama”, dan digunakan dalam etimologi kata yang dipercaya berasal dari suatu nenek moyang bersama. Beberapa sarjana lebih menyukai menggunakan kata-kata seperti “paralel” atau “rekan imbangan” untuk menunjuk pada sutta-sutta yang ditemukan dalam versi Pali dan Mandarin, karena istilah-istilah ini tidak menyatakan teori tertentu apa pun seperti hubungan antara teks-teks yang dipertanyakan. Namun, saya cukup nyaman dengan “yang asalnya sama”, karena saya yakin bahwa dalam kebanyakan kasus teori bahwa sutta-sutta yang sama berasal dari suatu nenek moyang bersama adalah paling masuk akal. | ||
| - | )) dalam daftar-daftar yang ada. Ini tidak menyatakan bahwa istilah, frasa, atau gagasan tertentu yang dibahas ditemukan dalam semua versi. Namun saya telah memeriksa sebanyak mungkin referensi, dan telah menunjukkan perbedaan-perbedaan yang berkaitan. | ||
| - | |||
| - | Kritik historis tidaklah menyenangkan. Studi ini kadangkala dapat muncul lebih bersifat membedah daripada bersifat inspirasional. Analisis yang kejam dapat kelihatannya bertentangan dengan keyakinan. Tetapi ini tidak perlu demikian; Sang Buddha menganggap akal sebagai landasan dari keyakinan sejati. Seseorang yang memiliki keyakinan sejati dalam Dhamma pasti tidak akan takut bahwa hanya kritik tulisan dapat menghancurkan ajaran. Dan bukankah ini hanya ketakutan yang membuat kita ingin melindungi kitab suci sendiri, memujanya, menguncinya dengan aman dalam peti yang indah pada tempat suci sendiri, aman dari penyelidikan yang tidak berkeyakinan? | ||
| - | |||
| - | ===== Bagian I - GIST: Struktur Ajaran Sang Buddha Yang Tersembunyi ===== | ||
| - | |||
| - | // | ||
| - | |||
| - | — Sang Buddha, Mahā Hatthipadopama Sutta | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 1: Makna dari “Buddha” ==== | ||
| - | |||
| - | === Buddha === | ||
| - | |||
| - | Dikatakan bahwa bahkan untuk mendengar kata ini adalah berharga melampaui perhitungan. Melalui tak terhitung kappa, makhluk-makhluk jatuh ke dalam kehancuran karena mereka menolak kesempatan mendengarnya. Akhirnya, setelah suatu masa yang lama tak terhitung, Yang Tercerahkan muncul di dunia dan kata “Buddha” terdengar, bagaikan hujan di gurun yang kering. Ketika saudagar Anāthapiṇḍika mendengar kata ini ia diliputi kegembiraan – rambutnya berdiri tegak, ia tidak dapat tidur pada malam hari, hatinya melompat dengan kegembiraan meluap-luap yang aneh. Dalam milenium sejak masa Sang Buddha, kata ini telah membangun suatu aura yang unik, suatu karisma spiritual yang memberikan wibawa yang tiada bandingnya pada komunitas-komunitas dan institusi religius yang menyatakan kesetiaan pada ajaran-Nya yang membebaskan. Kita adalah para pewaris spiritual dari makhluk agung tersebut, orang itu dengan darah daging yang berjalan pada tanah subur daratan sungai Gangga hampir 2500 tahun yang lampau. | ||
| - | |||
| - | Kata-kata yang kita gunakan untuk berbicara tentang Dhamma, termasuk kata “Buddha” ini, dikelilingi dan dibatasi oleh budaya Indo-Arya di mana Siddhattha Gotama muda tumbuh. Ahli etimologi mungkin mengatakan bahwa “buddha” berasal dari akar kata Indo-Eropa kuno, yang makna dasarnya adalah “bangun”, | ||
| - | |||
| - | Adalah kesetiaan yang dibagi bersama pada “Buddha” ini yang mendefinisikan agama Buddhis. Semua bentuk Buddhisme, dari Sang Buddha sendiri sampai pada semua aliran, telah mengakui dua segi, atau agaknya tahap, untuk sampai pada kebijaksanaan sejati. Pertama datang dari mendengarkan ajaran-ajaran, | ||
| - | |||
| - | Jadi sepasang yang tidak terpisahkan ini, teori dan praktik Buddhisme, masing-masing mengimbangi dan memberitahukan yang lain. Teori tanpa praktik menjadi semata-mata permainan pikiran intelektual; | ||
| - | |||
| - | Anggaplah pelatihan seorang musisi. Mungkin seseorang telah terinspirasi oleh beberapa komposer atau pemain alat musik yang besar untuk mengambil sebuah instrumen musik. Tetapi bagaimana untuk memulai? Saya ingat pada suatu waktu di sebuah toko alat musik ketika seorang murid berjalan dan berkata ia ingin seperti Mark Knopfler, yang pada waktu itu adalah pemain gitar yang paling populer, terkenal karena penyusunan not-notnya yang lembut dan melodis penuh emosi. Terpengaruh, | ||
| - | |||
| - | === 1.1 Kerancuan Tradisi === | ||
| - | |||
| - | Adalah implisit dalam penyataan menjadi seorang “Buddhis” bahwa seseorang meyakini bahwa Dhamma berasal dari Sang Buddha sendiri melalui penyebaran ajaran-Nya oleh tradisi-tradisi. Kita harus mengambil pernyataan ini secara serius. Sebagai seorang bhikkhu saya menyadari bahwa, dalam pengertian yang sangat nyata, saya adalah bahan dan pewaris spiritual dari Sang Buddha. Para umat Buddha yang taat memberikan saya nasi dan kari, seperti juga pada masa lampau orang-orang India memberikan Siddhattha Gotama nasi dan kari, karena mereka menganggap saya seorang pengikut sejati, seorang “Putra Sakya”. Akan tidak tulus, bahkan curang, bagi saya untuk memakan dana makanan itu sementara pada waktu yang sama meyakini, mempraktikkan, | ||
| - | |||
| - | Ini menimbulkan beberapa masalah yang menarik dan menantang. Jelas bahwa keberadaan budaya-budaya yang ada yang semuanya menyatakan sebagai “Buddhis” sangat berbeda dalam keyakinan dan praktik mereka. Seringkali ini hanyalah perbedaan budaya seraya Dhamma-Vinaya menyesuaikan dirinya pada waktu dan tempat. Umat Buddha Taiwan melakukan pelantunan [kebaktian] mereka dalam bahasa Mandarin, sedangkan umat Buddha Thai melakukannya dalam bahasa Pali; tidak ada yang membuat masalah besar tentang hal-hal seperti ini. Bagaimanapun, | ||
| - | |||
| - | Namun, aspek-aspek lain dari Buddhisme kultural sangat berlawanan dengan Dhamma. Sebuah contoh yang mengganggu dari hal ini adalah penggunaan bahasa dan konsep Buddhis untuk membenarkan perang, yang telah merusak banyak negara-negara Buddhis. Tidak ada penyesuaian budaya yang tidak berbahaya, tetapi suatu perbuatan yang sepenuhnya tidak wajar atas ajaran-ajaran Sang Buddha. | ||
| - | |||
| - | Fakta-fakta yang tidak menyenangkan demikian menuntut bahwa kita berhenti dan menyelidiki tradisi-tradisi lebih dekat. Ini hanya tidak cukup bagus untuk menerima dengan kepercayaan yang tidak diselidiki mitos-mitos, | ||
| - | |||
| - | Semua aliran Buddhisme yang ada berbagi sekumpulan besar ajaran yang sama, tetapi juga memasukkan sekumpulan besar ajaran yang berbeda. Tidak diragukan bahwa para pendiri dan pengembang berbagai aliran itu meyakini bahwa terdapat perbedaan ajaran yang bermakna, yang asli di antara aliran-aliran. Semua aliran sepaham bahwa mereka tidak sepaham. Ini cukup ditunjukkan dengan sejumlah besar bahan polemik yang memenuhi rak-rak kanon Buddhis. Dan, pada umumnya, aliran-aliran juga sepaham pada apa yang mereka tidak sepaham. Sebuah teks aliran Theravāda dapat mengatakan bahwa ajaran “pribadi” dari aliran Puggalavāda bertentangan dengan ajaran bukan-diri; sedangkan teks-teks Puggalavāda akan dengan penuh semangat membantah bahwa ajaran tentang “pribadi” berada dalam cara yang benar untuk menafsirkan bukan-diri. Mempertimbangkan situasi ini, tampaknya agak gegabah untuk menyatakan, seperti yang dilakukan beberapa Buddhis modernis, bahwa tidak ada perbedaan, atau bahwa perbedaan itu tidak penting. Apa yang diperlukan bukanlah kata-kata basa-basi hambar melainkan suatu metodologi yang diperbaiki, suatu cara mendekati ajaran-ajaran yang diturunkan, bukan dari perspektif atau ajaran-ajaran dari aliran tertentu mana pun, tetapi dari suatu evaluasi sensitif dari tradisi tekstual seperti yang dihidupkan oleh para umat Buddha. Yin Shun, bhikkhu sarjana yang terkemuka dari Buddhisme Taiwan modern, mengungkapkan perasaan yang sama dalam otobiografinya. | ||
| - | |||
| - | > Walaupun “tanpa-perselisihan” adalah baik, sinkretisme yang diterjemahkan dengan terampil yang tidak mengetahui di mana dan mengapa perbedaan-perbedaan dapat terlalu jauh, terlalu umum, dan samar-samar. | ||
| - | |||
| - | > Untuk memahami asal mula dan transformasi Buddha Dharma dalam konteks spasial dan temporal tertentu dalam dunia yang sebenarnya perlahan-lahan menjadi prinsip pencarian saya terhadap Buddha Dharma. | ||
| - | |||
| - | === 1.2 Kematian Mitos === | ||
| - | |||
| - | Adalah suatu ciri khas yang mengejutkan, | ||
| - | |||
| - | Salah satu pelajaran terbesar dari sejarah, mungkin pelajaran //yang// terbesar, adalah bahwa akal menggantikan mitos. Terdapat sesuatu tentang pikiran manusia yang tidak dapat terus-menerus mempercayai suatu penjelasan mitos untuk apa yang dapat kita pahami melalui akal. Penjelasan mitos memenuhi suatu tujuan; mereka menciptakan suatu pengertian makna dan identitas bersama yang memuaskan dan menegaskan diri sendiri. Tetapi akal juga adalah suatu kekuatan positif, karena ia menganggap bahwa pikiran manusia dapat mendekati kebenaran. Karena penjelasan rasional atas pernyataan-pernyataan religius semakin maju, ini menjadi semakin bosan mempertahankan dua struktur kepercayaan yang tidak bersesuaian bersebelahan. Mitos-mitos menjadi tidak berguna. Tidak lagi meyakinkan secara inheren, mereka menjadi berlebih-lebihan dan akhirnya mati. Inilah pasang surut waktu yang tidak dapat ditawar lagi. | ||
| - | |||
| - | Ketika studi sejarah modern Buddhisme dimulai pada pertengahan abad ke-19 terdapat, sebagai suatu hasil dari mitologi-mitologi yang bersaing (tidak untuk menyebutkan mitos Hindu yang bahkan lebih menyesatkan), | ||
| - | )) Pada awal abad ke-20, dalam karya-karya oleh para sarjana seperti T. W. Rhys Davies, yang tulisan-tulisannya tetap mempertahankan nilainya saat ini, skema yang akurat diambil. Masih ada perdebatan pada awal pertengahan abad ke-20, meskipun, karena bukti masih dikumpulkan, | ||
| - | |||
| - | Namun, sejak awal tahun 1882 seorang sarjana bernama Samuel Beal menerbitkan serangkaian kuliah yang berjudul //Buddhist Literature in China//. Ini memasukkan informasi tentang proses penerjemahan ke dalam bahasa Mandarin, dan contoh terjemahan dari beberapa lapisan utama teks-teks Buddhis – Sutta-sutta awal, Jātaka-jātaka, | ||
| - | |||
| - | > Parinibbāna, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Lebih dari satu abad kemudian, studi perbandingan yang seksama yang didorong oleh Beal masih kurang. Namun, beberapa kemajuan telah dibuat. Pada tahun 1908 seorang sarjana Jepang bernama M. Anesaki menerbitkan bukunya “The Four Buddhist Āgamas in Chinese: A concordance of their parts and of the corresponding counterparts in the Pali Nikāyas”.((Anesaki | ||
| - | )) Ini diikuti pada tahun 1929 oleh Chizen Akanuma dalam //The Comparative Catalogue of Chinese Āgamas and Pali Nikāyas//, | ||
| - | )) sebuah katalog komprehensif dari semua khotbah-khotbah awal yang diketahui ada dalam Pali dan Mandarin, dan sedikit teks yang tersedia dalam bahasa Tibet dan Sanskrit. Penemuan-penemuan ini ditambahkan dalam studi historis yang berskala penuh seperti Étienne Lamotte dalam //History of Indian Buddhism// dan A. K. Warder dalam //Indian Buddhism//. Studi-studi telah sangat menegaskan hipotesis awal Beal – Āgama-āgama Mandarin dan Nikāya-nikāya Pali hampir identik dalam ajaran. Mereka adalah dua turunan yang berbeda dari kumpulan teks yang sama. Teks-teks ini – secara populer ditunjuk hanya sebagai “Sutta-sutta” – dikumpulkan oleh generasi pertama para pengikut Sang Buddha, sebelum masa pemisahan sektarian. Mereka adalah Buddhisme prasektarian. Walaupun mereka biasanya dianggap sebagai ajaran-ajaran “Theravāda”, | ||
| - | |||
| - | > Namun, dengan pengecualian penambahan Mahāyanis dalam Ekottara, yang dengan mudah dapat dibedakan, perbedaan-perbedaan yang dipertanyakan [antara Nikāya-nikāya dan Āgama-āgama] tidak mungkin mempengaruhi apa pun kecuali metode pengungkapan atau penyusunan dari pokok-pokok bahasan. Dasar ajaran yang umum pada Nikāya-Nikāya dan Āgama-Āgama sangat seragam. Namun, dipertahankan dan disebarkan oleh aliran-aliran, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Semua teks lainnya, termasuk Jātaka, Abhidhamma dari berbagai aliran, sūtra-sūtra Mahāyāna, dan seterusnya, dituliskan kemudian. Relatif sedikit dari ajaran-ajaran ini dianut sama antara aliran-aliran; | ||
| - | |||
| - | Memahami dasar historis dari Buddhisme menyediakan suatu landasan yang bermakna untuk menghargai landasan bersama dari aliran-aliran. Mitos-mitos tradisional tentang asal mula teks-teks Buddhis menjalankan tujuan polemik, yang menentukan dalam mengesahkan posisi ajaran tertentu dari aliran-aliran. Ini bukan untuk merendahkan peranan religius yang penting yang dimainkan mitos-mitos dalam Buddhis; sebaliknya, kita akan melihat bahwa kitab-kitab Buddhis selalu ditanamkan dalam kisah spiritual, yang memberi napas kehidupan ke dalam ajaran-ajaran. Tujuan kita bukan untuk mengkritik aliran-aliran, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 2: GIST 1 – Tiga Lapisan Teks-teks Awal ==== | ||
| - | |||
| - | Apakah GIST itu? Ini adalah hipotesis umum tentang asal mula da perkembangan teks-teks Buddhis. Melihat kebutuhan untuk suatu nama yang mudah dipakai untuk gagasan ini, saya mulanya berpikir, dengan candaan yang aman, mengikuti contoh para ahli fisika dan menyebutnya sebagai “Grand Unified Sutta Theory”. Tetapi akronim “GUST” terdengar seperti banyak udara panas, sehingga saya berpikir tentang “General Integrated Sutta Theory”: GIST. Yaitu, tentu saja, persisnya apa yang kita cari. Kita mencari suatu perlengkapan yang dapat kita percaya memotong kumpulan tambahan yang memenuhi perpustakaan Buddhis dan tiba, sedekat mungkin, pada ajaran-ajaran Sang Buddha sendiri. Bahkan jika kita membatasi pertanyaan kita pada Sutta-sutta dan Vinaya awal kita masih diberikan dengan susunan yang luas dari ajaran-ajaran, | ||
| - | |||
| - | GIST adalah “General” (Umum) karena ia meliputi seluruh kitab yang masih ada, yaitu, Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Dan terakhir, GIST adalah suatu “Theory” (Teori) karena ia tidak pasti. Tidak ada teori yang dapat sepenuhnya menangkap kebenaran. Saya pikir suatu teori yang berhasil adalah, pertama, teori yang menyampaikan suatu masalah sejati, kedua, menjelaskan berbagai fakta dalam suatu cara yang setidaknya sama masuk akalnya dengan alternatif apa pun, dan ketiga, bersifat menimbulkan penyelidikan yang lebih jauh. Walaupun GIST hanya sesosok anak yang baru lahir mengambil langkah yang terhuyung-huyung, | ||
| - | |||
| - | Terdapat masalah serius yang menjadi taruhan: bagaimana kita menghubungkan kumpulan Pali dan Mandarin bersama-sama, | ||
| - | |||
| - | Mengenai alternatif-alternatif, | ||
| - | |||
| - | Mengenai standar ketiga, GIST memberikan metode yang jelas, sederhana, sistematis untuk mendekati studi apa pun dari ajaran-ajaran pokok Buddhisme. Alih-alih mengambil bacaan-bacaan, | ||
| - | |||
| - | GIST dicetuskan oleh penemuan-penemuan bhikkhu sarjana Taiwan yang terkemuka Yin Shun, yang dirinya sendiri bergantung pada penelitian orang Jepang dan Taiwan awal, di mana tidak ada yang secara luas diketahui dalam lingkungan berbahasa Inggris. Saya belum membaca karya Yin Shun secara langsung; informasi saya datang dari ringkasan karya Yin Shun dalam //The Fundamental Teachings of Early Buddhism// oleh Choong Mun-keat, dan melalui percakapan dengan dan tulisan Roderick Bucknell. Walaupun pandangan Yin Shun mencetuskan GIST, di sini teori itu dikembangkan lebih jauh secara signifikan. Oleh sebab itu, saya tidak akan menyajikan penemuan Yin Shun untuk memulai, tetapi akan meringkaskan GIST dalam cara saya sendiri dan menyajikan sumbangsih Yin Shun pada tempat-tempat yang sesuai. Sementara Yin Shun berargumentasi dari teks-teks belakangan untuk membangun teks-teks awal, saya akan melompati masa kehidupan Sang Buddha dan mendekati ajaran Sang Buddha dengan melintasi arus sungai waktu. | ||
| - | |||
| - | === 2.1 Sebelum Sang Buddha === | ||
| - | |||
| - | Kita harus mulai dengan mempertimbangkan kemungkinan model pra-Buddhis untuk kitab-kitab Buddhis. Tampaknya bahwa penyusunan literatur baru dalam kebudayaan mana pun secara kuat dipengaruhi oleh bentuk literatur yang tersedia dalam kebudayaan itu. Oleh sebab itu mungkin bahwa organisasi lapisan kitab-kitab Buddhis telah terutama dipengaruhi oleh model-model pra-Buddhis. Lapisan berikutnya, tentu saja, terutama dipengaruhi oleh model-model Buddhis yang lebih awal. Oleh karenanya jika kita menemukan bukti struktur tekstual Buddhis yang diturunkan dari model pra-Buddhis, | ||
| - | |||
| - | Satu-satunya tradisi literatur yang disebutkan dalam khotbah-khotbah awal adalah tradisi Brahmanis dari tiga Veda dan berbagai karya tambahan. Ini jelas memainkan peran dominan dalam lingkungan pergaulan kultural/ | ||
| - | |||
| - | Tiga Veda adalah Ṛg, Sāman, dan Yajur. (Veda keempat dalam tradisi Brahmanis belakangan, Atharva, disebutkan dalam teks-teks Buddhis awal tetapi terbukti tambahan kanonik pada waktu itu.) Ṛg Veda sejauh ini adalah yang paling penting. Ini adalah suatu kumpulan yang paling kuno (1500 SM?) dari sekitar 10.000 syair kebaktian dan liturgi. Salah satu sistem pengelompokan Ṛg adalah dalam // | ||
| - | |||
| - | Bentuk tritunggal mungkin memiliki nilai religius yang penting, mencerminkan Trinitas kedewaan yang ditemukan sangat umum pada masa kuno. Trinitas biasanya terdiri dari, bukan tiga rekan yang sama, tetapi satu dewa (dewa atau kedewaan) yang memimpin yang bermanifestasi di dunia melalui media dua dewa yang lebih rendah: Yang Satu menjadi Yang Dua, Yang Dua menjadi banyak. Sifat “ketigaan” dari Veda dilipatgandakan dalam daftar-daftar belakangan dari literatur Veda yang diperluas yang disebutkan dalam tradisi Pali, di mana kita menemukan suatu pengelompokan berunsur enam dan dua belas. Berbagai bagian dari literatur Veda ditunjuk sebagai // | ||
| - | |||
| - | Beberapa unsur formal juga ditemukan dalam kitab-kitab Jain. Walaupun Jainisme adalah suatu agama yang lebih tua daripada Buddhisme, teks-teks Buddhis tidak menyebutkan teks-teks Jain yang ada pada masa Sang Buddha, dan Jain sendiri setuju bahwa kitab-kitab mereka dirumuskan sangat belakangan. Namun mereka jelas mengandung unsur-unsur awal, dan mungkin bahwa ciri-ciri khas awal teks-teks Jain yang masih terbukti dalam teks-teks yang ada mungkin telah mempengaruhi pembentukan teks-teks Buddhis, walaupun lebih mungkin bahwa pengaruh itu adalah sebaliknya. Jain menyatakan suatu daftar dari empat belas //purva// (“sebelumnya”) yang sekarang telah lenyap, dan dua belas aṅga, sebelas di antaranya masih ada. Salah satu dari aṅga ini disebut // | ||
| - | |||
| - | === 2.2 Khotbah-Khotbah Pertama === | ||
| - | |||
| - | Sekarang kita berbalik pada teks-teks Buddhis. Bagaimana mengidentifikasi khotbah-khotbah yang paling awal? Seperti yang disebutkan di atas, salah satu perlengkapan yang paling kuat yang digunakan oleh para sarjana untuk mengidentifikasi teks-teks awal adalah kesesuaian dari tradisi-tradisi. Dalam Buddhisme studi ini, sejauh yang telah terjadi sama sekali, telah berfokus pada kesesuaian antara teks-teks yang dipertahankan oleh berbagai aliran yang terpecah belah. Tetapi, tentu saja, apa masalahnya bukan perpecahan seperti demikian, tetapi perbedaan ke dalam silsilah-silsilah tekstual yang berbeda. Terdapat banyak bukti tingkatan yang signifikan dari pemisahan dan spesialisasi studi tekstual bahkan pada masa Sang Buddha sendiri, jauh sebelum perpecahan apa pun. Inilah pembagian yang paling penting dari ajaran-ajaran dalam semua aliran dan tradisi: Dhamma dan Vinaya. Teks-teks menunjuk pada kelompok-kelompok bhikkhu yang mengkhususkan pada satu atau yang lain dari wilayah studi ini. Mereka memiliki guru-guru yang berbeda dan tinggal di tempat-tempat yang berbeda. Kisah Theravādin dari Konsili Pertama mengatakan bahwa Dhamma diucapkan oleh Yang Mulia Ānanda dan Vinaya oleh Yang Mulia Upāli. Sementara tidak semua rincian tentang Konsili Pertama dapat diterima sebagai menurut sejarah, pasti ini pembagian dasar yang harus dikembalikan ke masa sebelum Sang Buddha wafat. Dan tentu saja, isi dari kedua kumpulan hampir sepenuhnya berbeda. Semua ini menyatakan bahwa beberapa ajaran doktrinal yang ditemukan dalam Vinaya memiliki suatu arti yang khusus. Mereka telah diketahui, tidak hanya oleh para spesialis ajaran, tetapi oleh semua bhikkhu dan bhikkhuni, yang berasal dari masa paling awal dari misi Sang Buddha, sebelum kumpulan-kumpulan ajaran berkembang sangat pesat sehingga spesialisasi diperlukan. Tentu saja, ini bukan kasus bahwa semua ajaran yang digunakan bersama antara sutta-sutta dan Vinaya pasti bersifat awal; khotbah-khotbah mungkin telah diubah atau digandakan antara kumpulan-kumpulan itu pada masa yang belakangan, dan kita mengetahui dalam beberapa kasus ini benar-benar terjadi. Maka kita harus melihat khotbah-khotbah yang tidak hanya ditemukan di seluruh Vinaya, tetapi juga bersifat fundamental pada struktur teks itu sendiri, hal-hal yang tidak kelihatannya seakan-akan mereka dengan mudah dicangkokkan ke sana. | ||
| - | |||
| - | Jadi apakah ajaran-ajaran ini? Terdapat beberapa versi dari Vinaya awal yang tersedia – sekitar setengah lusin aliran ditemukan dalam kanon Mandarin, Vinaya Mūlasarvāstivāda tersedia dalam bahasa Tibet dan sebagian bahasa Sanskrit, Theravāda dalam kanon Pali; beberapa bahan lain juga tersedia dalam bahasa Sanskrit campuran dan berbagai bahasa India dan bahkan dialek Iran. Beberapa dari kumpulan-kumpulan ini mengandung bahan ajaran; tetapi kebanyakan bahan belum diterjemahkan, | ||
| - | |||
| - | Ajaran doktrinal yang terkemuka dalam Vinaya muncul dalam bab pertama dari Mahāvagga. Terdapat tiga khotbah utama: Dhammacakkappavattana Sutta, Anattalakkhaṇa Sutta, dan Ādittapariyāya Sutta. Berdampingan dengan ini terdapat beberapa syair, khususnya Permohonan Brahmā agar Sang Buddha mengajar, dan jawaban Sang Buddha: | ||
| - | |||
| - | > “Terbuka lebarlah pintu menuju Tanpa-kematian! Biarlah mereka yang dengan telinga mendengar memastikan keyakinan mereka.”((MN 26.21/MA 204/T № 765.4/Pali Vinaya 1.7. Mengambil //tesaṁ// sebagai memenuhi “milik mereka” yang diinyatakan dari baris kedua (cp. DN 18.27/DA 4/T № 9) dan // | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Terdapat ajaran penting lain dalam Vinaya Theravāda – khususnya kemunculan yang saling bergantungan dan 37 sayap menuju pencerahan – yang sangat menguatkan argumentasi saya; tetapi bacaan-bacaan ini bukan yang utama pada struktur Vinaya dan sehingga sampai keotentikannya telah ditegaskan melalui studi perbandingan dengan Vinaya-vinaya lain kita harus menghindari bergantung pada mereka. | ||
| - | |||
| - | Dhammacakkappavattana Sutta tersedia setidaknya dalam lima Vinaya, dan dalam Nikāya-nikāya dan Āgama-āgama. Ini, kenyataannya, | ||
| - | )) Tidak dapat diabaikan, terdapat banyak variasi dalam detail, tetapi isi utama pada hakikatnya sama – empat kebenaran mulia. Dhammacakkappavattana Sutta menyajikan ajaran-ajaran ini dalam suatu kerangka yang dengan jelas mengisahkan pengembangan spiritual Sang Buddha sendiri, pemuasan diri-Nya di istana dan penyiksaan diri sebagai seorang pertapa, dan realisasi pencerahan-Nya sendiri sebagai jalan keluar dari dua hal ini. Demikianlah konteks internal teks itu sendiri menyatakan bahwa ini adalah khotbah pertama. Anattalakkhaṇa Sutta juga muncul dalam beberapa versi, seperti juga Ādittapariyāya Sutta dan Permohonan Brahmā, walaupun saya belum mempelajari detail penuhnya. Namun semua teks ini tersedia dalam Nikāya-nikāya dan Āgama-āgama. | ||
| - | |||
| - | Khotbah-khotbah ini membentuk inti ajaran dari riwayat hidup Sang Buddha yang paling tua, dengan menceritakan kisah sejak setelah pencerahan Sang Buddha sampai pada pembentukan Sangha. Ini adalah legenda akar yang membentuk kisah yang menyatu bagi semua Buddhis. Kisah ini diceritakan dalam banyak teks-teks kuno, kadangkala dalam Vinaya, kadangkala sebagai sebuah Sutta; dalam bentuk belakangan yang dibumbui ini menjadi sebuah buku yang panjang itu sendiri. Tetapi di balik penjelasan-penjelasan yang berlebih-lebihan terdapat suatu konsistensi yang luar biasa dalam kisah utama dan ajaran doktrinalnya. Bahkan sebuah teks belakangan seperti Mahāvastu mempertahankan ajaran-ajaran seperti Dhammacakkappavattana Sutta dalam bentuk yang hampir identik.((Rāhula, | ||
| - | )) Mereka secara universal dianggap sebagai ajaran-ajaran pertama Sang Buddha, dan maka kita memiliki kesepahaman penuh antara kesesuaian teks-teks dan testimoni dari tradisi. Tentu saja, tidak mungkin untuk dapat menetapkan bahwa teks-teks ini secara harfiah adalah ajaran-ajaran pertama. Ataupun kita tidak dapat menyangkal bahwa terdapat beberapa perbedaan kecil di antara versi-versi itu. Tetapi teks-teks ini adalah penting bagi kumpulan kitab Buddhis, dan tidak ada alasan bagus mengapa ini tidak hanya mencerminkan posisi historis. | ||
| - | |||
| - | Namun terdapat suatu masalah substansial dengan teori yang rapi ini. Bacaan yang telah kita pertimbangkan, | ||
| - | )) Khotbah ini muncul dalam beberapa versi, yang membuktikan popularitasnya. Ini sangat dekat dengan versi Pali, walaupun tidak memiliki unsur Vinaya yang khusus. Beberapa sarjana telah menyatakan bahwa teks ini mulanya bagian dari Vinaya, dan kemudian dipindahkan ke dalam Āgama. Jika ini kasusnya, tidak ada masalah. Namun, mungkin bahwa perpindahannya adalah sebaliknya: teks itu mulanya sebuah khotbah yang kemudian ditambahkan ke dalam Vinaya. Ini akan menyatakan bahwa bacaan-bacaan doktrinal ini bukan, dalam kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Kita berusaha untuk melihat sekilas fase dari Buddhisme. Pada tahun-tahun awal, terdapat relatif sedikit ajaran. Semua bhikkhu telah mengetahui dalam hati sedikit teks dan khotbah yang dianggap sebagai yang utama. Sebagai tambahan, mereka semua telah familiar dengan aturan sederhana non-legalistik dari perilaku yang diharapkan dari mereka sebagai pertapa Buddhis. Demikianlah mereka semua telah mengetahui Dhamma dan Vinaya. Akan memakan waktu bertahun-tahun bagi banyak sekali bahan untuk berkembang sehingga spesialisasi diperlukan. Dari titik ini, beberapa bhikkhu dan bhikkhuni mengkhususkan pada Dhamma, sedangkan yang lain mengkhususkan dalam Vinaya. Sangat masuk akal menganggap bahwa ajaran-ajaran doktrinal dalam Vinaya-vinaya yang ada adalah sisa-sisa, apakah secara langsung atau tidak, dari isi ajaran yang digunakan bersama demikian. Juga sangat masuk akal untuk menyatakan bahwa para bhikkhu dan bhikkhuni semuanya telah familiar dengan kisah pencerahan Sang Buddha, dan bahwa legenda ini diberikan bentuk kesusasteraan yang konkrit, walaupun memasukkan rincian-rincian yang belakangan, terutama untuk meminjam otoritas pada inti ajaran. Dengan kata lain, Catuṣpariṣat Sūtra dalam bentuk yang telah berkembang telah dimasukkan dalam Vinaya tepatnya karena para ahli Vinaya telah familiar dengan ajaran doktrinal utama dari khotbah-khotbah itu, dan mereka kemudian disediakan dengan suatu konteks historis yang menghubungkan ajaran dengan pendirian Sangha dan penetapan Vinaya. Jadi saya berpikir kehadiran bacaan-bacaan doktrinal dalam Vinaya-vinaya yang ada tetap sebagai bukti yang mendukung untuk keutamaan ajaran-ajaran ini. | ||
| - | |||
| - | === 2.3 Teori Gāthā === | ||
| - | |||
| - | GIST membuat kasus yang kuat bahwa tradisi-tradisi, | ||
| - | )) Namun, walaupun saya setuju bahwa beberapa syair bersifat awal, saya tidak berpikir bahwa alasan-alasan yang diberikan cukup untuk mengembangkan bahwa syair-syair ini umumnya lebih awal daripada prosa. Secara singkat untuk menyatakan kasus bagi dan berlawanan dengan teori gāthā. | ||
| - | |||
| - | > 1) Bahasa yang ditemukan dalam teks-teks demikian berhubungan dengan beberapa hal pada Veda, dan oleh sebab itu bersifat kuno. | ||
| - | |||
| - | Syair biasanya cenderung bersifat kuno; ini dapat didukung dalam sejumlah kasus dengan perbandingan bacaan syair dan prosa oleh penulis yang sama bahkan pada masa modern. Ini dapat sebagian merupakan suatu masalah gaya, suatu pemilihan atas cita rasa kuno, seperti dalam syair bahasa Inggris seseorang dapat memakai “thee” dan “thou”. Faktor lain adalah bahwa, disebabkan oleh batasan irama, lebih sulit menerjemahkan syair dibandingkan dengan prosa dari satu dialek India ke yang lainnya; demikian bahkan dalam literatur Sanskrit campuran, syair cenderung mempertahankan ciri khas Prakrit yang lebih kuno, sedangkan prosa yang menyertainya cenderung Sanskrit yang lebih formal. Ini mengatakan pada kita sesuatu tentang proses terjemahan, tetapi tidak ada tentang usia relatif dari bagian-bagian yang berbeda dari teks asli. | ||
| - | |||
| - | > 2) Beberapa dari syair-syair ini ditunjuk dalam prosa Nikāya-nikāya, | ||
| - | |||
| - | Ini hanya menegaskan hubungan kronologis dalam beberapa kasus. Dalam banyak kasus lainnya, syair-syair dilampirkan pada akhir khotbah prosa, seperti dalam Aṅguttara, | ||
| - | |||
| - | > 3) Aṭṭhaka dan Pārāyana memiliki komentar kanonik mereka sendiri dalam Khuddaka Nikāya, Niddesa. | ||
| - | |||
| - | Argumen ini baru-baru ini telah diulangi oleh Gregory Schopen, yang mengatakan bahwa ini adalah “satu-satunya” teks yang telah mendapatkan komentar dari masa penyusunan paling awal yang diketahui.((Schopen 1997, pg. 24. | ||
| - | )) Ini kelihatan seperti poin yang kuat, sampai kita menyadari bahwa Niddesa sebenarnya hanya menerapkan teknik Abhidhamma pada puisi [dari Aṭṭhaka dan Pārāyana], | ||
| - | |||
| - | > 4) Istilah-istilah teknis dan ajaran-ajaran yang bersifat rumusan muncul kurang sering. | ||
| - | |||
| - | Lagi-lagi, ini hanya bagian dari ciri umum dari syair. Puisi adalah untuk inspirasi, bukan informasi. | ||
| - | |||
| - | > 5) Para bhikkhu tinggal sebagai pertapa di dalam hutan alih-alih dalam vihara yang tetap, sedangkan dalam prosa fase Buddhisme ini sebagian besar tidak ada, khotbah-khotbah secara umum ditetapkan dalam vihara-vihara. | ||
| - | |||
| - | Pergeseran ini, dari kehidupan hutan ke vihara-vihara yang berkembang, digambarkan dalam teks-teks itu sendiri telah dimulai pada masa kehidupan Sang Buddha, dan terdapat alasan kuat untuk mempercayai bahwa ini adalah demikian. Adalah sulit untuk tinggal di dalam hutan, dan Sangha pasti telah, sebelum sangat panjang, mulai mengambil para calon yang lanjut usia, atau lemah karena tua, atau lemah, dan yang membutuhkan tempat tinggal yang baik. Penalaran sederhana ini ditegaskan dalam banyak kisah dalam teks-teks awal. Di sini kita dapat menunjuk pada kesamaan dengan ordo Fransiskan, yang dituduh oleh St. Fransiskus sendiri meninggalkan standar keras yang telah ia tetapkan. Dalam setiap kasus, prosa dalam kenyataannya terus-menerus menunjuk pada para bhikkhu yang tinggal di hutan. Kesalahan berasal dari selain kegagalan untuk membedakan antara ajaran-ajaran itu sendiri dan kisah narasi yang dipakaikan di mana ajaran itu muncul, yang pasti jelas belakangan. Contoh yang terkenal di sini adalah ajaran tentang pelatihan bertahap, paradigma utama untuk cara hidup monastik, yang ditemukan dalam puluhan khotbah. Walaupun teks-teks seperti mereka saat ini ditetapkan di vihara-vihara, | ||
| - | |||
| - | Maka dalam contoh ini kepercayaan tradisional dapat dipertahankan dalam menghadapi kritik modern. Saya tidak mengatakan bahwa khotbah-khotbah seperti yang ditemukan saat ini pasti kata per kata sama dengan ajaran-ajaran pertama, tetapi bahwa ajaran-ajaran ini, sebagian besar dalam kata-kata dan frasa yang sama, telah diperlakukan sejak masa yang paling awal sebagai ajaran-ajaran yang paling pokok, dan tradisi-tradisi memberikan alasan yang masuk akal mengapa ini demikian. Sejumlah besar Dhammacakkappavattana Sutta membutuhkan suatu penjelasan. Gagasan, yang berpengaruh pada suatu waktu dalam studi Buddhis, bahwa ajaran-ajaran ini berasal dari suatu revisi “oleh para bhikkhu” atas Dhamma setelah Sang Buddha wafat memiliki romantisme suatu teori konspirasi, dan semua hal yang masuk akal darinya. | ||
| - | |||
| - | === 2.4 Kumpulan Paling Awal === | ||
| - | |||
| - | Setelah memberikan landasan untuk membangun khotbah-khotbah yang paling awal, kita sekarang bertanya: “Apakah kumpulan yang paling awal dari khotbah-khotbah? | ||
| - | |||
| - | **Tabel 2.1: Nikāya-nikāya dan Āgama-āgama** | ||
| - | |||
| - | ^Nikāya Theravāda^Āgama Sarvāstivāda | ||
| - | |Dīgha (Pali) | ||
| - | |Majjhima (Pali) |Madhyama (Mandarin) | ||
| - | |Saṁyutta (Pali) |Saṁyukta (Mandarin) | ||
| - | |Aṅguttara (Pali)| | ||
| - | |||
| - | Untuk memahami ini, kita perlu mengetahui sedikit tentang aliran-aliran ini. Kronologi awal Buddhisme masih samar-samar. Bahkan penanggalan yang paling penting, kemangkatan Sang Buddha, secara khusus sangat berbeda dalam tradisi-tradisi yang berbeda, dan jauh dari jelas yang, jika ada, lebih dapat dipercaya. Mengikuti Gombrich dan yang lainnya kita dapat mengambil penanggalan itu 484-404 SM untuk Sang Buddha karena tidak ada yang lebih dapat dipercaya daripada perkiraan lainnya. Perpecahan-perpecahan tidak dapat ditentukan tanggalnya dalam pengertian yang mutlak, dan bahkan kronologi relatif dari perpecahan-perpecahan diperdebatkan. Ini mungkin mencerminkan situasi historis yang sebenarnya, karena kecenderungan pemisahan mungkin berlanjut dalam tingkatan yang berbeda pada wilayah-wilayah yang berbeda, dan mungkin tidak ada kesepahaman universal bahkan pada waktu itu atas penanggalan persis dari perpecahan-perpecahan. Ini bahkan tidak pasti apakah Sangha pada waktu itu telah menyadari bahwa ia sedang menciptakan pemisahan yang abadi ke dalam aliran-aliran dalam pengertian yang kita pahami saat ini. Implikasi penuh dari pemutusan hanya menjadi nyata bertahun-tahun kemudian. | ||
| - | |||
| - | Buku saya // | ||
| - | |||
| - | Nenek moyang Theravāda, juga, mengalami banyak perpecahan yang lebih jauh. Yang paling penting dan paling awal untuk kisah kita adalah perpecahan Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Mengingat informasi umum tentang aliran-aliran awal, kita dapat kembali ke pertanyaan kita tentang manakah kumpulan yang paling awal. Tradisi-tradisi secara khusus mengatakan bahwa semua empat kumpulan diciptakan secara bersamaan. Walaupun gagasan bahwa mereka dikumpulkan bersama dalam satu sesi jelas tidak benar, kita masih dapat menerima bahwa periode pengumpulan teks-teks sebagian besar bersamaan waktunya. Bukan tidak mungkin untuk bahkan menganggap bahwa keempat Nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Pertanyaan ini dapat, dan seharusnya, didekati dari berbagai sudut – filosofis, doktrinal, kultural, dan sebagainya. Semua ini melibatkan penyelidikan yang kompleks dan berskala besar, dan hasilnya belum ada dari penyelidikan ini melampaui keragu-raguan. Satu masalah dengan semua pendekatan ini adalah bahwa mereka dapat mengatakan kepada kita, paling baik, tentang penanggalan relatif dari beberapa fase, gagasan, atau bacaan, tetapi bukan tentang kumpulan itu secara keseluruhan. Mengingat kehadiran intratekstualitas – bertahannya teks yang lebih awal dalam penyusunan yang belakangan – dalam Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Terselubung oleh kumpulan kegelapan ini, saya akan menyatakan bahwa analisis struktural dari Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Kita masih kekurangan sebuah kumpulan Sarvāstivādin yang berhubungan dengan Aṅguttara. Studi-studi perbandingan untuk Aṅguttara terbatas dalam ruang lingkupnya, karena Aṅguttara Theravāda dan Ekottara Mahāsaṅghika sangat berbeda, yang menimbulkan pertanyaan apakah mereka semata-mata disebabkan oleh kenyataan bahwa mereka keduanya menggunakan prinsip pengorganisasian yang sama. (Terdapat sebagian Aṅguttara lain dalam bahasa Mandarin yang lebih mendekati versi Theravāda.) Maka untuk sekarang, jika kita tidak ingin menyelidiki ke dalam pertanyaan rumit apakah isi Aṅguttara lebih awal atau lebih belakangan, semua yang dapat kita lakukan adalah menaruhnya pada satu sisi. Saya pikir bahwa Aṅguttara menempatkan khotbah-khotbah yang lebih pendek yang “disisakan” dari topik-topik ajaran utama dalam Saṁyutta, maka mungkin penghilangannya dari pertimbangan tidak begitu kritis. | ||
| - | |||
| - | Apa yang dibutuhkan di sini adalah suatu perbandingan dari perbandingan-perbandingan. Kita harus bertanya, kumpulan manakah yang kelihatannya memiliki hubungan struktural yang paling dekat, tiga Dīgha, atau dua Majjhima, atau dua Saṁyutta? Saya akan membahas masing-masing dari kumpulan ini dalam rincian yang lebih jauh di bawah ini, sehingga saya hanya menyajikan tinjauan singkat di sini. Kenyataannya, | ||
| - | )) Jadi kita dapat mengatakan beberapa kepastian bahwa tidak hanya isi tetapi juga struktur Saṁyutta-saṁyutta sebagian besar ditetapkan pada periode pra-sektarian, | ||
| - | |||
| - | Beberapa mungkin berkeberatan pada poin ini bahwa alasan kita tidak membuktikan apa pun, karena hanya Saṁyutta sendiri dari empat Nikāya/ | ||
| - | )) Kebanyakan khotbah lainnya ditemukan dalam sumber-sumber Pali dan Mandarin, tetapi tidak dalam bab ini. Dengan demikian kedua tradisi memiliki gagasan mengumpulkan beberapa khotbah menengah bersama-sama dengan tema raja-raja, tetapi pemilihan khotbah-khotbah bersifat independen. Tetapi dalam Saṁyutta, kita menemukan hampir tanpa perbedaan, ketika sekelompok khotbah telah dibentuk di sekitar suatu tema atau prinsip tertentu, terdapat persentase yang sangat besar dari khotbah-khotbah sebenarnya yang saling melengkapi. Ini sesuai dengan tesis bahwa struktur Saṁyutta bersifat pra-sektarian, | ||
| - | |||
| - | Jadi apakah testimoni dari tradisi-tradisi? | ||
| - | )) Yin Shun telah menunjukkan bahwa Saṁyukta Āgama yang dibahas dalam Yogacārabhūmiśāstra sangat dekat dengan Saṁyukta yang sekarang dipertahankan dalam kanon Mandarin, dan telah menggunakan Yogacārabhūmiśāstra untuk merekonstruksi urutan yang lebih awal dari Saṁyukta Āgama, yang telah menjadi tidak teratur sepanjang waktu. Rekonstruksinya dianggap sangat otoritatif sehingga diadopsi dalam edisi Foguang dari Āgama yang diterbitkan pada tahun 1983. Yogacārabhūmiśāstra menyatakan bahwa Saṁyukta Āgama adalah landasan bagi empat Āgama. Yin Shun mempercayai bahwa pernyataan ini dapat diambil secara harfiah sebagai penegasan prioritas historis dari Saṁyutta di antara Āgama-āgama. Kelihatannya tidak ada pernyataan langsung apa pun tentang hal ini dalam tradisi Theravāda; namun, terdapat, kita akan lihat, sedikit petunjuk. Tetapi tradisi Sarvāstivādin secara teratur membuat daftar Saṁyutta sebagai yang pertama dari Āgama-āgama. Demikianlah tentang kumpulan pertama dari khotbah-khotbah yang kita miliki memenuhi dua kriteria kita, kesesuaian teks-teks dan testimoni dari setidaknya satu tradisi. | ||
| - | |||
| - | === 2.5 Abhidhamma Pertama === | ||
| - | |||
| - | Kemudian apakah Abhidhamma pertama? Di sini kita bergantung terutama pada karya Frauwallner. Ia telah menunjukkan bahwa tiga teks Abhidhamma awal berbagi banyak isi yang sama dan pasti berasal dari sebuah nenek moyang bersama, yang kita sebut “*Vibhaṅga Mūla”.((Dalam buku ini teks-teks dan istilah-istilah yang didalilkan ditandai dengan sebuah tanda bintang. | ||
| - | )) Ini adalah Vibhaṅga dari Theravāda, | ||
| - | )) Dharmaskandha dari Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Tradisi Pali dan Sanskrit mengandung bukti bahwa teks-teks ini dianggap pokok Abhidhamma. Catatan akhir pada terjemahan Mandarin Dharmaskandha mengatakan bahwa ini adalah teks dasar dari Abhidhamma dan sumber utama bagi aliran Sarvāstivādin. Vinaya dari aliran Dharmaguptaka meringkaskan sistem Abhidhamma mereka, yang persisnya adalah daftar isi dari Śāriputrābhidharma. Dan Aṭṭhasālinī, | ||
| - | )) Jadi di sini juga dua kriteria dari GIST dengan jelas terpenuhi. | ||
| - | |||
| - | Untuk meninjau kembali penemuan-penemuan kita: kita telah menunjukkan bahwa menurut kesesuaian teks-teks dan testimoni dari tradisi-tradisi, | ||
| - | |||
| - | **Khotbah-khotbah Paling Awal:** Dhammacakkappavattana, | ||
| - | |||
| - | **Kumpulan Paling Awal:** Bagian-bagian yang bersesuaian dari Saṁyutta Nikāya/ | ||
| - | |||
| - | **Abhidhamma Paling Awal:** Bagian-bagian yang bersesuaian dari Vibhaṅga/ | ||
| - | |||
| - | === 2.6 Beberapa Masalah === | ||
| - | |||
| - | Terdapat suatu keberatan yang mungkin yang ingin saya sampaikan di sini. Beberapa orang mungkin berargumen bahwa dua kriteria independen kita tidak sepenuhnya independen. Tradisi-tradisi mungkin telah memutuskan ajaran-ajaran mana yang paling awal dan kemudian menciptakan mitos-mitos yang menyatakan hal ini, memperkuat klaim mereka dengan melipatgandakan kemunculan ajaran-ajaran ini dalam berbagai kumpulan. Kita dapat melihat hal ini sedang terjadi bahkan hari ini. Dhammacakkappavattana Sutta telah direproduksi dalam banyak buku Dhamma, tepatnya karena ia dianggap oleh tradisi-tradisi sebagai ajaran yang paling awal. | ||
| - | |||
| - | Kita harus menerima bahwa kritik ini memiliki beberapa kekuatan, khususnya dalam kasus khotbah-khotbah yang paling awal. Tetapi untuk kumpulan yang paling awal dan Abhidhamma yang paling awal keberatan ini lemah, karena tradisi-tradisi, | ||
| - | |||
| - | Masalah lain adalah kemungkinan peminjaman yang belakang. Tidak diragukan bahwa peminjaman memang terjadi antara tradisi-tradisi pada semua periode. Sebagai contoh, sub-komentar Brahmajala Sutta memberikan suatu pemaparan tentang praktik Bodhisattva yang sebagian diadaptasi dari Yogacārabhūmiśāstra oleh Asaṅga. Peminjaman yang belakangan pasti diingat sebagai suatu alternatif terhadap tesis tentang suatu warisan bersama. Pada umumnya, tanggapan kita pada kritik ini hanya untuk mengejar tesis warisan bersama, mengikuti sepanjang implikasi-implikasinya, | ||
| - | |||
| - | Namun, akan bermanfaat untuk menunjukkan suatu kasus di mana tesis peminjaman adalah sangat tidak masuk akal. Marilah kita mempertimbangkan Bhāra Sutta yang terkenal dari Khandha-saṁyutta.((SN 22.22/SA 73/EA 25.4. | ||
| - | )) Khotbah ini ditemukan dalam versi-versi yang dimiliki oleh aliran Theravāda, Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Sekarang, perpecahan Puggalavāda adalah sangat awal, segera setelah perpecahan pertama (Mahāsaṅghika). Jadi kita memiliki penyebaran yang sangat baik dari khotbah ini di seluruh aliran yang paling awal. | ||
| - | |||
| - | Salah satu kekuatan yang penting yang membawa pada perpecahan adalah pembahasan dan ketidaksepahaman terhadap ajaran-ajaran yang berhubungan. Pembahasan ini didahului perpecahan aktual dalam waktu yang cukup. Seraya pemisahan mengeras, aliran-aliran mulai merumuskan posisi mereka dalam menerima teks-teks, mengembangkan argumen yang rumit untuk mempertahankan penafsiran mereka. Ini menjadi bahan pelatihan yang penting untuk perdebatan ajaran yang bersemangat yang sedang berlangsung. Terdapat dua catatan utama dari pembahasan ini dari periode awal: Kathāvatthu oleh Moggaliputtatissa dalam kanon Pali dari aliran Theravādin, | ||
| - | )) Maklumat-maklumat menunjukkan perhatian besar Aśoka untuk mencegah perpecahan dalam Sangha, yang menyatakan kecenderungan perpecahan terbukti pada masa Aśoka. Perpecahan Puggalavāda berada di antara yang paling awal. | ||
| - | |||
| - | Bagian pertama dan yang paling panjang dari kedua karya ini adalah serangan yang panjang lebar terhadap tesis “pribadi”. Ini adalah suatu masalah inti, mungkin motivasi awal untuk menulis karya-karya ini. Perpecahan ini menyakitkan. Ini masih segar dalam pikiran mereka, yang dirasakan sebagai serangan langsung terhadap ajaran bukan-diri yang dihargai. | ||
| - | |||
| - | Kita mungkin kemudian bertanya: bagaimana situasi ini dapat dijelaskan dengan baik? Marilah kita menganggap bahwa Puggalavāda menulis Bhāra Sutta untuk membenarkan ajaran khusus mereka. Ini pasti terjadi pada periode perpecahan awal, walaupun mereka baru saja berdebat dengan saudara-saudari mereka dari aliran lain. Aliran-aliran lain sangat terbujuk oleh keotentikan khotbah ini, tampaknya, sehingga mereka meminjamnya untuk dimasukkan dalam kumpulan ajaran utama mereka, bahkan ketika mereka pada waktu yang sama mati-matian berdebat menentang tesis “pribadi” sebagai ajaran menyimpang yang paling buruk. Puggalavādin begitu berhasil dengan khotbah tiruan mereka sehingga ia diterima tanpa bisikan protes oleh aliran-aliran sepanjang waktu. | ||
| - | |||
| - | Atau marilah kita menganggap bahwa aliran lain yang menciptakan khotbah ini, katakanlah Theravādin. Mereka telah berdebat dengan para pesaingnya, yang mereka anggap sebagai murtad, tentang ajaran “pribadi”. Entah bagaimana, mereka menghasilkan suatu khotbah yang tampaknya membenarkan argumen lawan mereka dan menaruhnya dalam kanon mereka, karena terlalu bodoh untuk melihat implikasinya. Khotbah ini dengan cepat “menaburkan benih” di seluruh aliran yang berbeda-beda di seluruh India yang luas; seseorang hanya dapat menganggap bahwa mereka sangat antusias atas ciptaan baru mereka dan ingin menyebarluaskannya. Ketika ini diketahui oleh pesaing Theravādin yang utama Puggalavādin, | ||
| - | |||
| - | Jika pilihan-pilihan ini tidak menarik, kita selalu dapat kembali pada gagasan yang membosankan dan sudah basi atas warisan bersama. Terdapat suatu khotbah yang disebut Bhāra Sutta. Ini diucapkan oleh Sang Buddha; atau setidaknya ini diterima sebagai demikian oleh generasi-generasi pertama Buddhis pada periode pra-sektarian. Karena ini berhubungan dengan ajaran penting tentang lima kelompok unsur kehidupan, ini dikumpulkan, | ||
| - | |||
| - | Saya percaya bahwa pembaca, seperti saya sendiri, menemukan pilihan akhir yang paling masuk akal. Tentu saja, tidak setiap khotbah dapat dibangun begitu mudah. Tetapi bahkan jika satu khotbah dapat ditunjukkan sebagai pra-sektarian, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 3: GIST 2 – Kesepahaman Atas Tiga Lapisan ==== | ||
| - | |||
| - | Dan demikian juga pada pertanyaan utama kita yang kedua: apakah hubungan dari lapisan ini satu sama lain? Ciri khas yang terkemuka adalah bahwa semua teks yang diidentifikasi sebagai khotbah-khotbah paling awal ditemukan dalam Saṁyutta, kumpulan yang paling awal. Ini adalah suatu alasan yang memaksa untuk menganggap khotbah-khotbah ini adalah teks-teks akar dari semua Buddhism, bukan dalam pengertian yang samar-samar atau retoris, tetapi sebagai benih historis sebenarnya di sekitar di mana Saṁyutta dan kemudian kumpulan-kumpulan lain terkristalisasi. | ||
| - | |||
| - | === 3.1 Benih-Benih Saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Mungkin kasusnya bahwa Dhammacakkappavattana Sutta mulanya adalah khotbah pertama dalam Saṁyutta. Pada saat ini ia bernomor sebelas dalam Sacca-Saṁyutta Theravāda; tetapi dalam Mandarin ia adalah yang pertama dalam bab ini. (Posisi dalam Pali dapat dijelaskan dengan penyisipan yang belakangan sebuah //vagga// dari sepuluh khotbah di depan.) Jadi jika Saṁyutta adalah kumpulan pertama dan Dhammacakkappavattana Sutta adalah khotbah pertama dalam babnya, bukanlah suatu lompatan yang besar untuk menyatakan bahwa Saccasaṁyutta mungkin mulanya menjadi topik pertama dalam Saṁyutta Nikāya. Ini akan, tentu saja, masuk akal, karena empat kebenaran mulia adalah ajaran yang paling umum, yang mencakup semuanya, di mana kategori ajaran lainnya adalah penjelasan yang lebih terspesialisasi. | ||
| - | |||
| - | Terdapat suatu gema dari struktur awal yang dipertahankan dalam judul yang diberikan khotbah ini dalam Pali. Dalam kebanyakan naskah kuno nama “Dhammacakkappavattana Sutta” tidak muncul; ia disebut // | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Jadi Dhammacakkappavattana Sutta bukanlah khotbah kesebelas dalam lima puluh enam buku dari kumpulan ketiga, tetapi khotbah pertama dalam buku pertama dari kumpulan pertama. Struktur internal dari kumpulan-kumpulan yang masih ada tidak menyatakan bahwa Anattalakkhaṇa Sutta dan Ādittapariyāya Sutta pernah menikmati keutamaan yang sama dalam kumpulan mereka masing-masing.((Terdapat beberapa pernyataan bahwa Permohonan Brahmā mungkin telah menjadi khotbah pertama dalam Sagāthāvagga, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Keutamaan Dhammacakkappavattana Sutta sebagai batu pertama dari kumpulan kanonik didukung dalam beberapa kisah Konsili Pertama, yang dipertahankan dalam Vinaya-vinaya dari aliran-aliran. Seperti yang mungkin diharapkan, masing-masing aliran mempertahankan suatu versi tentang kejadian-kejadian pada Konsili ini yang berfungsi untuk mengesahkan kanon mereka sendiri. Sebagai contoh, Theravāda menyatakan bahwa Brahmajāla Sutta dibacakan pertama kali; dan dalam Tipitaka Pali yang ada kita memang menemukan Brahmajāla Sutta adalah khotbah pertama dalam kumpulan pertama, Dīgha Nikāya. Kenyataan ini cenderung untuk mengabaikan nilai kisah sektarian dari Konsili-konsili seperti yang tercatat dalam sejarah. Tetapi, meskipun tidak semua kisah dapat diterima, tidak ada alasan mengapa setidaknya salah satunya tidak benar secara substansial. Bukan tidak mungkin bahwa beberapa ingatan dari prosedur-prosedur bisnis utama akan dipertahankan di suatu tempat dalam tradisi-tradisi. Hanya jika aliran kemudian mengorganisasi kembali kitab mereka, mereka merasa perlu untuk merevisi kisah mereka. Demikianlah bahkan jika keberadaan suatu kisah yang menguatkan tidak dirasakan sangat membuktikan suatu teori tentang apa yang terjadi dalam Konsili Pertama, ketiadaan suatu kisah yang menguatkan cenderung untuk menyalahkan suatu teori demikian. | ||
| - | |||
| - | Oleh karena itu kita harus mempertimbangkan apakah aliran mana pun memasukkan suatu kisah Konsili Pertama yang sejalan dengan GIST. Kita tidak harus melihat jauh, karena aliran Buddhis yang paling berpengaruh, | ||
| - | )) Dalam kisah ini, penyelenggaraan Konsili Pertama ditandai dengan nasehat Sang Buddha, sesaat sebelum Beliau wafat, agar Sangha mempertahankan Dhamma dengan membacakan dua belas aṅga. Kemudian, setelah Sang Buddha wafat, setelah mengadakan pertemuan, Yang Mulia Mahā Kassapa meminta agar Yang Mulia Ānanda membacakan Sutta-sutta.((Sebelum Ānanda memulai pembacaannya, | ||
| - | )) Ia pertama kali mengucapkan Dhammacakkappavattana Sutta. Seperti yang akan kita lihat di bawah ini dalam kutipan dari Catuṣpariṣat Sūtra, tradisi Sarvastivada tidak memasukkan penjelasan rinci dari setiap kebenaran (seperti yang ditemukan dalam Pali) dalam khotbah pertama. Penjelasan rinci (kelahiran adalah penderitaan…) di sini dikatakan sebagai khotbah kedua. Khotbah tentang bukan-diri, “juga diucapkan di Benares untuk kepentingan lima bhikkhu.”, | ||
| - | |||
| - | > Demikianlah Ānanda sekarang menjelaskan setiap ajaran. Masing-masing Arahant dengan suara bulat ikut serta dalam Konsili itu. Dan demikianlah saṁyutta-lima-kelompok-unsur-kehidupan disusun dan ditempatkan dalam Khandha Vagga. Juga saṁyutta-enam-alat-indera-dan-delapanbelas-unsur disusun dan ditempatkan dalam Āyatana-dhātu Vagga. Juga saṁyutta-kemunculan-bergantungan-dan-kebenaran-mulia disusun dan ditempatkan dengan nama Paṭiccasamuppāda.((Teks menghilangkan “Vagga”; | ||
| - | > )) Semua ajaran yang diucapkan oleh para siswa ditempatkan dalam Śrāvaka Vagga. Semua ajaran yang diucapkan Sang Buddha ditempatkan dalam Buddha Vagga. Semua yang berhubungan dengan satipaṭṭhāna, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Perhatikan bahwa setelah menunjuk pada Anattalakkhaṇa Sutta, bagian itu berlanjut pada pembicaraan kumpulan teks saṁyutta mengenai kelompok unsur kehidupan. Sekarang, Anattalakkhaṇa Sutta adalah teks fundamental kelompok unsur kehidupan, dan ini adalah fakta yang ditemukan dalam kumpulan utama teks-teks mengenai kelompok unsur kehidupan, yang dinamakan Khandha-saṁyutta. Selanjutnya teks berbicara tentang kumpulan yang berhubungan dengan media perasa. Di sini Ādittapariyaya Sutta adalah teks dasarnya, dan selagi hal tersebut tidak disebutkan pada kisah di atas, pada tradisi Theravāda ini dianggap sebagai khotbah ketiga. Hal ini ditemukan di dalam Salāyatana-saṁyutta. Kategori-kategori “Diucapkan oleh Para Siswa” dan “Diucapkan oleh Sang Buddha” terdapat di dalam Saṁyukta Āgama. Lanjutan berikutnya dengan jelas menuliskan 37 sayap menuju pencerahan. Topik-topik ini adalah tulang punggung dari Magga Vagga (atau Mahā Vagga pada Theravāda) dari Saṁyutta. Akhirnya Sagāthāvagga disebutkan. Jelas, kemudian, bagian ini mengukuhkan Saṁyutta sebagai tubuh sentral dari ajaran-ajaran fundamental, | ||
| - | |||
| - | Jadi kisah Vinaya Mūlasarvāstivāda menyatakan suatu hubungan dekat antara apa yang telah kita identifikasi sebagai khotbah-khotbah paling awal dan kumpulan paling awal. Ia kemudian berlanjut mengatakan bahwa Yang Mulia Mahā Kassapa menyajikan mātikā, daftar isi dari Abhidhamma. Ini tidak disebutkan dalam kisah Theravāda, dan jelas suatu penambahan belakangan. Tetapi ini menarik dalam hal ia menunjukkan apa yang agaknya dianggap sebagai topik-topik dasar dari Abhidharma Mūlasarvāstivāda. Abhidharma ini tidak bertahan, dan topik-topik yang diberikan tidak persis cocok dengan karya Abhidharma mana pun yang ada, tidak bahkan Sarvāstivāda. Namun demikian, terdapat baris-baris kuat dari kelanjutan dengan apa yang akan kita identifikasi sebagai risalah Abhidhamma akar yang umum pada aliran-aliran. | ||
| - | |||
| - | Mātikā adalah yang membuat sangat jelas dan eksplisit poin-poin yang membedakan yang harus diketahui. Demikianlah ia terdiri dari empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) empat perkataan Dhamma (// | ||
| - | )) tanpa-perselisihan (// | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Di sini muncul, lagi-lagi, 37 sayap menuju pencerahan. Topik kebijaksanaan standar – kelompok unsur kehidupan, dan seterusnya – tidak muncul. Kebanyakan item adalah topik dhamma, tetapi dua yang terakhir adalah judul kitab dalam masing-masing Abhidhamma Piṭaka Theravāda dan Sarvāstivāda. Ini mungkin kitab-kitab Abhidhamma yang luas, mungkin menggunakan bersama suatu dasar yang umum dengan nama sama yang ada, dan berhubungan dengan topik-topik kebijaksanaan menurut sistem Mūlasarvāstivāda. | ||
| - | |||
| - | Ini adalah detail yang membingungkan, | ||
| - | |||
| - | === 3.2 Dua Saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Kita tahu bahwa Saṁyutta-saṁyutta yang ada secara substansial tidak teratur, jika hanya karena mereka berbeda antara Pali dan Mandarin. Karena jelas bahwa mereka berhubungan dekat, kita terpaksa menanyakan mengapa mereka berbeda. Mungkin yang satu benar dan yang lain salah, atau lebih mungkin, masing-masing telah berbeda dalam caranya sendiri. Kesamaan struktural antara keduanya menyatakan suatu warisan umum. | ||
| - | |||
| - | Sebelum melihat lebih dekat pada isi Saṁyutta, kita harus dengan singkat menoreh pada sedikit kerancuan istilah yang membingungkan. Kata “saṁyutta”, | ||
| - | |||
| - | > // | ||
| - | |||
| - | > //Khanda// **// | ||
| - | |||
| - | > // | ||
| - | |||
| - | > // | ||
| - | |||
| - | > // | ||
| - | |||
| - | Di sini adalah perbandingan antara Saṁyutta Mandarin yang direkonstruksi dan Pali yang ada. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 3.1: Saṁyutta Sarvāstivāda dan Theravāda** | ||
| - | |||
| - | ^Saṁyukta Āgama Sarvāstivāda^Saṁyutta Nikāya Theravāda | ||
| - | | |1. Sagāthāvagga | ||
| - | | |2. Nidāna Vagga | | ||
| - | |1. Khandha Vagga |3. Khandha Vagga | | ||
| - | |2. Saḷāyatana Vagga |4. Saḷāyatana Vagga | | ||
| - | |3. Nidāna Vagga | | | ||
| - | |4. Sāvakabhāsita Vagga | ||
| - | |5. Magga Vagga |5. Mahā Vagga (= Magga Vagga)| | ||
| - | |6. Buddhabhāsita Vagga | ||
| - | |7. Sagāthāvagga | ||
| - | |||
| - | Perbedaannya tidak sebesar seperti yang terlihat. Kebanyakan bahan yang ditemukan dalam Sāvakabhāsita (“diucapkan oleh para siswa”) dan Buddhabhāsita (“diucapkan oleh Sang Buddha”) Vagga terdistribusi dalam bab-bab kecil yang ditambahkan dalam Vagga-vagga kedua sampai dengan kelima dalam Theravāda. Khanda, Saḷāyatana, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Bucknell telah lebih jauh menunjukkan bahwa komentar Pali memberikan petunjuk tentang suatu masa ketika Nidāna Vagga, bukan Sagāthāvagga, | ||
| - | )) Terdapat suatu bacaan yang ditemukan dalam komentar-komentar pada semua empat Nikāya yang menggambarkan berbagai alasan mengapa Sang Buddha mengajar – sebagai tanggapan pada suatu pertanyaan, dari inspirasi-Nya sendiri, dan seterusnya. Dalam komentar Dīgha, Majjhima, dan Aṅguttara ini muncul dalam komentar pada khotbah pertama dari kumpulan itu; tetapi dalam Saṁyutta ini muncul dalam komentar pada khotbah pertama dalam Nidāna-saṁyutta. Karena Bhikkhu-saṁyutta berada pada akhir Nidāna Vagga Theravāda tetapi pada awal Sagāthāvagga Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Keseluruhan struktur dari Saṁyutta Nikāya/ | ||
| - | )) Lima kelompok unsur kehidupan dan enam alat indera berhubungan dengan kebenaran mulia pertama; kemunculan yang saling bergantungan (Nidāna-saṁyutta) pada kebenaran mulia kedua dan ketiga; dan sang jalan adalah kebenaran mulia keempat. Kita dapat menunjuk pada topik-topik pokok ini dalam pengertian umum sebagai “saṁyuttamātikā”. Kita menyebutkan di atas bahwa tulang punggung dari Magga Vagga ini adalah 37 sayap menuju pencerahan; dalam Mandarin ini dipertahankan dalam suatu urutan yang lebih dekat mengikuti urutan Sutta standar.((CDB, | ||
| - | )) Oleh karenanya kita memiliki sejumlah indikasi bahwa versi Mandarin lebih dapat dipercaya secara struktural daripada Pali: posisi Bhikkhu-saṁyutta; | ||
| - | |||
| - | Kita telah menjadi begitu terbiasa menganggap 37 sayap menuju pencerahan sebagai suatu kumpulan ajaran standar yang kita pikir secara otomatis bahwa Magga Vagga dikumpulkan dengan mengambil daftar itu dan mengumpulkan khotbah-khotbah yang sesuai di bawah masing-masing topik. Tetapi mungkin situasinya adalah sebaliknya: daftar 37 sayap menuju pencerahan telah diringkaskan dari topik-topik Magga Vagga. Khotbah-khotbah yang muncul pertama kali; mereka dikumpulkan berdasarkan topik; kumpulan-kumpulan itu diberikan judul-judul; | ||
| - | |||
| - | Ini membantu menjelaskan beberapa ciri khas yang membingungkan dari daftar itu. Sebagai contoh, lima kemampuan spiritual dan lima kekuatan spiritual terdiri dari persis dhamma-dhamma yang sama, dan tidak ada alasan yang jelas mengapa kumpulan ini diulangi. Mereka secara tradisional dijelaskan sebagai kualitas-kualitas yang sama pada tingkatan yang berbeda; tetapi ini bukanlah bagaimana Saṁyutta melihatnya.((SN 48.43. | ||
| - | )) Situasi ini bahkan lebih aneh dalam Saṁyutta Theravāda, karena Bala-saṁyutta hampir bersifat berlebihan, hanya menjadi serangkaian perulangan tentang kekuatan-kekuatan spiritual. Tetapi Bala-saṁyukta Sarvāstivāda memiliki kumpulan teks yang substansial, | ||
| - | |||
| - | Terlihat dalam cara ini keseluruhan Saṁyutta adalah suatu pemaparan besar-besaran dari empat kebenaran mulia. Ini adalah anggapan tradisional dari aliran-aliran; | ||
| - | |||
| - | === 3.3 Topik-Topik Abhidhamma Akar === | ||
| - | |||
| - | Marilah sekarang mempertimbangkan lapisan teks kita yang ketiga dan terakhir, Abhidhamma-abhidhamma. Topik-topik yang diuraikan dalam Saṁyutta tetap sangat dekat dengan ajaran-ajaran pokok yang ditetapkan dalam khotbah-khotbah paling awal. Banyak khotbah dalam Saṁyutta, kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Ia memberikan banyak rincian; namun ia mengabaikan beberapa poin yang berhubungan. Fragmen Dharmaskandha dari Gilgit memiliki kemunculan bergantungan yang membawa sampai dengan 5 sila. Ini menyatakan bahwa urutan dalam Mandarin telah kacau, mungkin oleh perubahan penyusunan naskah-naskah kuno yang tidak disengaja. Jika kita menggerakkan ajaran-ajaran kebijaksanaan – dari kemampuan-kemampuan ke kemunculan bergantungan – sampai ke awal, ini akan mengembalikan hubungan antara kemunculan bergantungan dan 5 sila, dan juga membuat struktur Dharmaskandha secara luas sama dengan Vibhaṅga dan Śāriputrābhidharma (serta Saṁyutta). Kita tidak dapat memastikan perubahan itu bersifat kebetulan, walaupun, bagi struktur yang ada tentunya rasional, berhubungan dengan kelompok tiga yang klasik dari tata susila, samādhi, dan pemahaman. Dalam aspek ini Dharmaskandha sama dengan risalah Theravāda yang belakangan, Visuddhimagga. | ||
| - | |||
| - | Ciri khas yang mengherankan lainnya dari Dharmaskandha adalah bahwa ia menghilangkan jalan mulia berunsur delapan. Ini ada dalam risalah awal mula; penghilangan ini pasti tidak disengaja. Mungkin ia hanya jatuh dari naskah kuno itu, atau salah ditempatkan. | ||
| - | |||
| - | Dalam tabel berikut ini faktor-faktor yang sama pada semua tiga teks ini dicetak tebal. Bahkan faktor-faktor itu tidak digunakan bersama oleh semua tiga teks ini, tetapi, hampir semua memiliki asal yang sama di tempat lain dalam Sutta atau Abhidharma. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 3.2: Tiga Versi Mātikā Abhidhamma Dasar** | ||
| - | |||
| - | ^Vibhaṅga Theravāda | ||
| - | |**5 kelompok unsur kehidupan** | ||
| - | |**12 alat indera** | ||
| - | |**36 unsur** | ||
| - | |**4 kebenaran mulia** | ||
| - | |**22 kemampuan** | ||
| - | |**Kemunculan bergantungan** | ||
| - | |**4 satipaṭṭhāna** | ||
| - | |**4 usaha benar** | ||
| - | |**4 landasan kekuatan** | ||
| - | |**7 faktor pencerahan** | ||
| - | |**Jalan mulia berunsur 8** |**4 jhāna** | ||
| - | |**4 jhāna** | ||
| - | |4 kediaman luhur |4 tak berbentuk | ||
| - | |**5 sila** | ||
| - | |4 pembedaan | ||
| - | |Khuddakavatthu((Suatu daftar kekotoran-kekotoran; | ||
| - | |Ñāṇavibhaṅga((Suatu daftar pengetahuan, | ||
| - | |Dhammahadaya((Suatu karya Abhidhamma independen dengan mātikā-nya sendiri: kelompok-kelompok unsur kehidupan, 18 unsur, kebenaran-kebenaran, | ||
| - | | |**5 kelompok unsur kehidupan**|**4 jhāna** | ||
| - | | |**62 unsur** | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |||
| - | === 3.4 Tiga Lapisan Dibandingkan === | ||
| - | |||
| - | Karena kita telah memiliki beberapa gagasan tentang isi masing-masing dari tiga lapisan, kita dapat mempertimbangkan hubungan antara mereka. Di sini adalah suatu daftar perbandingan dari ajaran-ajaran utama dalam lapisan-lapisan ini, dengan menghilangkan hal-hal sekunder. Dalam bagian Abhidhamma saya telah mengidentifikasi teks-teks persisnya dari mana Vibhaṅga Theravāda telah mengambil sumber bahannya.((Lebih rinci didaftarkan dalam lampiran pada edisi Pali PTS dari Vibhaṅga, pg. 437. | ||
| - | )) Teks-teks yang meragukan atau berbeda ditandai dengan sebuah tanda bintang. | ||
| - | |||
| - | Pertama sebuah catatan tentang usaha dan landasan-landasan untuk kekuatan batin. Bab-bab ini ditemukan di tempat lain dalam Mandarin, tetapi bersama-sama dengan bagian dari bab tentang kemampuan-kemampuan yang telah mereka hilangkan dari Saṁyutta Mandarin yang ada disebabkan oleh suatu kegagalan dalam penyebaran teks-teks. Mungkin naskah kuno hanya salah diarsipkan dan belakangan hilang. Anehnya, sebuah bacaan dari “Kehidupan Raja Aśoka” (Aśokarājavadāna), | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Kesepahaman itu mengejutkan, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 3.3: Tiga Lapisan Paling Awal** | ||
| - | |||
| - | ^Khotbah | ||
| - | |Kebenaran-kebenaran [mulia] | ||
| - | |Kelompok-kelompok unsur kehidupan|Kelompok-kelompok unsur kehidupan | ||
| - | |Alat indera | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |Asal mula [dukkha] | ||
| - | |Kekotoran-kekotoran | ||
| - | | | ||
| - | |Lenyapnya [dukkha] | ||
| - | | | ||
| - | |Jalan mulia berunsur 8 | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |||
| - | === 3.5 Saṁyutta-Mātikā dalam Mahāyāna === | ||
| - | |||
| - | Bertahannya saṁyutta-mātikā dalam Abhidharma tidak mengejutkan. Ini lebih menarik bagaimana pentingnya ia tetap bagi Mahāyāna juga. Saṁyutta-mātikā bersifat pokok pada struktur Sūtra Hati, dan demikian pada Prajñāpāramitā dan Mahāyāna secara umum. Sūtra Hati, yang biasanya dianggap berasal dari masa abad ke-2 M, dimulai dengan Avalokiteśvara melihat bahwa lima kelompok unsur kehidupan adalah kosong dari “inti intrinsik” (// | ||
| - | |||
| - | Saṁdhinirmocana Sūtra memberikan suatu kisah yang lebih eksplisit (dan memikat perhatian) tentang apakah masalah itu.((T № 676. Saya menggunakan Keenan, yang berdasarkan versi Mandarin. Versi digunakan dalam terjemahan Perancis oleh Étienne Lamotte, // | ||
| - | )) Teks ini disusun pada abad kedua M untuk membangun prinsip penafsiran teks dari aliran Yogacāra. Serangan utama bahwa pemahaman konseptual dari rincian hal-hal – suatu penunjukan yang jelas terhadap aliran-aliran Abhidhamma – lahir dari imajinasi dan konstruksi-pikiran, | ||
| - | |||
| - | > Yang Mulia Subhūti berbicara kepada Sang Buddha dan mengatakan: “Yang Dijunjung Dunia, di dunia makhluk-makhluk hidup, aku mengetahui sedikit yang menyatakan pemahaman mereka tanpa kesombongan, | ||
| - | |||
| - | > “Beberapa mengemukakan pemahaman mereka tentang kelompok-kelompok unsur kehidupan, karakteristiknya, | ||
| - | > )) [= usaha benar], landasan kekuatan batin, kemampuan spiritual, kekuatan spiritual, faktor-faktor pencerahan, atau tentang jalan mulia berunsur delapan dengan cara yang sama.” | ||
| - | |||
| - | > “… mereka semua sangat menyayangi kesombongan mereka, dan, karena mereka melekat pada kesombongan itu, mereka tidak dapat memahami satu rasa universal dari kebenaran tentang makna tertinggi.” | ||
| - | |||
| - | > Kemudian Yang Dijunjung Dunia berbicara kepada Subhūti dan mengatakan: “Inilah demikian, Subhūti, karena Aku telah tercerahkan pada kebenaran dari makna tertinggi yang adalah satu rasa universal, paling halus, paling mendalam, paling sulit untuk diukur. Setelah tercerahkan, | ||
| - | |||
| - | > “Lebih jauh lagi, Subhūti, segera setelah para bhikkhu yang berlatih yang mengembangkan samādhi telah memahami demikian dari satu kelompok, ketanpa-dirian dari ajaran tentang makna tertinggi, mereka tidak akan terlibat dalam menganalisis satu per satu kelompok-kelompok unsur kehidupan, alat indera, kemunculan bergantungan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Teks itu berlanjut menunjuk pada daftar dhamma ini sebagai suatu paradigma pokok: | ||
| - | |||
| - | > “Yang Dijunjung Dunia dalam sangat banyak khotbah telah menjelaskan kelompok-kelompok unsur kehidupan… alat indera… kemunculan bergantungan… makanan… kebenaran-kebenaran [mulia]… satipaṭṭhāna… usaha-usaha benar… landasan kekuatan batin… kemampuan spiritual… [teks menghilangkan kekuatan spiritual]… faktor-faktor pencerahan… jalan mulia berunsur delapan.”((Keenan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Yang Dijunjung Dunia telah menunjukkan aspek lain [dari ajaran-Nya, yaitu, selain dari ajaran tentang kekosongan tertinggi] bahwa makna tertinggi adalah tanpa inti dalam penunjukan pada pola dari kesempurnaan penuh, isi yang dimurnikan dari pemahaman yang adalah bukan-diri dari semua hal, yang adalah demikian, yang adalah pola dari kesempurnaan penuh. Ini adalah bagaimana kelompok-kelompok unsur kehidupan… alat indera… 12 cabang keberadaan [= kemunculan bergantungan]… empat makanan… enam dan delapan belas unsur harus dijelaskan…. [juga] satipaṭṭhāna, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ajaran-ajaran ini menjadi begitu familiar sehingga teks sering menyingkatkan, | ||
| - | )) atau jika tidak “kelompok-kelompok unsur kehidupan, enam alat indera internal, enam alat indera eksternal, dan sedemikian.”((Keenan, | ||
| - | )) Sekarang, kita telah menunjuk pada daftar umum dari topik-topik ini sebagai “saṁyutta-mātikā”. Kesamaan antara daftar ini dan Saṁyutta tidak dapat disangkal; tetapi dalam banyak kasus dalam Abhidhamma, dan seterusnya, situasinya diperumit oleh penambahan atas faktor-faktor lainnya. Jadi seseorang dapat mencurigai bahwa di sini kita hanya memiliki suatu kesamaan dari gagasan-gagasan, | ||
| - | |||
| - | Marilah kita membandingkan daftar ini, yang diulangi dengan kesesuaian yang masuk akal di seluruh Saṁdhinirmocana Sūtra, dengan Saṁyukta Sarvāstivāda. Kita akan menggunakan saṁyutta-saṁyutta yang diidentifikasi dalam Yogacārabhūmiśāstra sebagai bab-bab ajaran yang utama (di mana lebih banyak di bawah ini), meninggalkan saṁyutta-saṁyutta kecil dan yang diucapkan oleh para siswa. Tanda sudut (< >) menunjukkan di mana saṁyutta-saṁyutta telah dihilangkan. Dalam kedua kasus kita mempertahankan urutan awal. Kita juga memberikan daftar topik-topik dalam definisi Yogacārabhūmiśāstra tentang sutta //aṅga// dalam bagian Śrāvakabhūmi. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 3.4: Tiga Versi Saṁyukta Mātikā** | ||
| - | |||
| - | ^Saṁyukta Sarvāstivāda | ||
| - | |Kelompok unsur kehidupan((Khandha-saṁyutta dalam SA dan SN diikuti oleh Rādha dan Diṭṭhi Saṁyutta, yang benar-benar hanya lampiran pada Khandha-saṁyutta. Ini sama dengan hubungan antara Satipaṭṭhāna- dan Anuruddha-saṁyutta.))|Kelompok unsur kehidupan | ||
| - | | | ||
| - | |Alat indera | ||
| - | |Kemunculan bergantungan | ||
| - | |Makanan (empat) | ||
| - | |Kebenaran [mulia] | ||
| - | |Unsur-unsur | ||
| - | |Perasaan | ||
| - | |< > | |Śrāvaka | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |Satipaṭṭhāna | ||
| - | |Usaha benar (hilang) | ||
| - | |Landasan kekuatan (hilang) | ||
| - | |Kemampuan spiritual | ||
| - | |Kekuatan spiritual | ||
| - | |Faktor pencerahan | ||
| - | |Jalan mulia berunsur delapan | ||
| - | | | ||
| - | |Ānāpānasati | ||
| - | |Pelatihan (berunsur tiga) |(tidak ada) | ||
| - | |Pemasuk-arus | ||
| - | |< > | | | | ||
| - | |||
| - | Korelasinya tidak hanya dekat, ini hampir persis. Yang terutama sekali relevan adalah kebetulan dari empat makanan, yang bukan standar (Theravāda memasukkan topik ini di bawah kemunculan bergantungan), | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 4: GIST 4 - Aṅga-aṅga ==== | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang dapat berpindah ke pertanyaan utama yang terakhir dari GIST: apakah hubungan antara teks-teks tulang punggung ini dan sisa khotbah-khotbah? | ||
| - | |||
| - | Arti penting utama dari aṅga adalah bahwa mereka merupakan sistem paling awal yang tercatat untuk mengelompokkan ajaran-ajaran. Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | === 4.1 Sembilan dan Dua Belas === | ||
| - | |||
| - | Terdapat suatu daftar dari sembilan aṅga, yang dianggap merupakan jumlah ajaran-ajaran Sang Buddha, yang sama dalam Nikāya-nikāya Pali awal: //sutta//, //geyya//, // | ||
| - | )) dan oleh sebab itu mungkin mendahului perpecahan pertama. Daftar ini biasanya bertambah menjadi dua belas dalam Sanskrit (dengan penambahan // | ||
| - | |||
| - | Beberapa item belakangan (// | ||
| - | |||
| - | > Pengelompokan [aṅga] ini tidak berhubungan dengan pembagian nyata mana pun dari kanon, tetapi mendaftarkan gaya kesusasteraan yang diwakili dalam penulisan kanonik. Satu teks yang sama dapat dikelompokkan dalam beberapa gaya pada waktu yang sama, bergantung pada di mana karakteristiknya dianggap.((Lamotte (1976), pg. 144. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Lamotte sangat tepat mengatakan bahwa pengelompokan aṅga bersifat rancu. Ini, bagaimanapun juga, tidak menunjukkan bahwa hal itu tidak pernah digunakan sebagai suatu pembagian nyata dari ajaran-ajaran, | ||
| - | |||
| - | Alasan paling utama untuk mempertimbangkan aṅga-aṅga sebagai hanya gaya alih-alih suatu struktur aktual adalah bahwa beberapa aṅga, khususnya tiga yang pertama, tidak muncul sebagai judul-judul kumpulan; dan karena, dari aṅga-aṅga yang merupakan judul-judul dari kumpulan-kumpulan yang ada, kitab-kitab yang mengandung judul-judul ini umumnya dianggap telah disusun lebih belakangan daripada khotbah-khotbah awal di mana daftar itu pertama kali muncul. Tetapi, lebih mungkin bahwa daftar yang paling awal mungkin lebih pendek, dan bahwa seraya kitab-kitab lain disusun nama-nama mereka ditambahkan ke dalam daftar itu. Ini adalah suatu hipotesis yang sedikit radikal daripada dalil bahwa gagasan dari suatu kumpulan kanonik pada masa Sang Buddha diciptakan dan dimasukkan secara retrospektif. Perbedaan antara daftar Pali dan Sanskrit menegaskan bahwa beberapa penambahan pasti telah dibuat, setidaknya untuk item-item tambahan dalam Sanskrit. Di sini kita akan secara singkat membahas aṅga-aṅga yang belakangan sebelum kembali pada pertimbangan yang lebih mendalam terhadap tiga yang pertama. Tidak ada dari pertalian ini yang tidak diperdebatkan. Tetapi, kita dapat mengembangkan bahwa mungkin, bahkan masuk akal, bahwa mereka menunjuk pada pengelompokan teks-teks yang khusus, di mana banyak darinya masih tersedia. | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | )) Sutta Nipāta tidak ditemukan di luar tradisi Pali sebagai suatu kumpulan, tetapi banyak teks-teks individual diketahui (Khaggavisana, | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | )) dan Cakkavattisīhanāda Sutta.((DN 26/DA 6/MA 70 | ||
| - | )) Perhatikan bahwa dua khotbah ini berpasangan dalam Dīgha Theravāda dan Dharmaguptaka. Sarvāstivādin menyukai untuk menempatkan keduanya dalam Madhyama mereka, di mana, namun demikian, mereka tidak berpasangan. Teori ini mendapatkan dukungan dalam beberapa sumber di luar Theravāda, yang memperlakukan // | ||
| - | )) dalam Śrāvakabhūmi dari Yogacārabhūmiśāstra ia mengatakan ini menunjuk pada “apa pun yang berhubungan dengan praktik sebelumnya.”((Śrāvakabhūmi, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Jika daftar aṅga yang diperluas ditambahkan kemudian pada tiga yang pertama, lebih mungkin bahwa //jātaka// di sini menunjuk pada kitab tersebut, setidaknya pada suatu versi yang lebih awal. Kitab Jātaka kanonik hanya mengandung syair-syair yang mengisahkan inti kisah; karya ini hampir tidak pernah ditemukan secara independen. Ini harus dibandingkan dengan Udāna/ | ||
| - | |||
| - | “Kisah-kisah dari masa sekarang” ini mensyaratkan suatu tahap dalam perkembangan ajaran bodhisatta secara signifikan di muka dari khotbah-khotbah awal. Evolusi penggunaan ini dapat ditelusuri dalam Nikāya-nikāya/ | ||
| - | )) Versi Sanskrit dari teks ini, walaupun tidak lengkap, kelihatannya sama dalam hal ini. Hal yang sama juga ditemukan dalam Tathāgata-acchariya Sutta dari Aṅguttara.((AN 4.127/MA 32*/EA 25.3*. | ||
| - | )) Acchariyaabbhūta Sutta (suatu penyesuaian kisah Vipassī pada Buddha “kita”) memperluas lingkup istilah itu mundur pada kelahiran sebelumnya di Tusita.((MN 123.3. | ||
| - | )) Versi Sarvāstivādin dari teks yang sama mengambil langkah penting dengan menyatakan bahwa pada masa Kassapa, Buddha sebelumnya, bodhisatta membuat ikrar untuk menjadi seorang Buddha masa depan, suatu gagasan yang tidak ditemukan dalam tradisi awal.((MA 32. | ||
| - | )) Dari sana bukanlah loncatan besar untuk membayangkan calon Buddha yang berusaha keras melalui tak terhitung kehidupan dalam perjuanganNya atas Kebuddhaan. | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | )) Dua khotbah itu muncul bersama dalam Theravāda dan Sarvāstivāda. Dalam Sarvāstivāda keduanya membentuk pasangan terakhir pada bab kedua terakhir; dengan demikian, dengan mengingat bahwa unit tekstual kelihatannya sering dipindahkan dalam bab-bab (vagga-vagga) dari sepuluh atau sekian khotbah, keduanya mungkin pada satu tahap telah menjadi khotbah terakhir dalam Majjhima.((Segera sebelum dua Vedalla adalah sekelompok dari tiga khotbah yang muncul bersama dan dalam urutan yang sama dalam kedua Majjhima: MN 77/MA 207 Mahāsakaludāyin; | ||
| - | )) Namun demikian, judul “Vedalla” hanya digunakan dalam Theravāda; versi Sarvāstivādin yang sama dinamakan menurut tokoh utama, Mahā Koṭṭhita dan Bhikkhuni Dhammadinna. Kata //vedalla// tidak muncul dalam isi teks sama sekali, sehingga, seperti Itivuttaka, sangat mungkin bahwa istilah itu hanya ditempelkan pada khotbah-khotbah itu pada masa yang belakangan. Dalam kenyataannya, | ||
| - | )) Hanya asal kata yang kedua memiliki hal yang meyakinkan, walaupun seperti yang dikatakan di atas, maknanya lebih mungkin sebagai “memisahkan” dalam pengertian “analisis”. | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | |||
| - | Tiga aṅga berikut hanya muncul dalam daftar Sanskrit. | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | )) Ini menyatakan suatu hubungan dengan Peṭakopadesa (“Petunjuk-petunjuk dalam Piṭaka”), | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | |||
| - | **// | ||
| - | )) Yang pertama dari penjelasan ini agaknya menunjuk pada // | ||
| - | |||
| - | Terdapat, kenyataannya, | ||
| - | )) //Nidāna// adalah kisah awal mula untuk aturan-aturan, | ||
| - | |||
| - | Kerancuan klasifikasi ini mencerminkan cara yang mengagumkan Vinaya-vinaya mencampurkan hagiografis (riwayat hidup orang suci) dan prosa. Sebagai contoh //locus classicus// [bacaan standar yang sering dikutip sebagai ilustrasi] untuk // | ||
| - | |||
| - | > “Mungkin ditanyakan: ‘Dengan judul apa kitab ini disebut?’ di mana kita menjawab, Mahāsaṅghika menyebutnya ‘Mahāvastu’’”; | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Demikianlah masing-masing aliran memiliki versinya sendiri, yang hanyalah variasi pada tema yang sama. Abhiniśkramana Sūtra memasukkan beberapa pernyataan, mungkin oleh para penerjemah yang belakangan, pada beberapa dari variasi ini. Sebagai contoh, mengenai pertanyaan penting tentang seberapa jauh kuda Bodhisatta berjalan pada malam Beliau meninggalkan istana; teks itu mengatakan dua league (satu league sekitar tiga mil), Mahāsaṅghika mengatakan dua belas, tetapi Theravādin mengatakan seratus.((Beal (1985), pg. 140. | ||
| - | )) “Kisah Agung” Sang Buddha menjadi subjek perluasan hampir sama tidak terbatasnya dengan lingkaran samsara, dan tetapi bahkan dalam versi-versi yang paling rinci, ajaran-ajaran dasar, seperti Dhammacakkappavattana Sutta, berulang dalam bentuk yang hampir sama, seperti gumpalan kecil emas yang tercuci sepanjang arus sungai; arus itu sendiri terus-menerus berubah, walau tetap secara kasar aliran yang sama, tetapi gumpalan itu tetap tidak bernoda dan sangat lambat untuk berubah. Sebagai suatu gaya kesusasteraan, | ||
| - | |||
| - | === 4.2 Sutta, Geyya, Vyākaraṇa === | ||
| - | |||
| - | Maka tidak ada alasan yang sangat kuat untuk menerima pandangan bahwa aṅga-aṅga hanyalah gaya sastra alih-alih tubuh-tubuh kitab yang diorganisasi. Banyak dari aṅga-aṅga yang belakangan dapat dihubungkan dengan cara yang sama dengan judul-judul teks-teks yang masih ada. Bahkan dalam kasus dari istilah-istilah tersebut yang bukan judul dari kitab-kitab yang berdiri sendiri, seperti //vedalla// dan // | ||
| - | |||
| - | Karena ini adalah kasusnya dengan aṅga-aṅga yang belakangan, tiga aṅga pertama juga mulanya telah menjadi kelompok-kelompok teks yang dapat dikenali, bagian-bagian yang berbeda dalam suatu kerangka yang lebih besar. Mempertimbangkan konservatisme dari literatur agama pada umumnya, dan Buddhisme pada khususnya, sangat tidak mungkin bahwa tidak ada sisa-sisa dari struktur ini dipertahankan dalam kanon-kanon yang ada. | ||
| - | |||
| - | Terdapat alasan-alasan yang bagus untuk memperlakukan tiga aṅga pertama sebagai yang berbeda dari, dan lebih awal daripada, aṅga-aṅga yang belakangan. Yin Shun menunjukkan bahwa Mahā Suññatā Sutta, dalam versi Sarvāstivāda dan Theravāda, memberikan daftar hanya tiga yang pertama: //sutta, geyya, vyākaraṇa// | ||
| - | )) Ia mengambil ini untuk menunjukkan bahwa tiga ini adalah secara historis yang paling awal. Mempertimbangkan kekonsistenan dengan mana teks-teks Theravāda memperlakukan aṅga-aṅga, | ||
| - | )) Di sini paragraf yang relevan dari teks Pali. | ||
| - | |||
| - | > “Ānanda, tidak layak bagi seorang siswa untuk mengikuti seorang Guru untuk kepentingan // | ||
| - | > )) Mengapa demikian? Selama waktu yang lama, Ānanda, engkau telah mempelajari ajaran-ajaran, | ||
| - | |||
| - | Di sini tiga aṅga jelas menunjuk pada sekumpulan kitab yang telah terformalisasi. Dicatat kerancuan: ini adalah referensi khas pada pembelajaran formal atas Dhamma dalam khotbah-khotbah awal; pembelajaran didorong, tetapi bukan sebagai akhir itu sendiri. Bacaan-bacaan demikian, yang sangat umum, mungkin mendahului penyusunan Tipitaka di Sri Lanka, karena di sana Sangha memutuskan bahwa kitab muncul sebelum praktik.((Lihat garis waktu dalam pendahuluan Ñāṇamoli’s dalam //The Path of Purification//, | ||
| - | )) Mereka tidak menemukan bacaan-bacaan demikian yang bersifat kritis atas posisi mereka sendiri; dalam kenyataannya sangat mengagumkan bahwa mereka mempertahankan sangat banyak bacaan yang secara tegas menempatkan praktik di atas kitab suci. Penyebutan hubungan erat Yang Mulia Ānanda dengan tiga aṅga di sini membangkitkan minat; Dhamma yang dipelajari olehnya adalah //sutta//, //geyya//, dan // | ||
| - | |||
| - | Bukti yang lebih jauh datang dari Mahā Parinirvāṇa Sūtra Sanskrit, yang telah diterbitkan sebagai suatu versi lengkap yang telah direkonstruksi, | ||
| - | )) Ini sangat tampak seakan-akan daftar awal mula dari tiga dilengkapi kemudian. Ciri khas yang persis sama muncul dua kali dalam suatu daftar Sanskrit dari dua belas aṅga dalam Śrāvakabhūmi dari Yogacārabhūmiśāstra oleh Asaṅga.((Śrāvakabhūmi, | ||
| - | )) Teks ini kemudian beberapa kali memberikan hanya tiga yang pertama, dan kemudian hanya mengatakan bahwa daftar itu seharusnya diperluas seperti sebelumnya.((Śrāvakabhūmi, | ||
| - | )) Kejelasan dari tiga yang pertama juga dinyatakan dalam cara Asaṅga berkomentar tentang ketiganya. Dalam Śrāvakabhūmi dan Abhidharmasamuccaya ia mengatakan //geyya// adalah “sutta-sutta yang membutuhkan penjelasan lebih jauh”, dan // | ||
| - | )) Ini memperlakukan keduanya sebagai pasangan yang berhubungan erat; penjelasan itu sangat dekat pada penafsiran kita atas istilah-istilah ini. | ||
| - | |||
| - | Kasus lain yang menarik adalah dalam dua karya Pali tentang penafsiran tekstual, Netti dan Peṭakopadesa. Kedua karya ini menganggap Empat Kebenaran Mulia sebagai kunci dan inti dispensasi Sang Buddha, dengan menunjuk semua ajaran lain kembali padanya. Peṭakopadesa dengan eksplisit menghubungkan Dhammacakkappavattana Sutta dan aṅga-aṅga: | ||
| - | |||
| - | > Antara malam pencerahan-Nya dan malam Parinibbāna-Nya tanpa kemelekatan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Karya-karya ini disusun pada suatu masa ketika kanon lebih kurang terorganisasi seperti sekarang, dengan menunjuk bagian-bagian demikian seperti “Saṁyutta Nikāya”, dan seterusnya, dan menggunakan istilah khusus Abhidhamma. Peṭakopadesa menyebutkan aṅga yang berunsur sembilan hanya dua kali, | ||
| - | )) Netti tidak sama sekali. Ini sedikit mengherankan bagi karya-karya yang menjelaskan dalam sangat panjang bagaimana menganalisis khotbah-khotbah. | ||
| - | |||
| - | Peṭakopadesa memperlakukan //sutta// sangat luas, mencakup semua ajaran. Salah satu dari tujuan utama karya itu adalah untuk menjelaskan berbagai prinsip dengan cara mana suatu khotbah dapat ditafsirkan dengan ajaran-ajaran yang ditemukan dalam khotbah-khotbah lain. Setelah menjelaskan beberapa prinsip demikian, ia sering kali mengatakan bahwa // | ||
| - | )) sementara ia tidak eksplisit, ini terlihat sepertinya tiga aṅga pertama, walaupun kata aṅga tidak digunakan; //gāthā// adalah sebuah sinonim untuk //geyya//, dan //geyya// sering dijelaskan sebagai “dengan // | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Tidak segera jelas apa yang bacaan Peṭakopadesa maksud. Mungkin, seperti yang dinyatakan terjemahan Nanamoli, bacaan itu mengatakan bahwa //sutta//, keseluruhan ajaran, dapat dibagi ke dalam syair (// | ||
| - | )) Tetapi ini tidak mencerminkan makna awal aṅga-aṅga sangat dekat. Perlakuan //gāthā// dan // | ||
| - | |||
| - | Terdapat setidaknya satu bacaan yang lebih dekat pada penggunaan kita, dan bahkan melibatkan saṁyutta mātikā. Peṭakopadesa menjelaskan enam “jalan masuk” (// | ||
| - | )) Ñāṇamoli menerjemahkan bacaan ini dengan berbeda, dengan mengatakan “tidak ada Benang [// | ||
| - | )). Ini dapat dibenarkan mempertimbangkan penggunaan yang lebih dari biasanya dari tiga istilah ini dalam teks ini seperti yang telah kita catat di atas, tetapi edisi Peṭakopadesa saya memiliki “// | ||
| - | |||
| - | Urutan dari tiga aṅga pertama hampir selalu tetap, sedangkan faktor-faktor yang belakangan menunjukkan banyak variasi dalam isi dan urutan.((Namun terdapat beberapa variasi. Menurut Lamotte, Saddharmapuṇḍarīka Sūtra memiliki: //sūtra, gāthā, itivuttaka, jātaka, abbhūtadhamma, | ||
| - | )) Ini adalah petunjuk lain bahwa tiga pertama adalah lebih awal. Sebagai contoh Vinaya Dharmaguptaka memberikan daftar Kśudraka Āgama (tidak ada lagi) sebagai: //jātaka, itivuttaka, nidāna, vedalla, abbhūtadhamma, | ||
| - | |||
| - | Jadi tiga aṅga pertama adalah yang paling awal, atau setidaknya adalah yang pertama dikembangkan sebagai kanonik, sedangkan aṅga-aṅga berikutnya perlahan-lahan diperluas. Namun, tidak semua jelas persis apa yang mereka tunjukkan. Di sini sedikit penyelidikan dibutuhkan. | ||
| - | |||
| - | Sebagai salah satu dari tiga aṅga, //sutta// bermakna hanya satu bagian dari ajaran dan tidak dapat menjadi istilah umum untuk semua khotbah, seperti yang ia maksudkan belakangan. Makna akar //sutta// adalah “benang”, | ||
| - | |||
| - | Risalah awal tentang metode tafsir, Netti, memberikan suatu penjelasan yang aneh untuk kata //sutta// dalam empat rujukan besar, yang diajarkan oleh Sang Buddha sesaat sebelum Beliau wafat.((DN 16.4.7ff./ | ||
| - | )) Rujukan besar ini menyatakan bahwa jika bhikkhu, guru, silsilah, atau tradisi mana pun, betapa pun terpelajarnya dan terhormatnya, | ||
| - | )) Ini adalah, tentu saja, isi ajaran utama dari Dhammacakkappavattana Sutta, dan saya yakin kita memiliki suatu relik dari suatu makna awal dari //sutta//: pernyataan-pernyataan ajaran dasar, khususnya khotbah pertama. Saya pikir Netti terutama di sini, dan bahwa ketika Sang Buddha mengatakan pada kita untuk mengambil // | ||
| - | |||
| - | Aṅga kedua, //geyya//, lebih sedikit sulit ditafsirkan. Ini secara konsisten dianggap sebagai campuran prosa dan syair, dan Yogacārabhūmiśāstra dan komentar Theravāda mengidentifikasinya dengan Sagāthāvagga dari Saṁyutta Nikāya. Tetapi, terdapat // | ||
| - | |||
| - | Kata // | ||
| - | )) berarti “jawaban” (ia juga dapat berarti “tata bahasa” dan “ramalan”, | ||
| - | )) Makna dari // | ||
| - | )) Ini sendiri menyatakan bahwa kita mencari // | ||
| - | )) Di sini makna // | ||
| - | )) Dalam Aṅguttara kita diberitahukan tentang empat jenis “jawaban (// | ||
| - | )) Perhatikan bahwa sebuah vibhaṅga, yang adalah sebuah kelompok kunci dari ajaran-ajaran doktrinal, di sini dijelaskan sebagai suatu jenis dari // | ||
| - | |||
| - | Pengertian umum atas // | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Abhidharmasamuccaya oleh Asaṅga mengatakan: | ||
| - | |||
| - | > Apakah // | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Makna pertama di sini seharusnya // | ||
| - | |||
| - | Secara khusus, kita jarang menemukan suatu ajaran siswa dalam cara ini. Para siswa hampir selalu mengajar dalam bentuk suatu tanya jawab antara dua orang bhikkhu, atau antara seorang bhikkhu dan Sang Buddha, atau ajaran, walau diberikan oleh seorang bhikkhu, diungkapkan dalam bentuk tanya jawab “retoris”. Terdapat sedikit pengecualian; | ||
| - | |||
| - | Di sini adalah suatu contoh bagus dari // | ||
| - | |||
| - | > Pada suatu saat, banyak bhikkhu senior yang berdiam di Macchikāsaṇḍa, | ||
| - | |||
| - | > Beberapa bhikkhu senior menjawab (// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam kasus ini para bhikkhu senior beralih kepada Citta sang perumah tangga, yang menjelaskan bagaimana keduanya sesungguhnya berbeda dalam makna: | ||
| - | |||
| - | > “… mata bukan belenggu dari bentuk-bentuk yang dapat dilihat, ataupun bentuk-bentuk yang dapat dilihat bukanlah belenggu dari mata; tetapi alih-alih keinginan dan nafsu yang muncul di sana dengan bergantung pada keduanya – itulah belenggu di sana.” | ||
| - | |||
| - | Sekarang, saya pikir penggunaan // | ||
| - | )) Perhatikan bahwa jawaban itu diungkapkan dalam istilah enam alat indera; Citta menyesuaikan suatu sutta khusus dari Saḷāyatana-saṁyutta (SN 35.109/SA 239) untuk membuat // | ||
| - | |||
| - | Terdapat beberapa kerancuan tentang batasan persis dari bentuk // | ||
| - | |||
| - | === 4.3 Tiga Aṅga dan Khotbah-khotbah Pertama === | ||
| - | |||
| - | Marilah kita mempertimbangkan lagi khotbah-khotbah pertama. Ini jatuh ke dalam tiga pembagian. Khotbah pertama, Dhammacakkappavattana Sutta, adalah teks akar yang menetapkan pernyataan ajaran yang paling dasar. Khotbah yang kedua dan ketiga adalah serupa satu sama lain dan termasuk bersama-sama dalam pembagian kedua. Keduanya adalah pemaparan yang lebih rinci dari gagasan-gagasan yang disebutkan secara singkat dalam khotbah pertama: komentar-komentar pertama. Keduanya menekankan suatu peralatan kesusasteraan baru. Dhammacakkappavattana Sutta hampir seluruhnya diungkapkan sebagai suatu pernyataan ajaran yang langsung. Khotbah kedua dan ketiga menekankan suatu bentuk tanya jawab. Walau kadangkala ini murni bersifat retoris, dalam khotbah kedua para bhikkhu benar-benar menjawab; dengan demikian untuk pertama kalinya kita mendengar suara-suara para siswa berdampingan dengan Sang Buddha. Pembagian ketiga adalah Permohonan Brahmā, yang memperkenalkan bentuk kesusasteraan lainnya, yang bercampur dalam prosa dan syair. | ||
| - | |||
| - | Jadi kita dapat menyimpulkan ciri khas utama dari tiga aṅga sebagai berikut: | ||
| - | |||
| - | **Tabel 4.1: Tiga Aṅga** | ||
| - | |||
| - | ^ | ||
| - | |**Isi** | ||
| - | |**Gaya** | ||
| - | |**Pembicara**|Hanya Sang Buddha | ||
| - | |**Konteks** | ||
| - | |**Contoh** | ||
| - | |||
| - | === 4.4 Aṅga-aṅga dan Veda-veda === | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang telah menemukan landasan yang cukup untuk melihat hubungan antara struktur berunsur tiga ini dan tiga Veda. Dhammacakkappavattana Sutta, seperti Ṛg Veda, adalah teks sumber utama. //Geyya// dan // | ||
| - | |||
| - | Hubungan-hubungan lain antara Veda-veda dan kitab-kitab Buddhis juga dapat dilihat. Teks-teks Buddhis dikelompokkan dalam vagga-vagga dari biasanya sepuluh teks; Ṛg Veda dikelompokkan dalam vagga-vagga dari kira-kira sepuluh baris. Judul // | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 5: Aṅga dalam Nikāya-nikāya & Āgama-āgama ==== | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang kembali untuk menyelidiki pernyataan Yin Shun, yang berdasarkan pada Yogacārabhūmiśāstra, | ||
| - | |||
| - | Satu masalah dengan penafsiran Yogacārabhūmiśāstra adalah bahwa ia tidak menghubungkan sangat dekat pada makna akar dari istilah //sutta// dan // | ||
| - | )) Masalah lain adalah bahwa pendapat Asaṅga dalam Yogacārabhūmiśāstra tidak kelihatannya sepaham di sini dengan pernyataannya dalam Abhidharmasamuccaya. Kita telah melihat bahwa ia menjelaskan // | ||
| - | |||
| - | Dengan melihat lebih dekat mengungkapkan bahwa dalam setidaknya beberapa kasus perbedaannya tidak sangat besar. Sebagai contoh, Rādha- dan Diṭṭhi-saṁyutta mengikuti setelah Khandha-saṁyutta dalam kedua kumpulan. Keduanya terdiri dari serangkaian pertanyaan dan jawaban tentang kelompok-kelompok unsur kehidupan. Versi Mandarin menambah kelompok lainnya yang sama, yang disebut “Meninggalkan”, | ||
| - | |||
| - | Perhatikan bahwa saṁyutta-saṁyutta kecil ini berhubungan langsung pada empat kebenaran mulia: kelompok unsur kehidupan muncul di bawah kebenaran tentang penderitaan; | ||
| - | |||
| - | Evolusi aṅga // | ||
| - | |||
| - | Tetapi sementara // | ||
| - | |||
| - | Secara umum dipahami bahwa empat Nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Terdapat sedikit petunjuk dalam teks-teks awal itu sendiri bahwa ini mungkin. Satu bacaan dalam Nikāya Theravāda menyebutkan “abhidhamma” dan kemudian membahas 37 sayap menuju pencerahan. Ini membentuk kerangka utama untuk bagian meditasi dari *Vibhaṅga Mūla. Ini ditegaskan oleh suatu petunjuk dalam Dharmaskandha, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Terdapat petunjuk lain dalam versi Sarvāstivādin dari Mahā Gosiṅgavana Sutta. Ini mengatakan bahwa Yang Mulia Mahā Kaccāyana adalah seorang bhikkhu yang menikmati berdiskusi “// | ||
| - | )) Salah satu dari versi Mandarin lainnya tidak menyebutkan ini dalam tubuh teks itu, tetapi pada akhirnya Mahā Kaccāyana dipuji Sang Buddha atas kemampuannya menguraikan empat kebenaran mulia.((T № 154. | ||
| - | )) Dalam Aṅguttara Theravāda, ia dipuji sebagai yang terkemuka di antara mereka yang dapat “menganalisis (// | ||
| - | )) Versi Mandarin memujinya atas kemampuannya membedakan makna dan mengajarkan sang jalan.((EA 4.2. Lihat Anālayo (esai yang tidak diterbitkan tentang M 32), Minh Châu, pp. 251–257. | ||
| - | )) Ini menyatakan bahwa makna awal “abhidhamma” seharusnya dicari di antara khotbah-khotbah Mahā Kaccāyana. Ia dianggap sebagai seorang pendiri Abhidhamma, dan ajaran-ajarannya mengandung hanya jenis bahan yang kita harapkan – // | ||
| - | |||
| - | Jika *Vibhaṅga Mūla dari Abhidhamma diturunkan, bukan dari Sutta Piṭaka yang telah lengkap, tetapi dari sumber yang sama dengan Majjhima dan Dīgha sepanjang suatu garis perkembangan yang berlainan, *Vibhaṅga Mūla mungkin mempertahankan beberapa ciri khas yang lebih kuno daripada Majjhima-majjhima yang ada. Ini tentu saja hanya berlaku pada isi dasarnya, bukan bentuk terperinci yang ada, yang jelas tidak sangat awal. Satu contoh yang mungkin dari ini adalah bab tentang unsur-unsur. Vibhaṅga Abhidhamma Theravāda menyebutkan 36 unsur. Ini ditemukan dalam Bahudhātuka Sutta, dan karena beberapa unsur bukanlah standar di sana ini pastilah sumber Vibhaṅga (dan juga uraian dari Dhātuvibhaṅga Sutta). Tetapi Bahudhātuka Sutta menambahkan, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | GIST tidak mengatakan bahwa khotbah-khotbah Saṁyutta adalah awal dan otentik, sedangkan khotbah-khotbah lain adalah belakangan. Semua kumpulan mengandung suatu percampuran dari bahan awal dan belakangan. Kita sedang menggeneralisasi suatu proses rumit yang membentuk kumpulan dari ratusan khotbah. Khotbah-khotbah di luar Saṁyutta muncul dari sejumlah sumber. Beberapa mulanya dimasukkan dalam Saṁyutta kuno, tetapi dipindahkan keluar. Yang lainnya mungkin sudah beredar dalam komunitas, tetapi tidak dimasukkan dalam kumpulan dasar. Dalam kasus-kasus lain, khotbah-khotbah mungkin telah diwariskan di daerah-daerah yang jauh dan disisipkan kemudian. Khotbah-khotbah lain mungkin dibentuk kemudian dengan menggabungkan bagian-bagian yang sudah ada dari teks. Yang lain berevolusi dari kisah dan bahan latar belakang yang relatif informal yang berkaitan dengan ajaran-ajaran. Dan beberapa, tidak diragukan, adalah murni rekaan. | ||
| - | |||
| - | === 5.1 Saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Kita harus dapat membedakan jejak aṅga-aṅga dalam kumpulan-kumpulan yang masih ada. GIST menyatakan bahwa saṁyutta-saṁyutta utama yang bersifat ajaran adalah berdasarkan // | ||
| - | )) Struktur ini tidak begitu nyata dalam kebanyakan bagian dalam versi Pali. | ||
| - | |||
| - | Namun demikian, banyak bab dalam Saṁyukta Āgama Sarvāstivādin tampaknya mencerminkan bentuk ini pada beberapa tingkatan. Demikianlah dalam Khandha-saṁyutta 14 khotbah pertama adalah // | ||
| - | |||
| - | Marilah kita melihat secara rinci pada Sacca-saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | Dalam Sarvāstivāda kecenderungan bagi // | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.1: Aṅga-aṅga dalam Sacca-saṁyutta Theravāda** | ||
| - | |||
| - | ^**SN 56**^**Sutta**^**Geyya**^**Vyākaraṇa**^ | ||
| - | |1-12 | ||
| - | |13-18 | ||
| - | |19-20 | ||
| - | |21-22 | ||
| - | |23-29 | ||
| - | |30-31 | ||
| - | |32-33 | ||
| - | |34 | ||
| - | |35-41 | ||
| - | |42-43 | ||
| - | |44 | ||
| - | |45-131 | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.2: Aṅga-aṅga dalam Satya-saṁyukta Sarvāstivāda** | ||
| - | |||
| - | ^**SA** ^**Sutta**^**Geyya**^**Vyākaraṇa**^**Latar** | ||
| - | |379-391|✔ | ||
| - | |392 | | ||
| - | |393-402|✔ | ||
| - | |403 | | ||
| - | |404 | | ||
| - | |405 | | ||
| - | |406 | | ||
| - | |407-418| | ||
| - | |419-420|✔ | ||
| - | |421-426| | ||
| - | |427-433|✔ | ||
| - | |434-442| | ||
| - | |443 |✔ | | ||
| - | |||
| - | Tetapi adalah latarnya yang memberikan konfirmasi yang mengejutkan, | ||
| - | |||
| - | Sekarang marilah kita menggabungkan kedua daftar ini, dengan membuat suatu daftar tentang kesesuaian antara kedua versi Sacca-saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.3: Kesesuaian dari Kedua Sacca-saṁyutta** | ||
| - | |||
| - | ^SA ^SN 56 ^Sutta ^Geyya ^Vyākaraṇa^Latar SA ^Latar SN ^ | ||
| - | |379 | ||
| - | |382 | ||
| - | |390-1 | ||
| - | |392 | ||
| - | |393.1 | ||
| - | |393.5 | ||
| - | |394 | ||
| - | |395 | ||
| - | |397 | ||
| - | |398-9 | ||
| - | |400 | ||
| - | |401 | ||
| - | |402 | ||
| - | |403 | ||
| - | |404 | ||
| - | |405 | ||
| - | |406 | ||
| - | |407 | ||
| - | |408 | ||
| - | |409-10 | ||
| - | |411 | ||
| - | |412 | ||
| - | |416 | ||
| - | |417 |20, 27 |✔ (SN)| |✔ (SA) | ||
| - | |418 | ||
| - | |421-2 | ||
| - | |423-6 | ||
| - | |428 | ||
| - | |429 | ||
| - | |430 | ||
| - | |435 | ||
| - | |436-7 | ||
| - | |438 | ||
| - | |439 | ||
| - | |440.1-3 |52, 53, 57 | ||
| - | |441.1-60|49*, | ||
| - | |442.1-17|61-131 | ||
| - | |||
| - | Tabel ini dengan baik menggambarkan jenis-jenis masalah yang kita hadapi dalam studi-studi ini. Kita memiliki dua kumpulan yang sama, tetapi urutan internal dari teks-teks sangat berbeda. Seperti juga sejumlah besar teks-teks yang sama, kita juga memiliki berbagai anomali: suatu teks dalam satu kumpulan menjadi dua atau lebih dalam kumpulan lain; kadangkala teks-teks menunjukkan variasi yang signifikan; adakalanya suatu //sutta// dalam satu kumpulan menjadi suatu // | ||
| - | |||
| - | Hubungan yang mengejutkan lainnya adalah bahwa, dalam beberapa kasus, suatu kelompok teks yang dapat diidentifikasi ditemukan dalam kedua kumpulan. Sebagai contoh, mengambil teks SA 408-412. Kelompok //sutta// ini berhubungan dengan kelompok SN 56.7-10. Ini adalah kesatuan umum yang sudah ada dalam kedua tradisi. Situasi yang sama mendapatkan teks SA 394-401, yang dengan longgar berhubungan dengan SN 56.32, 34, 35. 37, 38, 39. 40. Pada skala yang lebih kecil, beberapa pasangan teks muncul bersama dalam kedua kumpulan. Hubungan-hubungan ini memunculkan kemungkinan bahwa tidak semata-mata isi, tetapi juga urutan teks-teks dalam kedua tradisi berbagi bersama, setidaknya sebagian. | ||
| - | |||
| - | Pernyataan ini menemukan konfirmasi yang menakjubkan dalam kasus Kassapasaṁyutta. Ini adalah kumpulan // | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.4: Kesesuaian dari Tiga Kassapa-saṁyutta** | ||
| - | |||
| - | ^**SA Sarvāstivāda**^**“SA< | ||
| - | |1136 | ||
| - | |1137 | ||
| - | |1138 | ||
| - | |1139 | ||
| - | |1140 | ||
| - | |1141 | ||
| - | |1142 | ||
| - | |1143 | ||
| - | |1144 | ||
| - | |905 |120 |12 | | ||
| - | |906 |121 |13 | | ||
| - | |||
| - | Hubungan itu berbatasan dengan keajaiban. Dua Saṁyutta Mandarin adalah identik dalam isi dan urutan, jika kita menerima pemulihan yang diusulkan Yin Shun dari dua teks akhir (SA 905, 906). Theravāda juga sangat dekat. Ia memiliki dua teks tambahan pada awalnya; teks-teks ini mungkin tambahan yang belakangan. Dan satu teks telah dipindahkan, | ||
| - | |||
| - | Sayangnya, tidak ada di tempat lain dalam saṁyutta-saṁyutta yang bersifat prosa kita menemukan hubungan yang rapi demikian. Ke mana pun kita berbalik, kita dikelilingi dengan anomali-anomali dan ketidakkontinuan. Masing-masing anomali adalah suatu garis kesalahan yang potensial, suatu celah di mana melaluinya kita mungkin hanya dapat melihat suatu struktur yang lebih kuno. | ||
| - | |||
| - | Untuk sisa bab ini saya akan menyelidiki beberapa ciri khas struktural dari Dīgha, Majjhima, dan Aṅguttara, | ||
| - | |||
| - | === 5.2 Majjhima === | ||
| - | |||
| - | Terdapat beberapa petunjuk dari pengaruh Saṁyutta dalam pembentukan dari Majjhima-majjhima yang masih ada. Kebanyakan jelas bahwa beberapa bab dalam Majjhima Sarvāstivāda disebut “saṁyutta”. Terdapat sebuah Kamma-saṁyuttavagga, | ||
| - | |||
| - | Pembagian ke dalam tiga kelompok dari lima puluh khotbah dalam Majjhima Theravāda mencerminkan tiga aṅga, walaupun sedikit. Lima puluh yang pertama menyajikan ajaran-ajaran utama; walaupun secara formal ini sebagian besar // | ||
| - | |||
| - | Vibhaṅgavagga adalah satu-satunya bab yang berbagi judul dan hampir semua isi yang sama dalam dua Majjhima. Judul sebenarnya dalam Sarvāstivāda adalah “Mūlavibhaṅgavagga”, | ||
| - | |||
| - | Terdapat satu kerangka yang sangat penting, yang mengisi sekeliling sepertiga dari khotbah-khotbah dalam Majjhima dan Dīgha, yang tidak ditemukan, atau setidaknya tidak terkemuka, dalam Saṁyutta Nikāya Theravāda yang ada. Ini adalah “pelatihan” (// | ||
| - | |||
| - | === 5.3 Dīgha === | ||
| - | |||
| - | Kita secara unik beruntung memiliki tiga Dīgha yang tersedia untuk diselidiki. Dīgha Nikāya Theravāda dalam Pali sangat dikenal, dan telah dua kali diterjemahkan dalam keseluruhannya ke dalam bahasa Inggris. Dīrgha Āgama Dharmaguptaka dalam Mandarin lebih sedikit dikenal, dan hanya sedikit khotbah dan bacaan telah diterjemahkan. Dīrgha Āgama Sarvāstivāda hampir sepenuhnya tidak diketahui, karena hanya dalam beberapa tahun terakhir naskah-naskah kuno muncul dari Afghanistan dan telah dibuat tersedia untuk studi (walaupun beberapa dari khotbah-khotbah individual telah disunting dan diterjemahkan sebelumnya). Berikut berasal dari esai Hartman yang merincikan struktur dari kumpulan itu, di mana ia telah merekonstruksi dengan bantuan dari informasi dalam //uddāna// (ringkasan dari judul-judul khotbah pada akhir setiap bagian), dan angka folio.((Terima kasih saya kepada penulis untuk menyediakan saya dengan salinan dari esai ini. | ||
| - | )) Hartman mengatakan bahwa hasil ini adalah “mendekati pasti”. | ||
| - | |||
| - | Sebagai tambahan pada sumber-sumber ini, terdapat beberapa informasi tentang suatu versi Dīgha yang disebutkan dalam Abhidharmakośopāyikanāmaṭīkā (AKO) oleh Śamathadeva, | ||
| - | )) Karena AKO adalah suatu komentar terhadap Abhidharmakośa yang ditulis oleh Vasubandhu, dan karya itu merupakan suatu polemik Sautrāntika melawan Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Di sini terdapat isi dari Dīrgha Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Dalam tabel-tabel berikut, < | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.5: Tiga Dīgha: Bagian Pertama** | ||
| - | |||
| - | ^Sarvāstivāda | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |||
| - | “Kelompok Enam Sūtra” (ṣaṭsūtrakanipāta) ini merupakan suatu kumpulan yang populer, sejenis kompilasi yang “sukses besar”. Dasuttara dan Saṅgīti mengumpulkan sejangkauan luas ajaran dari sutta-sutta dan menyusun mereka dalam bentuk numerik bergaya Aṅguttara. Arthavistara, | ||
| - | )) Ini adalah dua yang terakhir dari 72 terjemahan khotbah individu yang ditempatkan setelah terjemahan Madhyama Āgama yang lengkap, yang menyatakan bahwa para penyusun dari edisi Taishō berpikir mereka termasuk pada Madhyama alih-alih Dīrgha. Mereka adalah terjemahan yang awal, khususnya T No. 98, yang dilakukan oleh An Shigao (berkembang pada tahun 148-170 M), seorang perintis penerjemahan ke dalam Mandarin. Dua terjemahan sebagian besar sepaham dalam isi. Arthavistara disampaikan oleh Yang Mulia Sāriputta dan terdiri dari 23 atau 25 daftar dhamma dalam gaya Dasuttara dan Saṅgīti, tetapi daftar-daftar itu tidak muncul dalam urutan numerik yang menaik dan kebanyakan memiliki jumlah lebih dari 10. | ||
| - | |||
| - | Catuṣpariṣat menceritakan kejadian-kejadian setelah pencerahan Sang Buddha: pemutaran roda Dhamma, dan pendirian perkumpulan berunsur empat. Theravāda dan aliran-aliran lain menyukai untuk memasukkan teks ini dalam Vinaya-vinaya mereka. Mahāpadāna mengandung banyak hal yang sejajar dengan ini, yang berlatar dalam waktu mitos dari Vipassī Buddha; Mahā Parinibbāna adalah kisah pelengkap pada akhir kehidupan Sang Buddha. Maka “Kelompok Enam Sūtra” ini adalah tiga daftar dari ajaran-ajaran dasar, dan tiga kunci kisah biografis. Ini membuatnya tampak seperti suatu kurikulum dasar untuk para pemula dalam studi-studi Buddhis. | ||
| - | |||
| - | Bagian berikutnya, “Kelompok Berpasangan”, | ||
| - | |||
| - | Bagian ini mengandung beberapa khotbah yang, dalam Pali, ditemukan dalam Majjhima. Tidak ada dari khotbah-khotbah ini memiliki asal yang sama dalam Madhyama Āgama yang ada dalam Mandarin. Sampai penemuan Dīrgha Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.6: Tiga Dīgha: Bagian Kedua** | ||
| - | |||
| - | ^Sarvāstivāda | ||
| - | |**Yuganipāta, | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |**Varga ke-2** | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |||
| - | Khotbah-khotbah ini duduk sangat nyaman dalam Dīgha, karena semuanya berhubungan, | ||
| - | )) MN 105/ | ||
| - | |||
| - | Khotbah-khotbah Majjhima diambil bersama berjumlah sepuluh. Mengejutkannya, | ||
| - | |||
| - | Bagian berikutnya disebut Śīlaskandhanipāta dalam Sanskrit, yang berhubungan dengan Sīlakkhandhavagga Pali. Beberapa dari khotbah-khotbah ditemukan dalam Sanskrit tidak memiliki asal yang sama. Beberapa dari khotbah-khotbah yang tidak dipakai bersama tampaknya anomali: kita telah berkomentar tentang Jīvaka Sutta; ini dipotong terpaut dari teman-teman Majjhima-nya. Khususnya mengejutkan adalah dimasukkannya bahan bergaya Aṅguttara. Mungkin para penyusun dengan sadar menggunakan “prinsip keanekaragaman” dalam mengumpulkan teks-teks: mereka ingin memasukkan sejangkauan bahan yang berbeda-beda dalam satu kumpulan, maka dengan bebas menyisipkan bahan yang tidak sejenis. Prinsip ini dapat dilihat di tempat lain juga. Sebagai contoh, Vinaya, walaupun berfokus terutama pada aturan monastik, menemukan ruang untuk mencakupi sejangkauan luas gaya lainnya, dari ajaran yang bersifat doktrinal, sampai kisah historis, syair-syair, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 5.7: Tiga Dīgha: Bagian Ketiga** | ||
| - | |||
| - | ^**Sarvāstivāda** | ||
| - | |**Śīlaskandhanipāta, | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |**Varga ke-2** | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |**Varga ke-3** | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |DA< | ||
| - | |||
| - | Mengesampingkan teks-teks anomali, hampir semua khotbah dalam bagian ini ditemukan dalam semua ketiga kumpulan. Ini adalah ciri khas struktural yang paling terkemuka dari Dīgha yang ada. Dalam Dīgha sisanya, kebanyakan dari khotbah-khotbah dianut sama di antara tradisi-tradisi, | ||
| - | |||
| - | Bahkan lebih mengejutkan, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Tetapi pada waktunya khotbah-khotbah yang belakangan ditambahkan ke Dīgha, pengelompokan tiga aṅga terputus sama sekali. Suatu contoh bagus dari ini adalah Mahāpadāna Sutta.((DN 14/DA 1/EA 48.4. | ||
| - | )) Inti ajaran dari khotbah ini adalah // | ||
| - | |||
| - | === 5.4 Aṅguttara === | ||
| - | |||
| - | Jadi jika Majjhima dan Dīgha dapat dianggap sebagai perkembangan aṅga // | ||
| - | )) Kita akan dengan singkat mempertimbangkan Abhidhamma di bawah. Kenyataan bahwa dua prinsip itu muncul di seluruh aliran dan juga di sepanjang Piṭaka-piṭaka menyatakan keduanya penting. Mempertimbangkan ini, maka apakah mungkin untuk menentukan prinsip penyusunan mana yang muncul pertama kali? | ||
| - | |||
| - | Seperti biasanya, kita pertama-tama mempertimbangkan teks-teks pra-Buddhis. Dari Ṛg Veda dan seterusnya dalam banyak literatur Brahmanis syair-syair penghormatan kepada sosok dewa tertentu – katakanlah, Soma, atau Agni, atau Maruts – dikumpulkan dalam bab-bab. Ini adalah prinsip saṁyutta; sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | Dari tradisi pra-Buddhis, | ||
| - | |||
| - | Terdapat beberapa khotbah yang menggunakan jumlah sebagai suatu prinsip penyusunan internal. Sebagai contoh Dhammacakkappavattana Sutta berciri-khaskan kumpulan angka yang saling berkaitan: 2, 3, 4, 8, 12. Khotbah-khotbah demikian melibatkan sifat misterius dari angka, yang dapat dibagi atau dikali, seperti sebuah gambar yang dilihat melalui prisma yang mengungkapkan banyak atau sedikit segi. Tetapi dalam kasus-kasus demikian hubungan numerik, walaupun penting, jelas membawahi hubungan tematik. Hanya kadangkala kita melihat suatu khotbah di mana prinsip numerik menghubungkan ajaran-ajaran yang tidak memiliki hubungan tematik yang kuat. Dalam skala kecil terdapat khotbah-khotbah seperti Mahā Pañha Sutta,((AN 10.27/EA 46.8/SA 486–489*. | ||
| - | )) yang memberikan suatu daftar dari pertanyaan tentang kumpulan beraneka ragam dhamma dari satu sampai sepuluh, dan pada skala besar terdapat tentu saja Saṅgīti dan khotbah-khotbah yang mirip.((DN 33/DA 9/T № 12/Skt. | ||
| - | )) Tetapi bahkan di sini, sementara tidak ada hubungan tematik yang kuat antara kumpulan dhamma yang berbeda, masing-masing kumpulan dhamma masih secara internal disusun berdasarkan topik. Kapan pun kita mengupas kembali kulitnya, prinsip saṁyutta berada di bawah prinsip aṅguttara. | ||
| - | |||
| - | Mungkin sisa yang paling berpengaruh dari prinsip aṅguttara dalam Buddhisme yang belakangan adalah 37 sayap menuju pencerahan. Kelompok ini menjelaskan sifat saling mempengaruhi antara dua prinsip penyusunan. Ia terdiri dari tujuh kumpulan dhamma yang berhubungan dengan sang jalan, yang mulanya menyusun Mahā Vagga (atau “Magga Vagga” menurut Sarvāstivādin) dari Saṁyutta Nikāya. Dengan demikian struktur keseluruhan yang paling umum adalah prinsip saṁyutta (dhamma-dhamma yang berhubungan dengan satu tema, jalan latihan), dan maka mereka membentuk bagian dari Saṁyutta Nikāya/ | ||
| - | )) Ini sesuai dengan sebanyak mungkin dari sayap menuju pencerahan ke dalam skema numerik ini. Beberapa aliran, melupakan sifat yang acak dari urutan ini, berusaha menafsirkan ini dengan menyatakan suatu kemajuan latihan yang berurutan; yaitu, mereka menafsirkan suatu kumpulan ajaran yang disusun berdasarkan prinsip aṅguttara seperti telah disusun berdasarkan prinsip saṁyutta. | ||
| - | |||
| - | Gethin menunjukkan bahwa banyak dari mātikā dari Abhidhamma Theravāda dan Sarvāstivāda dikonstruksi dengan prinsip aṅguttara.((Gethin, | ||
| - | )) Contoh yang paling penting adalah Dhammasaṅgaṇī, | ||
| - | )) Namun, sementara dengan benar menekankan pentingnya prinsip aṅguttara, | ||
| - | |||
| - | Bucknell membahas ciri khas struktural dari Aṅguttara dalam beberapa kedalaman. Di sini adalah suatu contoh penemuannya. | ||
| - | |||
| - | > Yang pertama diberi judul Vaggo paṭhamo (Vagga pertama) – atau, dalam satu naskah kuno Rūpādivaggo paṭhamo (Vagga pertama, tentang Bentuk yang Dapat Dilihat dan seterusnya).((AN 1.1–10/EA 9.7–8. | ||
| - | > )) Dalam kasus ini sepuluh “sutta” pendek menyusun vagga yang dimiliki bersama berkaitan dengan isi dan bentuk. Dalam yang pertama dari sepuluh Sang Buddha mengatakan: “Para bhikkhu, Aku mengetahui tidak ada bentuk yang dapat dilihat lainnya yang sangat memperbudak pikiran seorang pria seperti bentuk yang dapat dilihat dari seorang wanita”; dalam empat berikutnya Beliau mengatakan hal yang sama tentang suara, bau, rasa dan perasaan (pengalaman perabaan) dari seorang wanita; dan dalam lima sisanya Beliau mengulangi semuanya kecuali dengan kata-kata “pria” dan “wanita” saling ditukarkan. Susunan kata-kata sebaliknya identik dalam semua kesepuluh “sutta”. Apa yang diidentifikasi teks sebagai suatu vagga, suatu kumpulan dari sepuluh sutta, sebenarnya memiliki karakteristik dari satu sutta dalam sepuluh bagian, yang dapat ditempatkan dengan benar dalam Yang Lima, atau mungkin Yang Sepuluh. Sekarang, terdapat suatu sutta dalam Yang Lima yang menyisipkan secara harfiah lima yang pertama dari sepuluh “sutta” ini;((AN 5.55. | ||
| - | > )) ia berbeda hanya dalam menambahkan lebih banyak rincian, dengan menempatkan pelajarannya dalam suatu konteks, dan memberikan rumusan pendahuluan dan penutup. Ini, oleh sebab itu, mungkin sumber dari vagga pertama dari Yang Satu. Bagian utama dari sutta sumber diangkat keluar dari konteksnya, dibagi menjadi lima bagian, dan kemudian digandakan dengan menggantikan “pria” dan “wanita”, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Bucknell mencatat bahwa sepuluh khotbah Theravāda diwakili oleh dua teks dalam Ekottara Mahāsaṅghika (EA 9.7, 9.8), dengan demikian mendukung hipotesisnya. Ciri khas yang sama mendominasi Yang Satu dari Aṅguttara, | ||
| - | |||
| - | Walau demikian, masih ada pertanyaan yang tersisa mengapa beberapa dari yang lima dipilih dan bukan yang lain. Apakah ini hanyalah bersifat acak, atau terdapat beberapa prinsip panduan yang berlangsung? | ||
| - | |||
| - | Kita telah melihat bagaimana beberapa dari hal penting yang bersifat ajaran dalam Aṅguttara dipindahkan dari Saṁyutta. Dan, sesungguhnya kita sering menemukan, dalam keadaan berantakan yang berskala besar dari Aṅguttara, | ||
| - | )) Kebanyakan dari ini ditemukan dalam Sikkhāsaṁyutta Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Hipotesis saya adalah bahwa Aṅguttara Theravāda memulai hidup sebagai kumpulan yang lebih kecil yang berasal dari aṅga //geyya//. Ia memasukkan khotbah-khotbah yang lebih pendek yang berhubungan dengan topik-topik yang kurang penting yang tidak dimasukkan dalam Saṁyutta. Tujuan utamanya adalah untuk menyediakan bahan yang sesuai untuk ceramah-ceramah, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 6: Evolusi Kebenaran Mulia ==== | ||
| - | |||
| - | Bagaimana ajaran-ajaran berevolusi dalam teks-teks yang telah kita bahas? Kita akan mengambil contoh utama empat kebenaran mulia. Juga memiliki posisi utama dalam Dhamma, kerangka ini memberikan suatu model tertentu yang jelas untuk jenis-jenis perubahan yang kita minati di sini. Secara khusus, teks-teks itu sendiri menyatakan suatu evolusi dalam penyajian ajaran. | ||
| - | |||
| - | === 6.1 Dhammacakkappavattana Sutta Sanskrit === | ||
| - | |||
| - | Versi Theravāda dari Dhammacakkappavattana Sutta, yang sejauh ini paling terkenal, menyajikan bahan ajaran dengan cara berikut. Pertama-tama muncul dua ekstrem dan jalan berunsur delapan; kemudian muncul definisi dari kebenaran-kebenaran; | ||
| - | |||
| - | Penyajian ini tidak umum pada semua versi. Yang paling penting dari perhatian kita, beberapa menghilangkan definisi kebenaran-kebenaran; | ||
| - | )) Lima bhikkhu itu telah mengkritik Sang Buddha karena kembali ke kebiasaan lama yang tercela, kembali pada suatu kemewahan, dengan meninggalkan praktik keras dari pertapaan. Sang Buddha menanggapi: | ||
| - | |||
| - | > 11.14 “Para bhikkhu, kedua ekstrem ini seharusnya tidak dikembangkan atau dinikmati atau diikuti oleh seseorang yang telah meninggalkan keduniawian: | ||
| - | |||
| - | > 11.15 “Menghindari kedua ekstrem ini adalah jalan tengah, yang membawa pada penglihatan, | ||
| - | |||
| - | > 11.16 “Apakah jalan tengah itu? Ini adalah jalan mulia berunsur delapan, yaitu: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, upaya benar, perhatian benar, dan samādhi benar sebagai yang kedelapan.” | ||
| - | |||
| - | > 11.17 Sang Bhagava berhasil dalam membujuk lima bhikkhu dengan cara pengajaran ini. Pada pagi hari Sang Bhagava mengajar dua dari lima bhikkhu, sedangkan tiga orang pergi ke desa untuk mengumpulkan dana makanan. Enam dari mereka makan dari apa yang dibawa tiga orang itu. | ||
| - | |||
| - | > 11.18 Pada sore hari Sang Bhagava mengajarkan tiga dari lima bhikkhu, sedangkan dua orang pergi ke desa untuk mengumpulkan dana makanan. Lima dari mereka makan dari apa yang dibawa dua orang itu. Sang Tathāgata hanya makan pada pagi hari, pada waktu yang layak. | ||
| - | |||
| - | > 12.1 Kemudian Sang Bhagava memanggil lima bhikkhu itu: | ||
| - | |||
| - | > 12.2 “‘Inilah kebenaran mulia tentang penderitaan.’ Bagi-Ku, para bhikkhu, ketika Aku memberikan perhatian yang bijaksana pada dhamma-dhamma yang tidak didengar sebelumnya ini, penglihatan muncul, dan pengetahuan, | ||
| - | |||
| - | > 12.3 “‘Inilah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan, | ||
| - | |||
| - | > 12.4 “‘Kebenaran mulia tentang penderitaan harus diketahui sepenuhnya dengan pengetahuan jernih (abhjñā)’… pencerahan muncul. | ||
| - | |||
| - | > 12.5 “’Asal mula penderitaan… harus ditinggalkan dengan pengetahuan jernih” … | ||
| - | |||
| - | > 12.6 “’Lenyapnya penderitaan… harus dilihat…” …. | ||
| - | |||
| - | > 12.7 “’Jalan menuju lenyapnya penderitaan… harus dikembangkan…” …. | ||
| - | |||
| - | > 12.8 “’Kebenaran mulia tentang penderitaan telah diketahui sepenuhnya dengan pengetahuan jernih”… pencerahan muncul. | ||
| - | |||
| - | > 12.9 “’… Asal mula penderitaan… telah ditinggalkan dengan pengetahuan jernih”…. | ||
| - | |||
| - | > 12.10 “’… Lenyapnya penderitaan… telah dilihat dengan pengetahuan jernih…” …. | ||
| - | |||
| - | > 12.11 “’Kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan telah dikembangkan dengan pengetahuan jernih.” Bagi-Ku, para bhikkhu, ketika Aku memberikan perhatian yang bijaksana pada dhamma-dhamma yang tidak didengar sebelumnya ini, penglihatan muncul, dan pengetahuan, | ||
| - | |||
| - | > 12.12 “Selama, para bhikkhu, mengenai empat kebenaran mulia ini dengan tiga putaran dan dua belas caranya, penglihatan tidak muncul, ataupun pengetahuan, | ||
| - | |||
| - | > 12.13 “Tetapi ketika, para bhikkhu, mengenai empat kebenaran mulia ini dengan tiga putaran dan dua belas caranya, penglihatan muncul, juga pengetahuan, | ||
| - | |||
| - | > 13.1 Ketika uraian dhamma ini telah diberikan, Yang Mulia Kauṇḍinya mencapai penglihatan Dhamma yang tidak ternoda, murni tentang dhamma-dhamma, | ||
| - | |||
| - | > 13.2 Kemudian Sang Bhagava berkata kepada Yang Mulia Kauṇḍinya: | ||
| - | |||
| - | > 13.3 “Kauṇḍinya, | ||
| - | |||
| - | > 13.4 “Saya memahami dengan mendalam, Yang Mulia.” | ||
| - | |||
| - | > 13.5 “Kauṇḍinya, | ||
| - | |||
| - | > 13.6 “Saya memahami dengan mendalam, Sugata.” | ||
| - | |||
| - | > 13.7 Dhamma telah dipahami dengan mendalam oleh Yang Mulia Kauṇḍinya, | ||
| - | |||
| - | > 13.8-12 [Berbagai kumpulan dewa, dari para yakkha bumi sampai para dewa Brahmā, berseru untuk mengumumkan pemutaran roda Dhamma dengan tiga putaran dan dua belas caranya.] | ||
| - | |||
| - | > 13.13 Demikianlah roda Dhamma ini dari Dhamma dengan tiga putaran dan dua belas caranya diputar Sang Bhagava di Taman Rusa di Isipatana. Oleh karena itu uraian dari Dhamma ini disebut “Pemutaran Roda Dhamma”. | ||
| - | |||
| - | > 14.1 Kemudian Sang Bhagava berkata kepada lima bhikkhu itu: | ||
| - | |||
| - | > 14.2 “Terdapat, | ||
| - | |||
| - | > 14.3 “Kebenaran mulia tentang penderitaan, | ||
| - | |||
| - | > 14.4 “Apakah kebenaran mulia tentang penderitaan? | ||
| - | |||
| - | > 14.5 “Kelahiran adalah penderitaan, | ||
| - | |||
| - | > 14.6 “Apakah kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan? | ||
| - | |||
| - | > 14.7 “Keinginan yang berhubungan dengan kelahiran kembali, berkaitan dengan kenikmatan dan nafsu, yang menyenangi di sini dan di sana. Untuk meninggalkan hal ini, jalan mulia berunsur delapan harus dikembangkan. | ||
| - | |||
| - | > 14.8 “Apakah kebenaran mulia tentang lenyapnya penderitaan? | ||
| - | |||
| - | > 14.9 “Ini adalah meninggalkan sepenuhnya keinginan itu yang berhubungan dengan kelahiran kembali, berkaitan dengan kenikmatan dan nafsu, yang menyenangi di sini dan di sana; pelepasan, penghancuran, | ||
| - | |||
| - | > 14.10 “Apakah kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan? | ||
| - | |||
| - | > 14.11 “Ini adalah jalan mulia berunsur delapan, yaitu pandangan benar… samādhi benar. Ini harus dikembangkan.” | ||
| - | |||
| - | > 14.12 Ketika uraian Dhamma ini diberikan, pikiran Ājñātakauṇḍinya terbebaskan dari kekotoran tanpa kemelekatan, | ||
| - | |||
| - | > 15.1 Kemudian Sang Bhagava memanggil sisa dari lima bhikkhu itu: | ||
| - | |||
| - | > 15.2 “Para bhikkhu, bentuk fisik bukanlah diri….” | ||
| - | |||
| - | > 15.3-18 [Sang Buddha mengajarkan Khotbah tentang Bukan-Diri, hampir identik dengan versi Pali.] | ||
| - | |||
| - | > 15.19 Ketika uraian Dhamma ini diberikan, pikiran empat bhikkhu sisanya terbebaskan dari kekotoran, tanpa kemelekatan. Pada waktu itu terdapat lima Arahant di dunia; Sang Bhagava adalah yang keenam. | ||
| - | |||
| - | Terdapat terlalu banyak poin yang menarik dalam kisah ini untuk disebutkan semuanya; pembaca diminta untuk membandingkan dengan hati-hati dengan versi Theravādin. Jelasnya, bagian ajaran hampir identik. Perbedaan yang patut dicatat dalam isi adalah penghilangan “kesedihan, | ||
| - | |||
| - | Beberapa unsur dalam Sarvāstivāda jelas bersifat belakangan, seperti penyisipan tentang “80.000 dewa”; tetapi ini harus diterima bahwa karya itu secara umum menempel bersama sangat baik sebagai sebuah kisah. Dua ekstrem dan jalan tengah disajikan lebih secara langsung dan secara eksplisit sebagai tanggapan pada kritik atas kembali ke kebiasaan lama yang tercela. Kemudian, ajaran pokok tentang tiga putaran dan dua belas cara diberikan. Ini, di sini ditekankan lebih banyak daripada dalam Theravāda, menjadi suatu tema yang berulang. Mereka dimasukkan dalam pernyataan para dewa, dan lagi ditunjukkan dalam definisi yang kemudian tentang kebenaran-kebenaran, | ||
| - | |||
| - | > **1. Pernyataan (// | ||
| - | |||
| - | > **2. Pertanyaan: | ||
| - | |||
| - | > **3. Penjelasan (// | ||
| - | |||
| - | Sekarang Khotbah tentang Bukan-Diri mengambil dari sini, dengan menjelaskan bagaimana lima kelompok unsur kehidupan adalah penderitaan. Ini seakan-akan pertanyaan lain telah ditanyakan: | ||
| - | |||
| - | > **1. Pernyataan (// | ||
| - | |||
| - | > **2. Pertanyaan: | ||
| - | |||
| - | > **3. Penjelasan (// | ||
| - | |||
| - | > [**4. Pertanyaan: | ||
| - | |||
| - | > **5. Penjelasan: | ||
| - | |||
| - | Jadi penjelasan pada satu tingkat menjadi teks dasar untuk penjelasan yang lebih dalam. Penjelasan ini kemudian memperkenalkan suatu bidang baru dari ajaran, lima kelompok unsur kehidupan, yang memerlukan penjelasan yang lebih jauh; menurut GIST, ini adalah sumber Khandha-saṁyutta. Demikianlah konsep // | ||
| - | |||
| - | === 6.2 Spiral Penguraian === | ||
| - | |||
| - | Proses penjelasan yang sama adalah eksplisit di tempat lain dalam Sutta-sutta juga, yang sebagian besar dicirikan dalam ajaran dari Yang Mulia Sāriputta. Di sini awal dari Mahā Hatthipadopama Sutta: | ||
| - | |||
| - | > “Teman-teman, | ||
| - | |||
| - | > “Dan apakah kebenaran mulia tentang penderitaan? | ||
| - | |||
| - | > “Dan apakah lima kelompok unsur kehidupan yang berkaitan dengan kemelekatan? | ||
| - | |||
| - | > “Dan apakah kelompok bentuk fisik yang berkaitan dengan kemelekatan? | ||
| - | |||
| - | > “Dan apakah empat unsur besar fisik? Mereka adalah: unsur tanah… air… api… udara. | ||
| - | |||
| - | > “Dan apakah unsur fisik dari tanah? Unsur fisik dari tanah dapat berupa internal atau eksternal. | ||
| - | |||
| - | > “Dan apakah unsur fisik tanah internal? Apa pun yang secara internal, dimiliki seseorang, padat, keras, dan dapat digenggam; yaitu, rambut kepala, rambut tubuh, kuku, gigi, kulit….”((MN 28.2–6/MA 30. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini lingkaran yang berulang dari teks/ | ||
| - | |||
| - | Saccavibhaṅga Sutta memberikan contoh proses penguraian ini bahkan lebih eksplisit.((MN 141/MA 31/T № 32/EA 27.1/T № 1435.60. | ||
| - | )) Ini berlatarkan di Taman Rusa di Benares, dan Sang Buddha mengingat kembali ajaran-Nya sendiri tentang Dhammacakkappattana Sutta di sana. Beliau memuji Yang Mulia Sāriputta atas kemampuannya untuk mengajarkan empat kebenaran mulia secara rinci, dan kemudian mengundurkan diri ke tempat kediaman-Nya. Yang Mulia Sāriputta mendapatkan isyarat, dan melanjutkan menganalisis kebenaran-kebenaran. Sementara dalam Mahā Hatthipadopama Sutta ia berkonsentrasi dengan teliti pada empat unsur fisik, di sini ia memberikan penjelasan untuk semua aspek dari kebenaran-kebenaran. Ajaran itu memiliki struktur sebagai berikut: | ||
| - | |||
| - | > **1) Pernyataan (// | ||
| - | |||
| - | > **2) Pertanyaan: | ||
| - | |||
| - | > **3) Penjelasan (// | ||
| - | |||
| - | > **4) Pertanyaan: | ||
| - | |||
| - | > **5) Penjelasan: | ||
| - | |||
| - | > **6) Pertanyaan: | ||
| - | |||
| - | > **7) Penjelasan: | ||
| - | |||
| - | Dalam teks-teks utama ini tradisi-tradisi secara langsung menghubungkan asal mula historis mereka dengan tingkatan penguraian itu. Pertama adalah pernyataan tentang kebenaran-kebenaran; | ||
| - | |||
| - | Evolusi ajaran-ajaran tentang empat kebenaran mulia tidak berhenti di sini. Mahā Satipaṭṭhāna Sutta memasukkan tubuh ajaran dari Saccavibhaṅga Sutta, dengan menambahkan bahkan lebih banyak bahan. Kita akan menyelidiki hal ini lebih jauh dalam penelitian tentang Satipaṭṭhāna Sutta. Penambahan utama adalah perluasan yang panjang dari kebenaran mulia kedua dan ketiga. Kebenaran mulia penderitaan juga diperluas dalam cara yang lebih mendalam, dengan penambahan “sakit” dan “berkumpul dengan yang tidak disenangi, berpisah dengan yang disenangi” pada penjelasan ringkas dan terperinci. Terdapat banyak inkonsistensi dalam cara tradisi memperlakukan frase-frase ini. Keduanya ditemukan dalam Saccavibhaṅga Sutta Sarvāstivādin, | ||
| - | |||
| - | Mahā Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda menyajikan kebenaran-kebenaran yang diambil oleh Vibhaṅga Abhidhamma dalam uraiannya tentang kebenaran-kebenaran. Di sini kita melihat penambahan yang lebih jauh. Alih-alih menunjuk pada seseorang yang tertimpa “beberapa jenis kemalangan”, | ||
| - | |||
| - | Analisis kebenaran-kebenaran berkembang seperti ini: Saccavibhaṅga Sutta → Mahā Satipaṭṭhāna Sutta → Vibhaṅga. Pada setiap tahap lebih banyak bahan ditambahkan. Beberapa bahan ditambahkan dalam versi akhir Vibhaṅga menemukan jalan kembalinya ke dalam Mahā Satipaṭṭhāna Sutta Myanmar (VRI). Ini memasukkan “berkumpul dengan yang tidak disenangi, berpisah dari yang disenangi”, | ||
| - | |||
| - | Perlakuan terhadap empat kebenaran mulia persis seperti yang diprediksi oleh GIST. Ajaran-ajaran pokok ditemukan dalam Saṁyutta dan Vinaya. Penyajian yang lebih sederhana dari ajaran itu muncul pertama-tama, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 7: Apa yang Terjadi di Gua Sattapaṇṇi? | ||
| - | |||
| - | Sebelum Beliau wafat, Sang Buddha menasehati para bhikkhu: | ||
| - | |||
| - | > “Oleh karena itu, Cunda, kalian semua di mana kepada kalian Aku telah mengajarkan dhamma-dhamma ini, setelah melihatnya dengan pengetahuan jernih-Ku, seharusnya berkumpul bersama dan membacakan mereka, menetapkan makna di samping makna dan ungkapan di samping ungkapan, tanpa perselisihan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini adalah versi Theravāda. Dalam Dharmaguptaka, | ||
| - | )) Terdapat masalah di sini. Tiga puluh tujuh sayap menuju pencerahan dan dua belas aṅga adalah, secara sekilas, hal yang sangat berbeda: sayap-sayap menuju pencerahan adalah topik-topik ajaran, sedangkan aṅga-aṅga adalah gaya kesusasteraan. Tetapi jika sayap-sayap menuju pencerahan adalah, seperti yang saya nyatakan, terutama sebuah daftar isi dari bagian meditasi (Magga Vagga) dari Saṁyutta kuno, dan jika tiga aṅga secara luas diidentifikasi dengan Saṁyutta kuno secara keseluruhan, | ||
| - | |||
| - | Terdapat nasehat yang sama dalam Mahā Parinibbāna Sutta. Sang Buddha, setelah melepaskan keinginan-Nya untuk terus hidup, mengumpulkan para bhikkhu di Aula Beratap Segitiga di Hutan Besar di Vesālī. Dalam Pali, Sang Buddha menganjurkan para bhikkhu untuk mempelajari dan berlatih 37 sayap menuju pencerahan, dalam kata-kata yang sama seperti di atas, tetapi tidak secara khusus menyebutkan membacakannya bersama-sama.((DN 16.3.50. | ||
| - | )) Sarvāstivāda memiliki bacaan yang sama, tetapi latarnya adalah di Tempat Pemujaan Cāpala. Seperti halnya Pali, ini menyebutkan 37 sayap menuju pencerahan, tetapi menambahkan bahwa dhamma-dhamma ini harus “diingat, dipahami dengan baik, dan dibacakan”.((Waldschmidt (1950–1951), | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Versi Sanskrit lainnya, di mana kita hanya memiliki potongan ini, menjelaskan kejadian yang sama yang terjadi di Tempat Pemujaan Gandhamādāna. Ini menyebutkan aṅga-aṅga dan sayap-sayap menuju pencerahan. Ini sedikit aneh bahwa sayap-sayap pencerahan, yang merupakan ajaran-ajaran tentang latihan, adalah untuk dibacakan, sedangkan aṅga-aṅga adalah untuk dilatih; ini menghilangkan semua pembagian antara teori dan praktik, dan cenderung lebih jauh menyatakan penyatuan dari dua kelompok ini. Kita mencatat sekilas bahwa beberapa dari frase-frase itu dalam bacaan berikut (“dengan bersama-sama bergembira, tanpa perselisihan, | ||
| - | |||
| - | > “Oleh karena itu, para bhikkhu, dhamma-dhamma tersebut yang telah Ku-nyatakan, | ||
| - | |||
| - | > “Oleh karena itu, para bhikkhu, dhamma-dhamma yang diajarkan oleh-Ku – yaitu, s//utta, geyya, vyākaraṇa, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Sedikit setelah kejadian ini, dalam versi Pali dan Sanskrit, muncul ajaran yang terkemuka tentang rujukan agung, yang telah kita temui sebelumnya: ketika siapa pun membuat pernyataan tentang ajaran Sang Buddha, tidak peduli betapa terpelajarnya atau berwibawanya mereka, pernyataan mereka harus dibandingkan dengan Sutta-sutta dan Vinaya.((Tradisi Sanskrit, termasuk Mahāyāna dan Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Sanskrit menyatakan prinsip-prinsip penting lebih secara eksplisit daripada Pali: “Para bhikkhu harus bergantung pada Sutta-sutta bukan pada individu”.((Waldschmidt (1950–1951), | ||
| - | )) Dalam alur narasi, ini mengingatkan kembali pada pernyataan-pernyataan yang lebih awal, yang menyatakan “// | ||
| - | |||
| - | Versi Sanskrit mencatat suatu pernyataan tambahan, yang sama. Ini diberikan keunggulan besar dengan dimasukkannya dalam ajaran-ajaran menjelang kematian yang terkenal dari Sang Buddha. Dalam istilah-istilah yang identik pada konteks sebelumnya, Sang Buddha menyatakan bahwa dhamma-dhamma bermanfaat tersebut adalah untuk dipelajari, diingat, dan dibacakan, tetapi alih-alih menyebutkan sayap-sayap menuju pencerahan ini menyebutkan dua belas aṅga.((Waldschmidt (1950–1951), | ||
| - | )) Dalam kedua kasus ini, dhamma-dhamma yang sama ditemukan dalam konteks yang sama dalam Vinaya Mūlasarvāstivāda.((Rockhill, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Bacaan ini mendukung tesis kita, apakah mereka perkataan Sang Buddha yang otentik atau tidak. Jika mereka tidak otentik, mereka pasti telah diciptakan oleh Sangha, mungkin untuk mengesahkan kenyataan Konsili Pertama di Rājagaha. Mereka tidak mungkin penambahan yang sangat belakangan, karena maka mereka pasti menyebutkan Nikāya-nikāya, | ||
| - | |||
| - | Dan jika mereka otentik, tampaknya tidak masuk akal bahwa Sangha telah mengabaikan atau mengesampingkan ajaran yang penting demikian. Tidak ada alasan yang bagus untuk meragukan bahwa Sang Buddha memang, sesaat sebelum Beliau wafat, menganjurkan Sangha untuk mempertahankan ajaran-Nya dengan berkumpul bersama untuk membacakannya. Dan saya yakin bahwa mereka melakukan persis seperti yang dianjurkan Sang Buddha. Setelah Beliau wafat, Sangha berkumpul bersama di Gua Sattapaṇṇi, | ||
| - | |||
| - | Kesimpulan dari Mahā Parinibbāna Sutta ini menyambung dengan agak baik dengan tradisi tafsir Theravāda dari Peṭakopadesa dan Netti. Bacaan tentang rujukan agung mengatakan suatu pernyataan harus diperiksa untuk melihat apakah ia “sesuai” dengan Sutta-sutta. Kata yang kita terjemahkan sebagai “sesuai” adalah dalam Pali // | ||
| - | |||
| - | > Ini adalah suatu ungkapan yang tidak biasanya; ini lebih baik ditafsirkan dalam penjelasan tradisi Peṭakopadesa di mana // | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam daftar dari enam topik di bawah // | ||
| - | |||
| - | Terdapat suatu bacaan dalam Samantapāsādika, | ||
| - | |||
| - | > Mengesampingkan ratusan dan ribuan orang bhikkhu yang telah menghafal keseluruhan sembilan aṅga dispensasi tekstual dari Sang Guru, orang-orang biasa, pemasuk arus, yang kembali sekali, yang tidak kembali, para Arahant vipassanā-kering, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Jelas kelompok pertama tidak disukai dibandingkan dengan yang belakangan; dengan demikian ini menyatakan bahwa kitab sembilan aṅga entah bagaimana lebih rendah daripada Tipiṭaka. Namun ini tersirat dalam tradisi-tradisi: | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang dalam keadaan seimbang untuk menarik beberapa untaian dalam bab-bab di atas, dan untuk melukiskan seluruh gambaran yang lebih masuk akal dari struktur Dhamma dan Vinaya. Dua khotbah, Catuṣpariṣat Sūtra dan Mahā Parinibbāna Sutta, adalah sepasang yang saling melengkapi. Ini terbukti dari banyak kesejajaran dan kesamaan dalam rincian dan strukturnya. Tidak perlu menyelidiki hal ini secara rinci di sini; cukup memberikan contoh beberapa ciri khas. Keduanya mulai di atau dekat Rājagaha; keduanya melibatkan Raja dari Rājagaha; keduanya mengisahkan Sang Buddha mengadakan perjalanan; keduanya menyelingi perjalanan itu dengan ajaran-ajaran penting; Catuṣpariṣat mengisahkan pengikut pertama (Aññā Koṇḍañña), | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Catuṣpariṣat Sūtra menceritakan kisah awal karir Sang Buddha, sedangkan Mahā Parinibbāna menceritakan akhirnya. Kita telah memperhatikan di atas bahwa beberapa gaya literatur Buddhis secara formal distrukturkan dengan mengambil suatu ajaran yang sudah ada sebelumnya, dan melengkapi ini dengan bacaan pembukaan dan penutup yang menyediakan suatu latar bagi ajaran tersebut. Jenis bentuk ini, tentu saja, secara mutlak adalah ciri khas dari format normal untuk khotbah-khotbah: | ||
| - | |||
| - | Catuṣpariṣat memberikan latar belakang naratif untuk Dhammacakkappavattana Sutta dan ajaran-ajaran penting lain yang sekarang ditemukan dalam Saṁyutta. Dalam cara ini, ia menaburkan benih-benih dari tiga aṅga (= proto-Saṁyutta), | ||
| - | |||
| - | Mengikuti penetapan Dhamma, penahbisan Aññā Koṇḍañña membentuk poin awal untuk Vinaya. Kisah ini, dalam Vinaya Theravāda, menyatu ke dalam penggambaran formal dari tata cara penahbisan dan dengan demikian awal dari Khandaka-khandaka, | ||
| - | |||
| - | Ketika rangkaian dan struktur dari Dhamma dan Vinaya telah ditetapkan dengan cara ini, masing-masing dari benang utama yang diusulkan berlanjut membuat perbedaan dan membagi ke dalam sub-divisi lebih jauh, yang menghasilkan kumpulan yang menakjubkan tetapi membuat frustrasi dari kesatuan dan keanekaragaman dari kitab suci seperti yang kita miliki. Mahā Parinibbāna, | ||
| - | |||
| - | Kita telah mencatat bahwa bagian-bagian yang bertentangan dari ajaran dapat disusun dalam latar mitos yang secara sadar disambung untuk berlawanan satu sama lainnya, seperti seruan para dewa sebagai tanggapan pada Dhammacakkappavattana Sutta dan pada kejatuhan Sudinna. Hal yang sama, Permohonan Brahmā agar Sang Buddha mengajar, yang ditemukan dalam Catuṣpariṣat Sutta, berlawanan dengan Permohonan Māra agar Sang Buddha meninggal dunia, yang ditemukan dalam Mahā Parinibbāna Sutta. Versi Sanskrit membuat kesejajaran antara Catuṣpariṣat dan Mahā Parinibbāna lebih eksplisit dan rumit – sangat rumit untuk dibahas di sini.((Skt MPS 16.1–12. Versi Pali memiliki kejadian Māra (DN 16.3.7), tetapi tanpa menyebutkan bahwa Māra pertama kali meminta Sang Buddha meninggal dunia ketika Beliau baru tercerahkan di Uruvelā. | ||
| - | )) Pernyataan ini tidak ditemukan sampai rangkuman pada DN 16.3.34, mengikuti delapan sebab gempa bumi, sedangkan versi Sanskrit memiliki bacaan penuh hanya sekali. Versi Pali, di antara dua penyebutan Permohonan Māra, memasukkan beberapa kumpulan yang tidak berhubungan dari delapan dhamma (delapan perkumpulan, | ||
| - | )) Ini berdiri berlawanan dengan reaksi Māra dalam setiap pertemuan dengan Sang Buddha, di mana ia menghilang “dengan sedih dan kecewa”, yang kenyataannya adalah apa yang terjadi dalam Permohonan Māra dalam Catuṣpariṣat Sūtra.((Skt CPS 4.7. | ||
| - | )) Hubungan terperinci ini menyatakan bahwa dua teks Sanskrit disusun secara bersama-sama, | ||
| - | |||
| - | Contoh lain dari hubungan tambahan dalam versi Sanskrit adalah bahwa, tepat sebelum Permohonan Māra, Sang Buddha mengambil dana makanan dari saudagar Tapussa dan Bhallika, yang adalah makanan pertama setelah pencerahan-Nya. Sayangnya, makanan itu, yang terdiri dari banyak “gumpalan-madu”, | ||
| - | )) Dalam Catuṣpariṣat Sūtra, penyakit Sang Buddha diikuti oleh Permohonan Māra; kemudian, setelah Māra menghilang, Sakka raja para dewa muncul di hadapan Sang Buddha untuk memberikan Beliau obat untuk menyembuhkan penyakit-Nya. Struktur kisah ini membuatnya tampak seakan-akan Permohonan Māra disisipkan dalam kisah penyakit. | ||
| - | |||
| - | Keseluruhan rangkaian kejadian memberikan suatu tenunan mitos yang bergema, rumit yang tidak mudah dibuka tenunannya ke dalam untaian yang terpisah. Ini adalah penutupan dari siklus itu. Mempertimbangkan ketergantungan yang mendalam dari kedua teks ini, tidak dapat dihindari bahwa konsepsi mereka atas Dhamma yang berkaitan kitab seharusnya juga saling berjalinan. Catuṣpariṣat Sūtra menyediakan suatu kerangka kisah yang otoritatif atas Dhammacakkappavattana dan ajaran-ajaran utama lainnya; dan dengan cara yang sama, Mahā Parinibbāna Sutta menyediakan suatu kerangka kisah yang otoritatif atas instruksi Sang Buddha agar, setelah Beliau tiada, para pengikut-Nya harus bergantung pada Dhamma dan Vinaya. Seperti yang telah kita lihat, Dhamma terutama dirumuskan di sini sebagai 37 sayap menuju pencerahan atau aṅga-aṅga. Kita telah mengidentifikasi kedua hal ini dengan proto-Saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | === 7.1 Kesimpulan === | ||
| - | |||
| - | Saya telah berusaha membuat kasus sekuat mungkin untuk GIST dalam ruang yang singkat. Tidak diragukan lagi saya telah menghilangkan banyak contoh-contoh yang berlawanan, dan tidak diragukan lagi gambar sebenarnya lebih kompleks daripada penggambaran singkat yang mana pun. Sebagai contoh, saya telah mengidentifikasi Dhammacakkappavattana Sutta sebagai pola utama dari aṅga //sutta// sebagai yang berlawanan dengan aṅga // | ||
| - | |||
| - | Kelanjutan itu, bahkan identitas, antara tiga lapisan teks tidak dapat disangkal. Ia mencerminkan suatu upaya keras untuk memantapkan ajaran-ajaran Sang Buddha, untuk melestarikannya terhadap kebinasaan atas ketidakkekalan, | ||
| - | |||
| - | Dengan melakukan demikian, walaupun tugas itu tampak sulit, kita menemukan suatu harta yang tidak ternilai: suatu Dhamma umum yang mendasari semua aliran dan tradisi Buddhis. Dengan menggunakan metode historis kita, kita memancarkan suatu cahaya baru yang menarik terhadap suatu dunia Buddhisme yang terlupakan. | ||
| - | |||
| - | Bagi kita, naskah-naskah kuno yang hilang bukanlah seperti gulungan Laut Mati yang hilang di gurun. Penemuan naskah-naskah kuno dari gurun-gurun dan gua-gua di Afghanistan dan Asia Tengah bertanggal dengan baik dari masa setelah Sang Buddha dan terutama memperkuat, alih-alih mengurangi, keotentikan dari kanon-kanon. Naskah-naskah kuno yang hilang alih-alih dikuburkan dalam suatu ruang yang lebih dalam, yang tidak dapat dicapai – ruang-ruang pemujaan dari vihara-vihara Buddhis. Di sana mereka tetap, terkubur di bawah pasir interpretasi, | ||
| - | |||
| - | ===== Bagian II – Sebuah Sejarah Tentang Perhatian Penuh ===== | ||
| - | |||
| - | //Inilah jalan yang bertemu pada satu titik\\ | ||
| - | untuk pemurnian makhluk-makhluk, | ||
| - | untuk mengatasi dukacita dan ratap tangis,\\ | ||
| - | untuk mengakhiri kesakitan dan kesedihan, | ||
| - | untuk mencapai jalan yang benar,\\ | ||
| - | yaitu, empat penegakan perhatian.// | ||
| - | |||
| - | — Sang Buddha, SN 47.18 Brahma Sutta | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 8: Pengantar pada Perhatian ==== | ||
| - | |||
| - | “Perhatian [sati] bermanfaat di mana pun” – demikianlah yang dikatakan Sang Buddha.((SN 46.53 | ||
| - | )) Dan dalam kesesuaian dengan motif ini, tema perhatian muncul dalam setiap ajaran yang membentuk jalan menuju pembebasan. Pada hal yang paling mendasar, perhatian adalah penting bagi rasa hati nurani di mana perilaku etis berlandaskan; | ||
| - | |||
| - | Mempertimbangkan sifat perhatian yang ada di mana-mana, sama selalu adanya seperti garam di lautan, mungkin tampaknya suatu pekerjaan yang sia-sia untuk memisahkan beberapa wilayah dari Dhamma yang mengandung suatu keterikatan khusus dengan perhatian. Sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | > [Mahā Satipaṭṭhāna Sutta] umumnya dianggap sebagai sutta yang paling penting dalam keseluruhan kanon Pali. >Maurice Walshe >//The Long Discourses of the Buddha//, hal. 588 | ||
| - | |||
| - | > Khotbah yang paling penting yang pernah diberikan Sang Buddha tentang pengembangan batin (meditasi) disebut Satipaṭṭhāna Sutta. | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Walpola Rāhula //What the Buddha Taught//, hal. 69. | ||
| - | </ | ||
| - | > [Satipaṭṭhāna Sutta] oleh semua umat Buddha dengan tepat dianggap bagian yang paling penting dari seluruh Sutta-Piṭaka dan intisari dari seluruh praktik meditasi. | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Bhikkhu Nyanatiloka //Path to Deliverance//, | ||
| - | </ | ||
| - | > Tidak ada khotbah lain Sang Buddha, tidak bahkan khotbah pertama Beliau, “Khotbah di Benares” yang terkenal, menikmati di negara-negara Buddhis di Timur yang menganut tradisi yang asli dari ajaran-ajaran awal mula, kepopuleran dan penghormatan demikian seperti Satipaṭṭhāna Sutta. | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Bhikkhu Nyanaponika //The Heart of Buddhist Meditation//, | ||
| - | </ | ||
| - | Pemujaan, yang berlawanan dengan praktik, dari Satipaṭṭhāna Sutta adalah ciri khas yang luar biasa dari Theravāda modern. Di sini adalah Yang Mulia Nyanaponika dalam karya klasiknya //The Heart of Buddhist Meditation//: | ||
| - | |||
| - | > Di Lanka sebagai contoh, pulau Sri Lanka, pada waktu hari-hari bulan purnama para umat awam menjalankan delapan dari sepuluh aturan pokok dari para samanera, berdiam siang dan malam di vihara, mereka seringkali memilih Sutta ini untuk dibaca, dilafalkan, didengarkan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam suasana kekaguman yang bersifat penghormatan ini pertanyaan tentang mempraktikkan instruksi-instruksi dalam Satipaṭṭhāna Sutta tidak muncul. Ratusan salinan dari naskah tentang meditasi bertumpuk di sebuah vihara; tetapi apakah seseorang benar-benar bermeditasi? | ||
| - | |||
| - | Selagi kita telah mendapatkan banyak manfaat dari penekanan modern pada perhatian dalam praktik sehari-hari, | ||
| - | |||
| - | Dalam membuat pernyataan-pernyataan demikian, pernyataan yang akan dilihat sebagai sebuah serangan pada otoritas dari aliran-aliran meditasi yang paling dihormati pada abad ke-20, saya tidak dapat mengatakan cukup tegas bahwa apa yang saya kritik di sini bukan para guru vipassanā, atau teknik-teknik meditasi yang telah dipasarkan sebagai “vipassanā”, | ||
| - | |||
| - | // | ||
| - | |||
| - | Pernyataan saya terbang di hadapan hampir setiap penafsir modern atas satipaṭṭhāna. Suatu beban yang bertumpuk dari otoritas demikian tidak dapat dibuang dengan sembarang, maka saya harus melanjutkan dengan hati-hati. Oleh sebab itu saya membuat ulasan saya seluas dan semasuk akal mungkin, dengan memasukkan suatu pandangan pada setiap teks awal penting yang tersedia tentang satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | === 8.1 Samatha dan Vipassanā === | ||
| - | |||
| - | Kunci pada pendekatan yang digunakan dalam karya ini adalah untuk menganalisis berbagai lapisan teks-teks tentang satipaṭṭhāna dalam hubungannya dengan samatha dan vipassanā. Oleh karena itu penting untuk memulai dengan menjelaskan apa yang saya maksud dengan hal ini. Terdapat dua aspek kunci dari bagaimana Sutta-sutta mengatakan tentang samatha dan vipassanā: sifat alami mereka, dan fungsinya. Sifat khusus mereka dengan jelas dibedakan dalam bacaan ini. | ||
| - | |||
| - | > “Seseorang yang memiliki samatha dari batin dalam dirinya sendiri tetapi tanpa vipassanā ke dalam prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pemahaman yang lebih tinggi seharusnya mendekati seseorang yang memiliki vipassanā dan bertanya: ‘Bagaimana seharusnya aktivitas-aktivitas dilihat? Bagaimana seharusnya mereka dijelajahi? Bagaimana seharusnya mereka dipahami dengan vipassanā? | ||
| - | |||
| - | > “Seseorang yang memiliki vipassanā ke dalam prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pemahaman yang lebih tinggi tetapi tidak memiliki samatha dari batin dalam dirinya sendiri seharusnya mendekati seseorang yang memiliki samatha dan bertanya: ’Bagaimana seharusnya pikiran ditenangkan? | ||
| - | |||
| - | > “Seseorang yang tidak memiliki keduanya seharusnya bertanya tentang keduanya [dan ‘seharusnya menaruh semangat yang sangat besar, usaha, upaya keras, pengerahan usaha, perhatian yang tidak putus-putus, | ||
| - | > ))] | ||
| - | |||
| - | > “Ia yang memiliki keduanya, yang berkembang dalam kualitas-kualitas yang bermanfaat ini seharusnya membuat usaha yang lebih jauh untuk penguapan kekotoran-kekotoran.”((AN 4.94. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Seperti halnya, Nandaka, terdapat sesosok hewan berkaki empat dengan satu kaki yang cacat dan pendek, ini akan dengan demikian tidak terpenuhi dalam faktor itu; demikian juga, seorang bhikkhu yang taat dan berkebajikan tetapi tidak mencapai samatha dari batin dalam dirinya sendiri tidak terpenuhi dalam faktor itu. Faktor itu seharusnya dipenuhi olehnya… Seorang bhikkhu yang telah memiliki tiga hal ini tetapi tidak memiliki vipassanā ke dalam prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pemahaman yang lebih tinggi tidak terpenuhi dalam faktor itu. Faktor itu seharusnya dipenuhi olehnya.”((AN 9.4 | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Penggambaran vipassanā menyebutkan melihat, menjelajahi dan membedakan aktivitas-aktivitas (// | ||
| - | |||
| - | Samatha adalah penenangan, pemantapan, dan penyatuan pikiran. | ||
| - | |||
| - | > “Bagaimanakah ia menenangkan pikirannya dalam dirinya sendiri, memantapkannya, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini, seperti dalam hampir semua konteks ajaran utama dalam teks-teks awal, samatha atau samādhi adalah empat jhāna. Kita harus oleh karenanya menyimpulkan bahwa empat jhāna adalah bagian yang pokok, intrinsik dari sang jalan. Mengembangkan poin-poin yang membentuk pokok argumen dari //Sepasang Utusan Cepat//, maka saya tidak akan mengulangi alasan-alasannya di sini. Namun adalah perlu untuk menyebutkan ini bagi siapa pun yang bertahan dalam praktik yang sangat umum menafsirkan teks-teks awal tentang samādhi dalam hubungannya dengan gagasan komentar tentang “samādhi akses” dan “samādhi sementara” akan tentunya salah menafsirkan karya saat ini, dan, saya percaya, akan juga salah menafsirkan Sutta-sutta. | ||
| - | |||
| - | Cara kedua memperlakukan samatha dan vipassanā adalah dalam hubungan dengan fungsi mereka, yaitu, hasil dari praktik itu. | ||
| - | |||
| - | > “Para bhikkhu, dua prinsip ini bersama-sama dalam realisasi. Apakah dua hal itu? Samatha dan vipassanā. | ||
| - | |||
| - | > “Ketika samatha dikembangkan, | ||
| - | |||
| - | > “Ketika vipassanā dikembangkan, | ||
| - | |||
| - | > “Para bhikkhu, pikiran yang dinodai dengan nafsu tidak terbebaskan; | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dengan demikian tujuan samatha adalah untuk melenyapkan nafsu, yang di sini berkaitan dengan semua kekotoran emosional, sedangkan vipassanā melenyapkan ketidaktahuan, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 9: Studi-Studi Sebelumnya ==== | ||
| - | |||
| - | Banyak sarjana telah mempelajari dan berkomentar tentang berbagai versi Satipaṭṭhāna Sutta. Saya telah mempelajari sesuatu dari masing-masing studi ini, dan kebaikan dalam karya saya semata-mata karena saya berdiri pada pundak yang demikian luas dan kuat. Saya berusaha menghindari topik-topik yang berulang yang telah diperlakukan dengan baik, kecuali di mana penilaian kembali diperlukan dalam penerangan metode-metode dan bahan-bahan dari karya saat ini. Suatu penyelidikan atas tulisan umum tentang satipaṭṭhāna akan menjadi suatu hal yang menyenangkan tetapi tugas yang terlalu panjang, namun kita dapat dengan singkat menyelidiki tulisan-tulisan yang telah melakukan studi perbandingan dan historis. | ||
| - | |||
| - | === 9.1 Von Hinüber === | ||
| - | |||
| - | Oskar von Hinüber memberikan petunjuk beberapa masalah yang terlibat: | ||
| - | |||
| - | > Lebih rumit adalah hubungan dari Satipaṭṭhāna Saṁyutta, SN V141–192 dengan Satipaṭṭhānasuttanta yang ditemukan dalam DN No. 22 Mahāsatipaṭṭhānasuttanta dan MN No. 10 Satipaṭṭhānasuttanta, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | === 9.2 Anālayo === | ||
| - | |||
| - | Yang Mulia Anālayo telah menerbitkan sebuah studi berskala besar atas satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > Tetapi instruksi-instruksi terperinci yang ditemukan dalam Mahā Satipaṭṭhāna Sutta dan Satipaṭṭhāna Sutta tampaknya termasuk dalam suatu periode yang belakangan, ketika ajaran Sang Buddha telah menyebar dari lembah sungai Gangga ke Kammāsadhamma yang jauh di negeri Kuru, di mana kedua khotbah diucapkan.((Anālayo, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Sungguh aneh bahwa ajaran yang begitu penting telah diberikan hanya di suatu kota yang tidak dikenal, yang jauh. (Negeri Kuru dekat dengan Delhi sekarang, dan menandai batas paling barat dari pengembaraan Sang Buddha). Anehnya lagi bahwa khotbah itu diberikan dua kali dengan hanya perluasan dari satu bagian yang membedakan mereka. Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Walaupun Anālayo menyadari tentang perbedaan versi bahan satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Sebagai contoh, perbandingan isi dari perenungan tubuh menunjukkan, | ||
| - | |||
| - | > Alasan atas penghilangan terbuka pada dugaan, tetapi apa yang tersisa dari inti yang diterima dengan suara bulat dari perenungan terhadap tubuh dalam semua versi yang berbeda-beda adalah suatu penyelidikan yang menyeluruh dari susunan anatomisnya.((Anālayo, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Kenyataan bahwa penyelidikan terhadap bagian-bagian tubuh diterima dengan suara bulat menyatakan bahwa latihan meditatif lainnya lebih mungkin penambahan alih-alih penghilangan. Jika tradisi-tradisi mewarisi suatu daftar umum dari latihan meditasi, dan beberapa setelah itu hilang, tidak ada alasan mengapa beberapa latihan ditinggalkan dibandingkan yang lain, dan oleh sebab itu tidak ada alasan mengapa terdapat suatu praktik yang mempertahankan dengan kekonsistenan yang lengkap. Atau lagi jika tidak ada inti yang sama, dan semua daftar terperinci ditemukan secara independen oleh tradisi-tradisi, | ||
| - | |||
| - | === 9.3 Thích Nhất Hạnh === | ||
| - | |||
| - | Thích Nhất Hạnh telah menerbitkan terjemahan lengkap dari semua tiga versi utama Satipaṭṭhāna Sutta dalam karyanya // | ||
| - | |||
| - | > Perbedaan lain dalam versi kedua [Sarvāstivāda] adalah ajaran-ajaran tentang jenis konsentrasi yang memberikan kemunculan pada kegembiraan dan kebahagiaan, | ||
| - | |||
| - | Tampaknya Thích Nhất Hạnh mempercayai bahwa jhāna-jhāna merupakan suatu penyisipan belakangan ke dalam Buddhisme; ini akan membawa bahwa semua ratusan khotbah yang menyebutkan jhāna-jhāna dalam kanon-kanon disusun kemudian daripada teks yang sekarang. Beliau tidak memberikan bukti untuk pandangan yang luar biasa ini. Komentar beliau di sini hampir semuanya tidak tepat sasaran, hanya karena beliau mengasumsikan bahwa teks yang sekarang, Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Dengan demikian, betapa pun bermanfaatnya nasehat praktis Thích Nhất Hạnh, tekstual analisis beliau tidak sangat bermanfaat untuk suatu pertanyaan historis. | ||
| - | |||
| - | === 9.4 Ṭhānissaro === | ||
| - | |||
| - | Bhikkhu Ṭhānissaro membahas masalah ini secara singkat dalam //The Wings to Awakening// | ||
| - | |||
| - | === 9.5 Thích Minh Châu === | ||
| - | |||
| - | Thích Minh Châu melengkapi beberapa rincian tentang Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda dalam karyanya yang tak ternilai //The Chinese Madhyama Āgama and the Pali Majjhima Nikāya//. Beliau menunjukkan bahwa satipaṭṭhāna adalah satu-satunya kelompok dari 37 sayap menuju pencerahan yang menunjukkan variasi yang patut dicatat antara Sarvāstivāda dan Theravāda. Tetapi beliau mengabaikan pentingnya perbedaan itu ketika beliau mengatakan: “Kedua versi memberikan hampir bahan-bahan yang sama, seperti pendekatan dasar pada perenungan-perenungan yang identik.” Oleh karena itu perlu untuk mengubah kesimpulan beliau bahwa: “kedua versi berasal dari sumber yang sama tetapi pemilihan rincian diserahkan kepada para penyusun lebih kurang secara bebas.” Karena Thích Minh Châu sendiri telah menunjukkan dalam beberapa konteks lain, perbedaan-perbedaan dalam penyusunan tidaklah “bebas”, | ||
| - | |||
| - | === 9.6 Gethin === | ||
| - | |||
| - | R. M. L Gethin dalam karyanya //The Buddhist Path to Awakening//, | ||
| - | |||
| - | > Ini telah membuat beberapa sarjana, seperti Schmithausen dan Bronkhorst, berspekulasi tentang sifat dari spesifikasi “awal mula” dari satipaṭṭhāna pertama dan keempat: yang pertama menyatakan bahwa perhatian tubuh mulanya terdiri atas hanya memperhatikan postur tubuh, dan yang terakhir (mengikuti Vibhaṅga [Abhidhamma]) menyatakan bahwa ia terdiri hanya memperhatikan bagian-bagian tubuh yang berbeda. Banyak dari pembahasan mereka adalah paling baik sangat bersifat spekulatif, dan paling buruk salah paham. | ||
| - | |||
| - | > Schmithausen, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam mempertahankan spekulasi, hipotesis yang berani adalah penting untuk kemajuan dari pengetahuan; | ||
| - | |||
| - | === 9.7 Schmithausen === | ||
| - | |||
| - | Schmithausen mempertimbangkan tiga versi yang masih ada dari Satipaṭṭhāna Sutta. Ia tidak mengambil teks-teks Abhidhamma; jika ia melakukan demikian, ia mungkin mencapai kesimpulan yang berbeda. Ia mencatat, dengan tepat, bahwa bagian dalam Satipaṭṭhāna Sutta yang berhubungan dengan perasaan dan pikiran serupa dalam semua versi (seperti yang sebenarnya mereka ada dalam Abhidhamma juga). Ia lalu mencatat bahwa mereka berbagi suatu susunan kata-kata yang sama, sebagai contoh: “Ketika merasakan suatu perasaan yang menyenangkan, | ||
| - | |||
| - | Namun, kenyataan bahwa latihan-latihan tidak dengan konsisten memiliki perumpamaan-perumpamaan akan, paling banyak, menyatakan bahwa perumpamaan-perumpamaan ditambahkan; | ||
| - | )) Ini serupa dengan rumusan standar satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Dalam semua kasus, Schmithausen menyimpulkan bahwa teks awal mula terdiri dari bacaan-bacaan yang secara formal sejenis dengan perenungan perasaan dan pikiran; yaitu, kesadaran atas empat postur dalam perenungan tubuh, dan bagian-bagian tentang rintangan-rintangan, | ||
| - | |||
| - | Schmithausen mempercayai bahwa teks awal mula telah disusun dalam kata-kata dengan suatu gaya yang konsisten. Namun, teks-teks Abhidhamma menggunakan suatu gaya yang lebih konsisten daripada Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Namun terdapat suatu analisis dari makna teks-teks yang dilakukan Schmithausen sejajar dengan analisis formalnya yang murni; dan di sinilah, saya percaya, bahwa agendanya yang lebih dalam terungkap. Ia mengatakan bahwa bagian-bagian tentang perasaan dan pikiran, yang dikembangkan sebagai otentik secara kesepahaman tekstual, menggambarkan suatu praktik kesadaran yang bersifat tidak-menghakimi, | ||
| - | |||
| - | 1) Keberatan yang paling jelas, dan mungkin paling penting, terhadap gagasan bahwa satipaṭṭhāna pada pokoknya suatu sistem kesadaran yang tidak memilih adalah kenyataan sederhana bahwa terdapat empat satipaṭṭhāna. Seseorang jelas dianggap, dalam beberapa pengertian atau pengertian yang lain, untuk memilih salah satu dari empat hal ini sebagai suatu kerangka untuk meditasi, bahkan hanya untuk berdiam dalam bidang penguasaan meditasinya. Tidak di mana pun teks-teks awal menyatakan bahwa empat kerangka itu dapat diabaikan atau dengan sembarang dicampur, dan tidak di mana pun satipaṭṭhāna digambarkan hanya sebagai “menyadari apa pun yang muncul pada momen saat ini”. Kita akan melihat bahwa seraya gagasan ini mendapatkan pegangan selama evolusi historis dari satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | 2) Schmithausen menyimpulkan bahwa bagian-bagian yang berhubungan dengan perenungan tubuh adalah penambahan belakangan, karena mereka melibatkan suatu jenis meditasi yang lebih diarahkan. Namun kenyataan ini berhubungan dengan suatu prinsip meditasi yang terkemuka. Dalam tahap permulaan rintangan-rintangan mungkin kuat dan perhatian lemah, sehingga meditator yang bijak akan mengarahkan dan memegang kesadaran dengan beberapa kekuatan ke dalam suatu objek yang dipilih. Seraya rintangan-rintangan melemah dan perhatian tumbuh kuat, seseorang dapat perlahan-lahan melepaskan lebih dan lebih banyak sampai akhirnya ia melepaskan semua kendali dan memasuki samādhi. Pola dari Satipaṭṭhāna Sutta persis mencerminkan prinsip ini. Ini dengan demikian lebih masuk akal untuk menafsirkan variasi-variasi dalam gaya dari berbagai latihan, bukan sebagai bukti kerusakan tekstual, tetapi menunjukkan pendekatan berbeda yang sesuai untuk tingkat kemajuan yang berbeda dari meditasi. | ||
| - | |||
| - | 3) Beberapa Sutta jelas menyatakan penggunaan pemilihan dan penilaian dalam konteks satipaṭṭhāna. Kenyataannya, | ||
| - | )) Seperti yang dinyatakan di atas, cara yang tidak terarah dari satipaṭṭhāna adalah sesuai bagi mereka yang telah melenyapkan rintangan-rintangan melalui pencapaian samādhi. | ||
| - | |||
| - | 4) Saya tidak mengetahui atas dasar apa Schmithausen mempercayai bahwa paragraf pembuka dari Satipaṭṭhāna Sutta, yang tentu saja penggambaran biasa dari satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Schmithausen adalah seorang pelopor, dan sementara saya tidak sepaham dengan beberapa dari argumennya, ia harus diberikan penghargaan atas membawa variasi-variasi tekstual ini menjadi jelas. Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | === 9.8 Bronkhorst === | ||
| - | |||
| - | Kesimpulan-kesimpulan yang dicapai oleh Bronkhorst adalah suatu kemajuan yang besar. Ia menggunakan dengan baik Vibhaṅga Abhidhamma Theravāda dan Dharmaskandha Sarvāstivādin, | ||
| - | |||
| - | > Vibhaṅga sendiri pasti – seperti yang ditunjukkan oleh Frauwallner((Frauwallner (1995), hal 43ff. | ||
| - | > )) - telah berkembang dari suatu karya yang lebih awal yang juga mendasari Dharmaskandha dari Sarvāstivādins… | ||
| - | |||
| - | > Pertanyaan kita adalah: apakah “Vibhaṅga awal mula” menggunakan Sūtra-sūtra dalam bentuk mereka yang sudah selesai, atau apakah ia alih-alih menggunakan potongan-potongan dari tradisi yang masih lebih kurang mengambang bebas dan hanya kemudian diambil ke dalam Sūtra-sūtra yang kita ketahui? Dalam kasus pertama kesepahaman antara keturunan-keturunan dari “Vibhaṅga awal mula” dan Sūtra-sūtra harus besar; dalam yang terakhir, kita mungkin berharap menemukan dalam jejak Vibhaṅga dan Dharmaskandha suatu masa sebelum penyusunan Sūtra-sūtra. | ||
| - | |||
| - | > Apakah jejak-jejak demikian telah bertahan tidak pasti. Namun terdapat satu bacaan dalam Vibhaṅga Pali yang mungkin mempertahankan beberapa ciri khas kuno. Ini muncul dalam penjelasan tentang 4 satipaṭṭhāna((Saya menghilangkan daftar Bronkhorst tentang perincian dari satipaṭṭhāna dalam Vibhaṅga dan Dharmaskandha, | ||
| - | > ))… | ||
| - | |||
| - | > “Vibhaṅga awal mula” pasti mengandung penjelasan yang sama atas 4 satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > Adalah mungkin, tetapi sayangnya jauh dari pasti, bahwa perincian yang dipertahankan dalam Vibhaṅga lebih tua daripada kebanyakan perincian yang ditemukan dalam Sūtra-sūtra… [Di sini Bronkhorst meringkaskan argumen Schmithausen dan memunculkan beberapa keberatan padanya]… | ||
| - | |||
| - | > Selain dari ini dalam diri mereka sendiri pertimbangan yang tidak sangat menentukan, terdapat satu argumen yang memberikan beberapa hal yang masuk akal pada pandangan bahwa “pengamatan atas posisi tubuh” mulanya bukanlah yang pertama dari 4 satipaṭṭhāna [seperti yang dipertahankan oleh Schmithausen]. Secara singkat menyatakan ini adalah bahwa dalam Buddhisme perhatian ada dua jenis (atau lebih baik: tingkat); “pengamatan atas posisi tubuh” adalah satu jenis, 4 satipaṭṭhāna adalah jenis yang lain. | ||
| - | |||
| - | > Untuk mengenali dua jenis perhatian kita berbalik pada penggambaran stereotip dari jalan menuju pembebasan yang sering muncul berulang kali dalam Sūtra-sūtra [yaitu “pelatihan bertahap”]. Ini membedakan antara latihan persiapan pada satu pihak, dan “meditasi” yang sebenarnya pada pihak lain, keduanya dibagi oleh momen ketika seorang bhikkhu pergi ke sebuah tempat sunyi dan duduk dalam suatu cara yang dijelaskan. Perhatian memainkan suatu peranan baik sebelum dan sesudah momen ini, tetapi dalam cara yang berbeda. Sebelum momen ini sang bhikkhu “Ketika pergi keluar dan kembali bertindak dengan pemahaman jernih; ketika melihat ke depan dan ke samping… ketika menekuk dan membentangkan anggota tubuhnya… ketika membawa jubah dan mangkuknya… ketika makan dan minum… ketika buang air besar dan kecil… ketika bepergian, berdiri, duduk, tidur, berjalan, berbicara, dan berdiam diri bertindak dengan pemahaman jernih”; | ||
| - | > )) secara singkat, sang bhikkhu berlatih “pengamatan posisi tubuh”. Setelah momen ini situasi berubah. Sang bhikkhu tidak lagi membuat pergerakan apa pun. Tetapi tindakan pertamanya dalam posisi yang tidak bergerak ini adalah “mengerahkan [menegakkan] perhatian” (// | ||
| - | |||
| - | > Apakah kemudian yang membentuk satipaṭṭhāna terhadap tubuh dalam posisi yang tidak bergerak ini? Jelas hanya ini: sang bhikkhu mengarahkan perhatiannya pada bagian-bagian tubuh yang berbeda… Kita mungkin… menganggap kemungkinan bahwa “pengamatan unsur-unsur pembentuk tubuh” mulanya adalah satipaṭṭhāna terhadap tubuh. Dan ini akan menegaskan pandangan bahwa “Vibhaṅga awal mula” disusun sebelum 4 satipaṭṭhāna diberikan penjelasan yang sekarang kita temukan dalam Sūtra-sūtra. | ||
| - | |||
| - | Sisa dari bagian artikel Bronkhorst itu yang berhubungan dengan satipaṭṭhāna terutama berkaitan dengan Ekāyana Sūtra Mahāsaṅghika. Ia mengembangkan beberapa argumen yang menyatakan bahwa teks ini mungkin mengandung beberapa ciri khas kuno – yang adalah mungkin, walaupun teks secara keseluruhan adalah belakangan – dan menyatakan bahwa perincian awal mula dari perenungan dhamma mungkin oleh sebab itu adalah faktor-faktor pencerahan saja. Saya akan membahas hal ini di bawah. | ||
| - | |||
| - | Poin kunci dalam argumen Bronkhorst adalah bahwa terdapat dua tingkatan yang berbeda dari perhatian dalam pelatihan bertahap, dan bahwa adalah yang kedua dari ini, “meditasi yang sebenarnya”, | ||
| - | |||
| - | 1) Penggambaran standar dari “pengamatan posisi tubuh” tidak memasukkan kata “perhatian” dalam penggambaran praktik itu sendiri. Tindakan itu digambarkan, | ||
| - | )) Dalam ungkapan Pali awal adalah biasa untuk menggambarkan praktik menyadari seluruh aktivitas sehari-hari seseorang tanpa bahkan menggunakan kata “perhatian”. Namun hanya dalam versi yang telah berkembang dari pelatihan bertahap, praktik itu digambarkan sebagai “perhatian dan pemahaman jernih” dalam hal sang bhikkhu duduk bersila di dalam hutan untuk bermeditasi adalah sepenuhnya standar, konsisten, dan intrinsik pada penggambaran praktik itu. | ||
| - | |||
| - | 2) Kata “penegakan” (// | ||
| - | |||
| - | 3) Berbagai versi dari pelatihan bertahap, sejauh yang saya ketahui, tidak pernah secara khusus menyebutkan empat satipaṭṭhāna pada tahapan kesadaran atas aktivitas-aktivitas sehari-hari. Tetapi, walaupun ini bukan standar, terdapat setidaknya beberapa konteks yang menyebutkan empat satipaṭṭhāna pada tahapan duduk untuk bermeditasi. Dalam sebuah versi Sarvāstivāda dari Gaṇakamoggallāna Sutta, setelah bagian tentang pemahaman jernih empat satipaṭṭhāna dimasukkan, membawa seperti biasanya pada jhāna dan kemudian berbagai kemampuan batin, yang memuncak pada pencerahan.((MA 144 = MN 107 Gaṇakamoggallāna Sutta. | ||
| - | )) Dantabhūmi Sutta mirip, tetapi, walaupun di sana empat satipaṭṭhāna ditempatkan sedikit belakangan, setelah ditinggalkannya rintangan-rintangan dalam tempat yang biasanya diambil oleh jhāna pertama.((MN 125/MA 198. | ||
| - | )) Namun versi Dharmaguptaka dari Sāmaññaphala Sutta berbeda dari semua ini dengan menempatkan empat satipaṭṭhāna //sebelum// kesadaran atas aktivitas-aktivitas.((Meisig, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 4) Praktik ānāpānasati selalu digambarkan setelah seorang bhikkhu telah pergi ke hutan untuk duduk bermeditasi. Ini jelas berhubungan dengan tahapan yang sama dalam pelatihan bertahap. Karena ānāpānasati adalah sebuah skema utama, atau //yang// utama, untuk meditasi satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | 5) Beberapa teks yang tersedia dalam versi Theravāda dan Sarvāstivāda memberikan daftar urutan kualitas-kualitas, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 6) Bacaan berikut mengatakan tentang tindakan yang persis sama dengan rumusan untuk pemahaman jernih: “Kemudian, | ||
| - | )) Ini adalah instruksi dalam dasar-dasar aturan monastik, khususnya berkenaan dengan berkeliling mengumpulkan dana makanan, ketika seorang bhikkhu atau bhikkhuni meninggalkan tempat pengasingannya yang rindang di vihara untuk pergi ke dalam keramaian desa. Ini menunjukkan bahwa bacaan tentang pemahaman jernih lebih berkaitan dengan perilaku etis permulaan daripada praktik meditasi. | ||
| - | |||
| - | Demikianlah penyelidikan singkat Bronkhorst menemukan banyak dukungan. Ini menyatakan bahwa suatu penerjemahan idiomatis dari satipaṭṭhāna hanyalah “meditasi”. Penegakan perhatian, meninggalkan rintangan-rintangan, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 10: Meditasi Sebelum Sang Buddha ==== | ||
| - | |||
| - | Meditasi bukan ditemukan oleh Sang Buddha. Teks-teks Buddhis selalu menganggap bahwa meditasi adalah praktik yang tersebar luas dan terkenal. Mempertimbangkan hal ini, mungkin mengejutkan untuk menemukan bahwa sumber-sumber pra-Buddhis tidak semuanya mengatakan banyak hal tentang meditasi. | ||
| - | |||
| - | === 10.1 Sumber-Sumber Brahmanis Awal === | ||
| - | |||
| - | Bukti paling awal untuk kebudayaan meditasi di mana pun di dunia ini berasal dari peradaban lembah sungai Gangga. Ini adalah suatu masyarakat yang besar, mutakhir, dan teratur dengan baik yang, pada puncaknya pada tahun 2500-3000 SM, membentang dari apa yang sekarang adalah Pakistan ke lembah sungai Gangga. Perkembangan dari peradaban ini dapat ditelusuri kembali sejauh 7000 SM di Afghanistan, | ||
| - | |||
| - | Yang paling menarik untuk tujuan kita adalah sedikit cap yang menggambarkan sesosok dewa seperti seorang yogi yang duduk bermeditasi. Ini dengan mengherankan mirip dengan amulet yang masih secara luas populer di negara-negara Buddhis sekarang. Sang yogi biasanya diidentifikasi berdasarkan seni arca sebagai “proto-Śiva”. Ia duduk tidak dalam “postur teratai” Sang Buddha, tetapi salah satu dari // | ||
| - | |||
| - | //Sati// dalam Buddhisme secara fungsional digambarkan dalam istilah //sara// “ingatan”, | ||
| - | |||
| - | //Sati// tampaknya digunakan sejak Ṛg Veda (mungkin seribu tahun sebelum Sang Buddha) dalam dua pengertian: “mengingat” atau “mengumpulkan kembali”, dan “menyimpan dalam pikiran”. Pentingnya hal ini tidak seharusnya diabaikan. //Sati// bukan hanya sebuah kata yang digunakan seseorang untuk menunjuk pada beberapa teks yang ia ingat; ini mungkin bahwa perkembangan budaya dari menghafalkan teks-teks membawa pada penemuan, penyelidikan, | ||
| - | |||
| - | Dalam Chāndogya Upaniṣad seorang ayah meminta putranya untuk berpuasa selama 15 hari, kemudian menguji ingatannya atas teks-teks Veda. Ia sayangnya gagal; tetapi setelah makan lagi ia dapat mengingat dengan mudah. Ayahnya menjelaskan: | ||
| - | |||
| - | > “Jika dari suatu api besar yang berkobar, terdapat hanya satu batubara yang tertinggal menyala, ia dapat dengan mudah dibuat berkobar lagi dengan meletakkan rumput padanya. Bahkan demikian, putra yang kucintai, ada [karena berpuasa] kecuali satu bagian dalam enam belas yang tersisa bagimu dan itu, yang dinyalakan dengan makanan, berkobar dan dengan ini kamu mengingat Veda sekarang.” Setelah itu ia memahami apa yang dimaksud ayahnya ketika ia berkata: “Pikiran, putra yang kusayangi, muncul dari makanan, napas dari air, perkataan dari api.”((CU 6.8.5–6. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Sang Buddha suatu ketika ditanya oleh seorang brahmana mengapa mantra-mantra (Veda) kadangkala mudah diingat dan kadangkala tidak.((AN 5.193, SN 46.55. | ||
| - | )) Secara khas, Beliau menjawab bahwa ketika lima rintangan hadir mantra-mantra tidak jelas; ketika lima rintangan tidak ada mantra-mantra jelas. Ini adalah contoh langsung bagaimana ilmu menghafal teks-teks akan membawa secara alami pada penyelidikan kualitas-kualitas mental yang diperlukan untuk keberhasilan dalam suatu usaha yang ambisius demikian. Kita masih menggunakan kata yang berusia 4000 tahun “mantra”, | ||
| - | |||
| - | Dengan cara yang sama, syair-syair Veda memiliki suatu arti yang sangat suci, mistis bagi para pendeta Brahmana, dan telah menjadi hal yang biasa karena lebih banyak kontemplatif di antara mereka untuk menimbulkan keadaan-keadaan kesadaran yang mulia melalui perenungan yang bersukacita atas kata-kata suci itu. Untuk mengingat teks-teks yang panjang, tentu saja perlu untuk mengulangi bacaan-bacaan lagi dan lagi. Jika seseorang melakukan ini secara mekanis, tanpa ketertarikan, | ||
| - | |||
| - | Psikologi ini juga muncul dalam penggunaan kata //dhī//, yang familiar sebagai akar kata dari istilah Buddhis “jhāna”. //Dhī// digunakan awalnya dalam pengertian “pemikiran”, | ||
| - | |||
| - | > “Para pendeta dari ia Savitr yang mulia mahir dalam syair-syair pujian Mengekang pikiran mereka, juga, mengekang pemikiran-pemikiran suci mereka.”((Rv 5.81.1 | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Tetapi jhāna tidak mengembangkan maknanya sebagai “penyerapan yang mendalam” sampai masa Sang Buddha. Dalam Bṛhadāraṇyaka, | ||
| - | |||
| - | > “Yang manakah Diri itu?” “Orang itu di sini terbuat dari kognisi di antara indera-indera [napas], cahaya dalam hati. Ia, yang masih sama, mengembara antara dua dunia seakan-akan sedang berpikir (// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Upaniṣad secara terus-menerus mengingatkan kita untuk mempertahankan sikap mental yang benar: melakukan ritual-ritual dengan keseluruhan diri seseorang, dengan mengontemplasikan arti dari setiap aspek seperti yang ia lakukan. Bahkan para Brahmana yang lebih awal mengizinkan bahwa jika suatu ritual tidak dapat dilakukan secara fisik ia dapat diadakan dengan “keyakinan”, | ||
| - | )) Dalam pencelupan kesadaran dalam perbuatan seseorang ini kita dapat mengenali suatu pelopor pada penekanan Buddhis atas perhatian dalam semua aktivitas seseorang. | ||
| - | |||
| - | Adalah hal yang menggugah rasa ingin tahu ketika kita melihat pada sumber-sumber yang paling mungkin sezaman dengan Sang Buddha – yaitu Bṛhadāraṇyaka dan Chāndogya – kita menemukan bahwa istilah-istilah meditatif yang terkenal ini digunakan tidak begitu sering. Kata ini adalah // | ||
| - | )) // | ||
| - | )) Berikut menyampaikan nada mistik dari // | ||
| - | |||
| - | > “Selanjutnya, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | // | ||
| - | |||
| - | Crangle membuat saran yang penuh intrik bahwa // | ||
| - | )) Ini didukung dengan sejumlah alasan. Bunyi dari kata-kata itu hampir identik, khususnya dalam Sanskrit (// | ||
| - | |||
| - | Penyelidikan terhadap istilah meditasi pra-Buddhis terhambat oleh kenyataan bahwa Veda-veda sedikit memiliki atau tidak membahas meditasi sama sekali dan Upaniṣad awal tidak ada sesuatu yang jelas [tentang meditasi]. Penggambaran jelas yang awal dari meditasi di luar Buddhisme terdapat dalam teks-teks belakangan dari Upaniṣad dan Jain. Ini lebih belakangan dari Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Dalam tahun-tahun terakhir beberapa sarjana telah meragukan kebijaksanaan yang diterima bahwa Upaniṣad adalah pra-Buddhis. Sutta-sutta tidak menyebutkan Upaniṣad dalam daftar standar teks-teks Brahmanis. Tetapi satu bacaan dari Tevijja Sutta, yang membahas perdebatan-perdebatan di antara para brahmana, menunjuk pada aliran-aliran Brahmanis yang mengajarkan jalan yang berbeda-beda.((DN 13.10. DA 26 yang asalnya sama menyebutkan tiga jalan: 自在欲道.自作道.梵天道(T1, | ||
| - | )) Ini telah disamakan oleh Jayatilleke dengan beberapa Brahmana (yang termasuk Upaniṣad) sebagai berikut: | ||
| - | |||
| - | **Tabel 10.1: Teks-teks Brahmanis dalam Tevijja Sutta** | ||
| - | |||
| - | ^**Aliran dalam Tevijja Sutta**^**Aliran Brahmanis**^**Teks Brahmanis** | ||
| - | |Addhariyā | ||
| - | |Tittiriyā | ||
| - | |Chandokā | ||
| - | |Bavharijā | ||
| - | |||
| - | Ini menyatakan bahwa aliran-aliran Upaniṣad sudah ada, tetapi ajaran mereka masih bergejolak. Mungkin Upaniṣad yang kita miliki sekarang berasal dari ajaran-ajaran yang belakangan dimantapkan dari masing-masing untaian pemikiran Brahmanis.((Lihat ‘A Pali Reference to Brahmaṇa-Caraṇas’, | ||
| - | )) Tetapi apakah Upaniṣad dalam bentuk mereka yang sekarang ada pada masa Sang Buddha atau tidak, tidak diragukan gagasan-gagasan itu yang dapat kita sebut bersifat “Upaniṣad” terkenal [pada masa itu]. Dalam lingkup metafisik kita dapat mengutip kritik Sang Buddha atas gagasan-gagasan demikian seperti bahwa diri adalah tidak terbatas (// | ||
| - | |||
| - | Upaniṣad awal, khususnya Bṛhadāraṇyaka, | ||
| - | |||
| - | Tetapi Bṛhadāraṇyaka juga mengandung banyak hal yang dangkal dan bahkan brutal. Ia mengesahkan pengorbanan. Ia bersifat tidak tahu malu dan materialistis. Ia penuh dengan ilmu sihir dan mantra-mantra. Ia mengandung ilmu hitam – suatu kutukan untuk menyebabkan musuh jatuh cinta. Ia memasukkan sihir seks yang kasar. Jika wanita milik seseorang menolak untuk ikut serta, wanita itu pertama kali harus diambil hatinya dengan hadiah-hadiah; | ||
| - | )) Perlakuan kejam yang demikian sangat tidak sesuai dengan budaya pikiran yang asli mana pun. Teks itu adalah suatu pernyataan pada keberagaman gagasan yang dianggap para brahmana bersifat “spiritual”, | ||
| - | |||
| - | Marilah kita melihat beberapa bacaan yang paling bernada meditasi. Dari Bṛhadāraṇyaka: | ||
| - | |||
| - | > “Biarlah seorang laki-laki melakukan satu ibadah saja, biarlah ia menghembuskan napas dan menarik napas, sehingga kematian yang jahat tidak dapat mencapainya.”((BAU 1.5.17. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Pelihat yang tidak terlihat, pendengar yang tidak terdengar, pemikir yang tidak terpikirkan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Oleh sebab itu, setelah mengetahui hal ini, menjadi tenang, jinak, tentram, bertahan, terkonsentrasi, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam dirinya sendiri bacaan-bacaan demikian terlalu samar-samar untuk kesimpulan yang jelas apa pun tentang latihan-latihan meditasi. Dan bahkan bacaan terakhir, yang paling bernada, memiliki “berkeyakinan” sebagai variasi bacaan untuk “terkonsentrasi”. Chāndogya memiliki sedikit bacaan yang lebih eksplisit. | ||
| - | |||
| - | > “Seperti seekor burung ketika diikat dengan seutas tali terbang ke segala arah dan, tidak menemukan sandaran di mana pun, turun pada akhirnya pada tempat di mana ia diikat; demikian halnya, putraku, bahwa pikiran, setelah terbang ke sekeliling dalam segala arah dan tidak menemukan sandaran di mana pun, turun pada napas; karena sesungguhnya, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Untuk ajaran-ajaran yang jelas tentang meditasi kita harus menuju pada Śvetāśvatara Upaniṣad (yang mungkin pasca-Buddhis). | ||
| - | |||
| - | > “Dengan membuat tubuhnya di bawah-hutan dan suku kata ‘Om’ di atas-hutan, seseorang, setelah mengulangi latihan meditasi, akan memahami dewa yang bercahaya, seperti percikan api yang tersembunyi dalam hutan.” ((SU 1.14. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Jika orang bijaksana memegang tubuhnya dengan tiga bagian atas dengan mantap, dan mengalihkan indera-inderanya dengan pikirannya menuju hati, ia akan kemudian berada dalam perahu Brahman menyeberangi semua arus yang menakutkan.”((SU 2.8. Cp. Sn 1034f. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Menekan napasnya, biarlah ia, yang telah menaklukkan semua gerakan, bernapas melalui hidung dengan napas yang lembut. Biarlah orang bijaksana, dengan penuh kewaspadaan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Ketika yoga dilakukan, bentuk-bentuk yang datang pertama kali, yang menghasilkan bayangan dalam Brahman, adalah yang berasal dari asap kabut, matahari, api, angin, kunang-kunang, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini adalah referensi yang sangat langsung pada meditasi, dan mereka tidak akan terdengar tidak familiar bagi siapa pun yang mengetahui meditasi Buddhis. Perumpamaan meditasi seperti dua batang kayu api terkenal dalam teks-teks Buddhis.((36.17ff. | ||
| - | )) Perhatikan hubungan yang dekat dalam SU 2.9 antara “kewaspadaan” (// | ||
| - | |||
| - | Pernapasan sebagai suatu latihan utama dalam perenungan tubuh satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Unsur-unsur muncul pada umumnya dalam dunia kuno, dan dipuja sebagai para dewa. Sebagai contoh Agni (api) adalah sosok dewa utama dalam Veda-veda, dan tidak diragukan menginspirasi perenungan yang penuh kegembiraan. Vāyu (udara) juga dipuja dalam Veda-veda. Bumi (ibu), yang simbolnya menyerap ikonografi Buddhisme, juga secara luar dihormati, dan dihubungkan dengan agama Lembah Sungai Indus. Bagian-bagian tubuh dipuja dalam Chāndogya Upaniṣad: rambut, kulit, daging, tulang, sumsum.((CU 1.19. | ||
| - | )) Semua ini muncul dalam daftar Satipaṭṭhāna Sutta tentang bagian-bagian tubuh, dan dalam urutan yang sama. Lahan pemakaman telah lama menjadi tempat yang sering dikunjungi suatu jenis pertapa tertentu. Maitrī Upaniṣad yang belakangan membuka dengan perenungan tubuh untuk menyebabkan pelenyapan nafsu (// | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna lainnya – perasaan, pikiran, dan dhamma – bahkan dapat dibandingkan dengan kelompok tiga Brahmanis yang terkenal: pikiran, makhluk, kebahagiaan (//cit, sat, ānanda//). Pikiran dan kebahagiaan jelas cukup. Sedangkan untuk makhluk, ini adalah suatu istilah filosofis yang penting bagi Upaniṣad, seperti halnya dhamma adalah istilah penting bagi Buddhisme. Teori dhamma jelas berkembang untuk menyediakan suatu penjelasan atas realitas fenomenal yang berlawanan dengan konsep Brahmanis tentang suatu landasan mutlak yang mendasari makhluk. Dan sesungguhnya perenungan terhadap dhamma secara terkemuka bercirikan istilah yang sama untuk makhluk, //sat//, yang begitu penting bagi para brahmana; tetapi di sini ia diperlakukan, | ||
| - | )) Apakah terdapat suatu hubungan historis yang nyata antara kumpulan-kumpulan khusus ini atau tidak, kedua tradisi menggunakan daftar-daftar sederhana dari fenomena fisik dan mental sebagai suatu panduan menuju latihan spiritual. | ||
| - | |||
| - | Pada akhir studi ini kita akan melihat bahwa beberapa ahli teori Buddhis yang belakangan mengusulkan suatu hubungan antara evolusi dari tahap-tahap pemahaman dalam meditasi dan tahap-tahap dalam pandangan dari berbagai aliran. Tidak terlalu dibuat-buat untuk melihat suatu perkembangan yang serupa di sini; Upaniṣad sendiri tampak menyadari beberapa tingkat dari evolusi ini. Kita dapat menganalisis tahap-tahap dari agama India dalam hal empat satipaṭṭhāna. Tahap paling awal sepenuhnya bersifat fisik – ritual-ritual, | ||
| - | |||
| - | Demikianlah beberapa segi satipaṭṭhāna memiliki pendahulunya dalam tradisi-tradisi Brahmanis. Perbedaannya adalah pada apa yang ditinggalkan (mantra-mantra, | ||
| - | |||
| - | === 10.2 Sumber-sumber Buddhis === | ||
| - | |||
| - | Mempertimbangkan kurangnya referensi tentang meditasi dalam teks-teks pra-Buddhis kita dilempar kembali pada teks-teks Buddhis sebagai sumber paling awal kita. Terdapat sejumlah masalah dengan ini. Para penyusun Sutta-sutta mungkin tidak memiliki banyak pengetahuan tentang praktik-praktik non-Buddhis, | ||
| - | |||
| - | Bacaan yang terkenal yang menunjuk pada para yogi yang bersifat “Upaniṣad” adalah kisah masa belajar Bodhisatta.((MN 26/MA 204. | ||
| - | )) Saya ingin pertama-tama mencatat mengapa saya menganggap pentingnya bacaan ini dinilai terlalu tinggi dengan serius. Berdasarkan GIST, ajaran utama Sang Buddha ditemukan dalam pernyataan-pernyataan dasar ajaran (// | ||
| - | |||
| - | Meskipun demikian, walaupun kisah masa belajar Bodhisatta telah mengalami banyak pembahasan, di sini ada satu lagi. Hampir semua pembahasan telah mengabaikan titik yang jelas bahwa Ariyapariyesana Sutta menyebutkan tiga tahap masa belajar ini. Pertama, mempelajari dan melafalkan teks-teks dengan bibir.((Sanghabhedavastu dari Vinaya Mūlasarvāstivāda menghilangkan penyebutan pelafalan melalui bibir. | ||
| - | )) Ini adalah suatu petunjuk bahwa ini adalah para pertapa dalam tradisi Veda arus utama; sifat teks-teks tidak disebutkan di sini, tetapi di tempat lain Sang Buddha mengingat bahwa Uddaka Rāmaputta menyatakan diri sebagai seorang // | ||
| - | )) Bagaimana pun, seperti yang kita catat di atas, Veda adalah satu-satunya teks yang diketahui dalam Sutta-sutta awal.((Kadangkala dikatakan bahwa para guru ini termasuk aliran Sāṁkhya, tetapi pernyataan ini berdasarkan Buddhacarita oleh Aśvaghoṣa yang sangat belakangan, dan anakronistik. | ||
| - | )) Kedua sang jalan, di sini digambarkan sebagai keyakinan, semangat, perhatian, samādhi, dan kebijaksanaan.((Versi Sarvāstivādin (MA 204) menyebutkan hanya keyakinan, semangat, dan kebijaksanaan di sini, tetapi memasukkan perhatian hanya di bawahnya. Sanghabhedavastu (Gnoli pg. 97) dan Lalitavistara (239.2) menyebutkan semua kelima kemampuan spiritual. | ||
| - | )) Ketiga tujuan – pencapaian tanpa bentuk. Tiga tahap ini berhubungan dengan tiga aspek klasik dari Buddhisme – studi, praktik, dan realisasi. Lima faktor dari sang jalan adalah lima kemampuan spiritual Buddhis – suatu kenyataan yang dengan baik sekali diabaikan oleh mereka yang berharap menafsirkan bacaan ini menyatakan sifat “non-Buddhis” dari samādhi pada umumnya, atau pencapaian tanpa bentuk pada khususnya. Kita tidak dapat mengetahui bagaimana kualitas-kualitas ini dipahami secara rinci dalam konteks ini; tetapi istilah-istilah seperti // | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Bodhisatta tidak menolak pencapaian tanpa bentuk dalam dan dari diri mereka sendiri. Ini bukan kasus bahwa ia berlatih meditasi samādhi tetapi bukan meditasi perhatian. Alih-alih, ia berlatih meditasi perhatian untuk masuk ke dalam samādhi. Samādhi ditekankan dalam kisah ini karena ia adalah yang tertinggi, kualitas yang paling mulia yang diketahui dalam sistem-sistem tersebut, dan karena kedamaiannya yang halus ia dengan salah dianggap akhir yang final dari jalan spiritual. Bodhisatta menjadi kecewa dengan “Dhamma itu”, yaitu dengan ajaran yang diambil secara keseluruhan, | ||
| - | |||
| - | Ini sangat sesuai dengan arus utama Sutta-sutta. Di tempat lain dikatakan bahwa orang-orang biasa mencapai samādhi (di sini empat jhāna((AN 4.123. | ||
| - | )) dan empat kediaman luhur((AN 4.125. | ||
| - | ))), terlahir kembali di alam-alam Brahmā, dan setelah masa yang lama dalam kebahagiaan jatuh ke alam-alam yang lebih rendah. Tetapi para siswa mulia, setelah mencapai alam-alam Brahmā, mencapai Nibbana dari sana. Perbedaannya adalah bukan dalam keadaan samādhi seperti demikian – ini hanyalah pikiran dalam kedamaian. Perbedaannya adalah dalam pandangan dan penafsiran, konsep yang membungkus pengalaman itu di dalamnya. Sang jalan harus diambil secara menyeluruh. Jika seseorang mulai dari pandangan salah, pengalaman meditasinya akan hanya memperkuat prasangkanya. Jika seseorang berlatih samādhi dengan pandangan bahwa jiwanya akan menjadi terbenam dalam keadaan yang mulia, maka, ia akan mendapatkan apa yang ia harapkan. | ||
| - | |||
| - | Ini adalah ciri khas yang paling penting yang membedakan episode ini dari kejadian yang belakangan (yang dikutipkan di bawah ini) ketika Bodhisatta mengingat kembali pengalaman sebelumnya dalam jhāna pertama. Ini terjadi ketika masih seorang anak kecil, yang duduk dalam bayangan yang sejuk dari sebatang pohon jambu. Ketika Bodhisatta mengingat pengalaman ini Ia menyadari bahwa: “Itu sesungguhnya jalan menuju pencerahan”. Ketika masih seorang anak kecil, pikiran-Nya bersih dari pandangan-pandangan; | ||
| - | |||
| - | Salah satu sumber yang paling menarik untuk pemahaman praktik meditasi dari para pertapa brahmana adalah Pārāyana Vagga dari Sutta Nipāta. Teks ini, salah satu dari teks-teks paling awal dalam kanon Pali, terdiri dari serangkaian tanya jawab antara Sang Buddha dan sekelompok dari enam belas meditator brahmana. Terdapat beberapa hubungan antara teks ini dan tradisi bergaya Upaniṣad yang telah kita bahas; kenyataannya kedekatan dari beberapa ungkapan yang sejajar menyatakan pengaruh kesusasteraan yang langsung dari satu jenis atau yang lainnya, | ||
| - | )) walaupun terdapat juga hubungan langsung antara beberapa dari syair-syair ini dan teks-teks Jain. Daftar teks Brahmanis yang diberikan secara substansial lebih pendek daripada yang ada dalam Bṛhadāraṇyaka, | ||
| - | )) Sang Buddha tentu saja mengabaikan kemanjuran pengetahuan Veda, ritual, pengorbanan, | ||
| - | |||
| - | Keyakinan dan ketaatan dari para yogi ini sangat menggerakkan hati, dan berdiri sangat berbeda dengan hubungan yang kadangkala tegang antara Sang Buddha dan para brahmana yang skolastik dan ritualistik. Dalam suasana yang bersahabat ini Sang Buddha akan, kapan pun memungkinkan, | ||
| - | )) dan mengatakan enam belas brahmana adalah praktisi jhāna.((Sn 1009. | ||
| - | )) Ajaran-ajarannya singkat dan tidak bersifat teknis, tetapi terdapat suatu penunjukan yang dapat dikenali pada jhāna keempat((Sn 1107. | ||
| - | )) dan pada alam kekosongan.((Sn 1070, Sn 1113ff. Alam kekosongan digambarkan dalam SN 1070 sebagai suatu “sandaran” (// | ||
| - | )) Dan berulang kali, Sang Buddha menasehati para yogi ini agar “selalu penuh perhatian”. Ini menegaskan hubungan perhatian dengan budaya Brahmanis; Sang Buddha tidak mungkin menggunakan istilah itu jika Beliau tidak mengharapkan para pendengarNya memahaminya. | ||
| - | |||
| - | Tiga khotbah dalam Bojjhaṅga-saṁyutta menyajikan pernyataan dari para pertapa kelana non-Buddhis yang mengembangkan meditasi bergaya Buddhis. Mereka mengatakan mereka mengajarkan para siswa mereka untuk meninggalkan lima rintangan dan mengembangkan, | ||
| - | )) dan dalam kasus ketiga empat kediaman luhur.((SN 46.54. | ||
| - | )) Di tempat lain juga kediaman luhur dihubungkan dengan para bijaksana dari masa lampau, khususnya Sang Buddha pada kehidupan lampau.((83/ | ||
| - | )) Namun, walaupun ini ditemukan dalam tradisi Brahmanis yang belakangan, mereka tidak terbukti dalam teks-teks pra-Buddhis. Faktor-faktor pencerahan memasukkan perhatian dan penyelidikan dhamma, yang sama dengan vipassanā, dan samādhi. Para pertapa kelana kemudian bertanya, apakah perbedaan antara ajaran mereka dan ajaran Sang Buddha? Sang Buddha menjawab, bukan dengan menunjuk pada, katakanlah, empat kebenaran mulia, bukan-diri, atau kemunculan bergantungan, | ||
| - | )) bukan bahwa Beliau adalah yang pertama kali mempraktikkan jhāna, tetapi bahwa Beliau adalah yang pertama kali memahami sepenuhnya manfaat dan keterbatasan dari pengalaman-pengalaman yang demikian. | ||
| - | |||
| - | Brahmajala Sutta adalah sebuah sumber klasik bagi meditasi non-Buddhis. Ia menyajikan suatu susunan yang membingungkan dari 62 pandangan doktrinal, di mana banyak darinya yang berasal dari atau diperkuat oleh penafsiran yang salah atas pengalaman samādhi: ketekunan (// | ||
| - | |||
| - | Tetapi Sutta-sutta secara khas menyajikan para brahmana yang sezaman telah jatuh dari masa lampau mereka yang gemilang. Ini penting: Sutta-sutta tidak melihat kenyataan bahwa jhāna yang dipraktikkan pra-Buddhis sebagai suatu sebab untuk merendahkan samādhi. Alih-alih, mereka memuji para bijaksana dari masa kuno, yang adalah teladan bagi kemuliaan dan inspirasi. Di sini terdapat sebuah contoh, yang diucapkan Yang Mulia Mahā Kaccāna kepada beberapa pemuda brahmana yang kasar dan menghina. | ||
| - | |||
| - | > “Mereka orang-orang tua yang unggul dalam kebajikan, Mereka para brahmana yang mengingat aturan-aturan kuno; Indera-indera mereka terjaga, terlindungi dengan baik Berdiam setelah menaklukkan kemarahan dari dalam. Mereka bergembira dalam Dhamma dan jhāna – Mereka para brahmana yang mengingat aturan-aturan kuno. | ||
| - | |||
| - | > “Tetapi ini telah jatuh, dengan menyatakan ‘Kami melafalkan!’ Sombong berdasarkan keturunan, setelah memperhatikan dengan tidak benar, Ditaklukkan oleh kemarahan, yang disenjatai dengan berbagai senjata, Mereka menganiaya yang lemah dan kokoh. | ||
| - | |||
| - | > “Bagi ia dengan pintu-pintu indera yang tidak terjaga Semua sumpah yang ia ambil adalah sia-sia, Seperti halnya kekayaan yang seseorang dapatkan dalam mimpi. | ||
| - | |||
| - | > “Berpuasa dan tidur di tanah, Mandi pada saat fajar, [mempelajari] tiga Veda, Berkulit kasar, berambut kusut, dan kotor, Pujian-pujian, | ||
| - | |||
| - | > “Pikiran yang terkonsentrasi dengan baik, Jernih dan bebas dari cacat, Lembut terhadap semua makhluk – Inilah jalan untuk mencapai Brahmā.”((SN 35.132. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dapat dipahami, para pemuda brahmana tidak terlalu bergembira dengan hal ini. Maka mereka pergi menemui guru mereka, Brahmana Lohicca, dan memberitahukan kepadanya. Ia juga tidak senang, tetapi ia merenungkan bahwa ia tidak seharusnya menyalahkan hanya berdasarkan kabar angin, sehingga ia mengunjungi Yang Mulia Mahā Kaccāna untuk membahas masalah itu. Ia bertanya apakah makna dari “indera-indera yang terjaga” itu. | ||
| - | |||
| - | > “Di sini, brahmana, setelah melihat suatu bentuk yang terlihat dengan mata, seseorang tidak tertarik pada suatu bentuk terlihat yang menyenangkan dan tidak menolak suatu bentuk terlihat yang tidak menyenangkan. Seseorang berdiam setelah mengembangkan perhatian terhadap tubuh, dengan pikiran yang tidak terukur, dan memahami seraya ini menjadi pembebasan batin itu, pembebasan yang memahami, di mana kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang buruk itu lenyap tanpa sisa….” | ||
| - | |||
| - | Di sini lagi kita melihat hubungan antara meditasi pra-Buddhis dan perhatian. Urutannya – pengendalian indera, perhatian, samādhi, pemahaman, pembebasan – memungkinkan Mahā Kaccāna untuk menyajikan gagasan Buddhis sebagai pemenuhan alami dari praktik para brahmana dari masa kuno, sehingga ia dapat dengan terampil membawa Lohicca dengan suatu cara yang tidak bersifat konfrontasi. | ||
| - | |||
| - | === 10.3 Sumber-sumber Brahmanis yang Belakangan === | ||
| - | |||
| - | Karena tidak ada catatan sezaman yang menjelaskan gagasan-gagasan ini lebih jauh, kita mengambil jalan beresiko dengan membandingkan mereka dengan teks-teks yang belakangan. Mahābhārata berasal dari masa yang lebih belakangan daripada Nikāya/ | ||
| - | |||
| - | > “Pikiran yang mengembara, | ||
| - | > Dengan tanpa sandaran,\\ | ||
| - | > Dengan lima gerbang, terhuyung-huyung, | ||
| - | > Seseorang yang mantap seharusnya berkonsentrasi dalam jhāna pertama.”((MBh 12.188.9. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Ketika orang bijaksana memasuki samādhi\\ | ||
| - | > Dari jhāna pertama pada awalnya,\\ | ||
| - | > Kelangsungan pikiran (// | ||
| - | > Dan pengasingan (// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Menyatu dengan kebahagiaan itu,\\ | ||
| - | > Ia akan bergembira dalam praktik jhāna.\\ | ||
| - | > Demikianlah para yogi pergi menuju Nirvana yang bebas dari penyakit…”((MBh 12.188.22. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Yoga Sūtra oleh Patañjali (300-500 M?) adalah sebuah penyajian awal dari jalan yang sangat sistematis tentang praktik dari aliran non-Buddhis. Aliran Yoga, yang dianggap sebagai sayap praktis dari filosofi Sāṁkhya, menjadi salah satu dari enam aliran dari Hinduisme klasik, yang ortodoks dalam menganggap tradisi Veda sebagai otoritas, walaupun mereka berbeda dalam penafsiran. Yoga Sūtra adalah sebuah karya yang sangat singkat dalam empat bab, yang mengandung serangkaian ungkapan pendek, atau sūtra, suatu gaya yang, secara kebetulan dengan baik menggambarkan makna dari //sutta// seperti yang dibahas dalam GIST. Sūtra-sūtra seringkali samar-samar dan juga tidak dapat dipahami tanpa sebuah komentar; karya itu dalam keseluruhan mungkin adalah sekumpulan perkataan yang dikumpulkan dalam bentuk yang sekarang oleh komentatornya. | ||
| - | |||
| - | Di sini kita hanya ingin menyelidiki istilah meditasi dalam hubungannya dengan meditasi Buddhis, sehingga kita bisa mengabaikan banyak pertanyaan yang rumit yang ditimbulkan oleh teks itu dan berfokus terutama pada bacaan-bacaan yang paling dekat dengan Buddhisme. Metodologi ini akan membawa pada suatu pandangan yang menyimpang terhadap karya tersebut secara keseluruhan, | ||
| - | )) yang menyerupai ajaran Sarvāstivādin tentang waktu: “semua ada”. | ||
| - | |||
| - | Bab pertama dari Yoga Sūtra membahas tentang samādhi. Ia mulai dengan sebuah definisi yang terkenal: yoga adalah pelenyapan dari fluktuasi pikiran. Fluktuasi itu, yang disebabkan oleh ketidaktahuan, | ||
| - | |||
| - | Setelah menekankan perlunya praktik ketenangan dan pelenyapan nafsu, teks itu berlanjut mengatakan suatu bentuk samādhi (kata “samādhi” tidak digunakan, tetapi jelas diberikan oleh komentar) yang disebut // | ||
| - | )) Ini hampir sama dengan yang pertama dari empat “jhāna berbentuk” Buddhis. Gagasan “Aku” jelas menunjuk pada persepsi yang terdelusi yang menganggap apa yang bukan Diri Sejati, // | ||
| - | |||
| - | > “Ketika, yang mulia, diri ini, cukup terasing dari kenikmatan indera, terasing dari kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat, memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, yang memiliki awal dan kelangsungan pikiran, dan kegiuran & kebahagiaan yang lahir dari pengasingan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Kedua konteks mengkritik anggapan diri dalam keadaan samādhi ini; bagi Buddhis, tentu saja, tidak ada Diri Sejati, sedangkan dalam yoga Diri Sejati dipahami hanya dengan pengembangan kesadaran yang lebih mendalam. Yoga Sūtra melanjutkan berbicara tentang bentuk samādhi yang lain (lebih tinggi), yang disebut // | ||
| - | )) Sūtra 19 bersifat samar-samar: | ||
| - | )) Di sini sekali lagi kita bertemu dengan lima kemampuan spiritual Buddhis, yang agaknya apa yang dimaksud dengan “praktik dalam pelepasan” yang disebutkan dalam sūtra 18. Dicatat bahwa //sati// di sini adalah dalam pengertian positif, seperti biasanya dalam Buddhisme, dan bukan dalam pengertian negatif, seperti yang lebih awal dalam Yoga Sūtra; ini mendukung argumen Bronkhorst bahwa bab ini disusun dari dua sumber, satu “ortodoks” dan satu Buddhis.((Bronkhorst (2000), pp. 72ff. | ||
| - | )) Samādhi dalam kelompok lima ini, yang mendahului samādhi // | ||
| - | )) Sangat mengejutkan bahwa jalan mencapai samādhi // | ||
| - | |||
| - | Teks berlanjut mengatakan berbagai rintangan bagi samādhi, mirip dengan rintangan-rintangan batin, dan seterusnya, termasuk istilah “pikiran yang berserakan” yang familiar dari Satipaṭṭhāna Sutta. Ini menghasilkan ketidaknyamanan tubuh dan mental serta ketidakmantapan napas, dan seharusnya dilawan dengan keterpusatan pikiran. Beberapa meditasi yang dianjurkan yang membawa pada kejernihan pikiran: ini termasuk kediaman luhur Buddhis dari cinta kasih, belas kasih, penghargaan, | ||
| - | |||
| - | Sementara bab pertama dari Yoga Sūtra mengingatkan perlakukan Buddhis atas samādhi, bab kedua mengandung beberapa ajaran bergaya Buddhis tentang vipassanā: | ||
| - | |||
| - | > “Ketidaktahuan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Definisi dari “ke-aku-an” tidak jelas (“menganggap dua kekuatan dari yang melihat dan yang dilihat sebagai satu diri yang tunggal”); | ||
| - | |||
| - | Setengah jalan dari bab itu adalah “yoga berfaktor delapan” yang terkenal yang dibuat pengantarnya, | ||
| - | )) Ini menghilangkan tiga praktik persiapan dari yoga berunsur delapan dan menambahkan “sebab”. Pola berunsur delapan dari Yoga Sūtra, menjadi standar. Faktor pertama, //yama//, adalah etika dasar yang sama dengan lima sila; faktor kedua, niyama, berhubungan dengan kesucian, praktik keras, kepuasan, pelafalan, dan ketaatan kepada Tuhan. Untuk menghadapi pikiran-pikiran menyakiti, dan seterusnya, yang berakar dalam keserakahan, | ||
| - | |||
| - | Bab berikutnya memperkenalkan praktik-praktik “internal”. Yang pertama adalah // | ||
| - | )) // | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Satu perbedaan antara kedua sistem adalah bahwa, sementara bagi Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Pertimbangan di atas membawa saya untuk menyimpulkan sebagai berikut. Terdapat benang dari tradisi meditatif India yang ditunjukkan dalam Nikāya/ | ||
| - | |||
| - | === 10.4 Para Jain === | ||
| - | |||
| - | Kita beralih pada benang kedua dari meditasi pra-Buddhis. Penggambaran klasik di sini adalah kisah praktik keras Bodhisatta. Usaha kerasNya adalah paling mengerikan: “menghancurkan pikiran dengan pikiran”, melakukan “jhāna tanpa napas” sampai Ia merasa seakan-akan kepalaNya tertusuk-tusuk dengan sebilah pedang atau dihancurkan dengan seutas tali pengikat dari kulit. Tetapi Ia tidak dapat membuat kemajuan apa pun. Mengapa? | ||
| - | |||
| - | > “SemangatKu terbangkitkan dan tak terputus, perhatianKu berdiri [mantap] dan tidak bingung, tetapi tubuhKu menderita dan tidak tenang karena Aku lelah oleh usaha yang menyakitkan. Tetapi perasaan tidak menyenangkan demikian selagi muncul dalam diriKu tidak menyerang pikiranKu dan berdiam.”((MN 36.20, dan seterusnya. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Kisah Mūlasarvāstivāda yang tersedia dalam bahasa Sanskrit menegaskan bahwa Bodhisatta berlatih perhatian selama masa perjuanganNya.((Gnoli, | ||
| - | )) Di sini “perhatian” jelas digunakan dalam pengertian “kesadaran saat ini” alih-alih “ingatan”. Ini ditegaskan dalam bacaan berikut: | ||
| - | |||
| - | > “Demikianlah kecermatanKu, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Sang Buddha menjelaskan mengapa Ia berjuang dengan penyiksaan-diri yang demikian teguh. | ||
| - | |||
| - | > “Pangeran, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini adalah pandangan salah, yang merupakan salah satu dari ajaran utama dari para Jain.((MN 14.20. | ||
| - | )) Setelah menyiksa diriNya sendiri mendekati kematian karena pandangan itu, Ia merenungkan demikian: | ||
| - | |||
| - | > “Apa pun yang dialami para pertapa atau brahmana, pada masa lampau… masa depan… dan masa sekarang perasaan menyakitkan, | ||
| - | |||
| - | > “Aku berpikir: ‘Aku ingat bahwa ketika ayahKu orang Śakya sedang bekerja, sedangkan Aku sedang duduk dalam naungan yang sejuk dari sebatang pohon jambu, benar-benar terasing dari kenikmatan indera, terasing dari kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat, Aku memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan awal dan kelangsungan pikiran, dan kegiuran & kebahagiaan yang lahir dari pengasingan. Apakah itu jalan lain menuju pencerahan? | ||
| - | |||
| - | > “Aku berpikir: ‘Mengapa Aku takut pada kegembiraan itu yang tidak ada hubungannya dengan kenikmatan indera dan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat? | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini perasaan yang lembut, relaks, masuk akal berdiri dengan sangat berbeda dengan kekuatan laksana baja dari usahaNya yang sebelumnya. Ia kemudian memutuskan bahwa Ia tidak dapat mencapai jhāna selagi sangat kurus dan oleh sebab itu harus mengambil beberapa makanan; kita telah melihat bahwa ketergantungan pikiran terhadap makanan, dan karenanya akibat-akibat yang mengganggu dari berpuasa pada keadaan pikiran seseorang, adalah suatu gagasan Upaniṣad.((CU 6.7. | ||
| - | )) Walaupun Bodhisatta tidak pernah mengidentifikasi diriNya pada masa ini mengikuti guru mana pun, praktik dan pandanganNya identik dengan para Jain. Dan ketika kelompok lima pertapa meninggalkanNya mereka pergi berdiam di “Taman Rishi” di Benares, di mana bahkan saat ini terdapat sebuah kuil Jain. | ||
| - | |||
| - | Gagasan-gagasan yang demikian tidak eksklusif bagi para Jain; mereka umum dalam tradisi yogi India, dan seringkali bertemu dengan kitab Brahmanis awal juga, seperti yang ditunjukkan syair-syair Mahā Kaccāna di atas. Kenyataannya para Jain adalah para pembaharu, sehingga mereka menolak bentuk-bentuk pertapaan yang dapat menyakiti makhluk hidup, dan juga mereka menekankan pada sikap mental yang tepat. “Profesor penyiksaan diri” yang lebih awal, lebih primitif telah mempercayai kemanjuran penyiksaan fisik itu sendiri, tidak bergantung pada pengembangan mental apa pun. Juga, tujuan mereka secara khas adalah kekuatan batin, sedangkan para Jain bertujuan pada pembebasan jiwa. Demikianlah praktik keras Bodhisatta lebih dekat dengan para Jain daripada kelompok lain yang kita ketahui; para Jain sendiri mempertahankan suatu tradisi bahwa Sang Buddha menghabiskan waktu sebagai seorang pertapa Jain. | ||
| - | |||
| - | Implikasi dari episode ini adalah bahwa sistem Jain menekankan usaha dan perhatian, tetapi tidak sampai Bodhisatta mengembangkan ketenangan dan kebahagiaan samādhi Ia dapat melihat kebenaran. Di tempat lain dalam Sutta-sutta, | ||
| - | )) Demikianlah ia tidak menerima lebih tinggi daripada jhāna pertama. Bagi saya, ajaran-ajaran dan praktik Jain memiliki suatu kekasaran yang tidak sesuai dengan pencapaian samādhi. Sumber-sumber Jain tidak banyak membantu. Sūtra-sūtra Jain awal menekankan praktik-praktik, | ||
| - | |||
| - | > “Setelah mempertahankan kehidupannya, | ||
| - | > )) di mana hanya aktivitas halus yang tersisa dan di mana ia tidak jatuh kembali. Ia pertama-tama menghentikan aktivitas pikiran, kemudian ucapan dan tubuh, lalu ia menghentikan napas…”((Uttarajjhāyana 29.72/1174. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam konteks Buddhis bacaan ini menyatakan jhāna keempat; tetapi kita tidak memiliki jaminan bahwa istilah yang digunakan dalam pengertian yang sama. Konteksnya berbeda; di sini kita tidak hanya memiliki seorang meditator, tetapi seseorang yang mencapai puncak suatu jalan spiritual dengan berpuasa sampai mati. Teks-teks belakangan menunjuk pada gagasan-gagasan yang familiar seperti samādhi, keterpusatan, | ||
| - | )) Dayal mengatakan bahwa Jain memberikan nilai penting yang besar pada perenungan pekuburan.((Dayal, | ||
| - | )) Tampaknya terdapat penunjukan pada perhatian sebagai bagian dari jalan Jain, tetapi saya tidak mengetahui pada masa apakah mereka termasuk. Aliran-aliran yang belakangan mengembangkan suatu daftar tentang dua belas “kontemplasi”. Istilah yang digunakan di sini, // | ||
| - | |||
| - | 1) Ketidakkekalan\\ | ||
| - | 2) Tanpa-perlindungan\\ | ||
| - | 3) Mengalir (dalam kelahiran kembali, // | ||
| - | 4) Keterpencilan (// | ||
| - | 5) Perbedaan (antara jiwa dan tubuh)\\ | ||
| - | 6) Ketidakmurnian (dari tubuh)\\ | ||
| - | 7) Arus (dari kekotoran, // | ||
| - | 8) Pengekangan (dari kamma)\\ | ||
| - | 9) Menghilangkan (kamma)\\ | ||
| - | 10) Dunia (sebagai penderitaan)\\ | ||
| - | 11) Sulitnya mencapai pencerahan\\ | ||
| - | 12) Diuraikannya Dhamma dengan baik | ||
| - | |||
| - | Beberapa dari ini mirip dengan perenungan Buddhis (1, 2, 3, 4, 6, 10, 11, 12), sedangkan beberapa secara khusus bersifat Jain dalam sifatnya (5, 7, 8, 9). Mereka muncul untuk melibatkan perenungan atau pemikiran terhadap suatu tema alih-alih meditasi kesadaran; sehingga kebanyakan darinya lebih dekat pada vipassanā daripada samatha. Sumber-sumber Jain juga mengatakan beberapa jenis “jhāna”. | ||
| - | |||
| - | 1) Jhāna merenung yang menekan\\ | ||
| - | 2) Jhāna yang menyeramkan\\ | ||
| - | 3) Dhamma jhāna (kontemplasi terhadap kitab-kitab; | ||
| - | 4) Jhāna murni | ||
| - | |||
| - | Hanya yang terakhir ini yang berhubungan dengan jhāna-jhāna Buddhis, walaupun beberapa dari makna lainnya, seperti “merenung”, | ||
| - | |||
| - | > [Bermacam-macam, | ||
| - | |||
| - | > [Menyatu, dengan awal tetapi tanpa kelangsungan pikiran]: Penyerapan dalam satu aspek dari Diri, dengan mengubah aspek tertentu yang dikonsentrasikan. | ||
| - | |||
| - | > Getaran yang sangat halus dalam Jiwa, bahkan ketika ia secara dalam terserap dalam dirinya sendiri, dalam seorang Kevali [yang sempurna]. | ||
| - | |||
| - | > Penyerapan total dari Diri dalam dirinya sendiri, mantap dan tidak terganggu menetap tanpa pergerakan atau getaran apa pun.((Prasad, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini jelas menggambarkan keadaan-keadaan konsentrasi yang dalam. Apakah mereka sama dengan jhāna-jhāna Buddhis adalah tidak mungkin dikatakan. Walaupun apa yang dapat kita katakan dengan beberapa kepastian adalah bahwa meditasi, dalam pengertian Buddhis dari kontemplasi yang bersifat perenungan, tidak pernah memainkan peran yang utama dalam Jainisme seperti dalam Buddhisme. Praktik-praktik pertapaan bersifat utama, dan penekanan Jain pada sifat fisik dari karma merendahkan nilai penting dari pengembangan mental murni. Lebih lanjut, budaya kontemplatif mana pun yang mungkin muncul telah semakin menyusut pada masa pertengahan, | ||
| - | |||
| - | === 10.5 Kesimpulan === | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna digambarkan dalam teks-teks awal sebagai suatu praktik Buddhis yang tersendiri. Walaupun kita telah secara panjang lebar menggali unsur-unsur yang sama dengan sistem non-Buddhis, | ||
| - | |||
| - | Para Buddhis awal luar biasa bermurah hati dalam penilaian mereka terhadap pencapaian spiritual orang luar. Mereka sangat gembira untuk menghubungkan pada mereka unsur-unsur utama yang demikian dari sistem meditasi Buddhis seperti perhatian, jhāna, kemampuan spiritual, faktor-faktor pencerahan, kediaman luhur, dan pencapaian tanpa bentuk. Dalam anyaman yang kompleks ini, kita dapat melihat benang dari samatha dan vipassanā. Walaupun tidak mungkin untuk menguraikan benang-benang ini, adalah mungkin untuk melihat perbedaan penekanan dalam pendekatan meditatif dari aliran-aliran yang berbeda yang berhubungan dengan posisi filosofis mereka. | ||
| - | |||
| - | Tradisi Upaniṣad mendukung suatu panteisme non-dual. Brahman adalah realitas tertinggi, yang menciptakan dunia, yang mendasari ilusi keberagaman, | ||
| - | |||
| - | Para Jain, pada pihak lain, memiliki suatu pandangan yang alamiah dan non-teistik terhadap keberadaan. Dunia bukanlah suatu ilusi; ia benar-benar ada “di luar sana”, dan realitas tertinggi bukanlah suatu non-dual yang bersifat pan-teistik “landasan keberadaan”, | ||
| - | |||
| - | Tradisi Brahmanis bersandar pada sisi samatha, sedangkan tradisi Jain bersandar pada sisi vipassanā, masing-masing membentuk penyajian dan penekanannya sesuai dengan kegemaran metafisiknya. Bukti dari non-Buddhis itu sendiri, sejauh ia berjalan, cenderung menegaskan bahwa gambar yang dilukiskan oleh Sutta-sutta awal tentang tradisi non-Buddhis umumnya akurat. Dengan tidak adanya bukti sebaliknya, kita dapat menyimpulkan bahwa tradisi-tradisi Buddhis yang paling awal menerima bahwa tradisi kontemplatif Brahmanis dan Jain memasukkan praktik perhatian. | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 11: Blok-blok Bangunan ==== | ||
| - | |||
| - | Marilah kita membahas perhatian dalam konteks Buddhis. Sesuai dengan GIST kita harus mulai dari pernyataan paling awal tentang perhatian dalam Dhammacakkappavattana Sutta. | ||
| - | |||
| - | === 11.1 Fungsi Satipaṭṭhāna === | ||
| - | |||
| - | Ini disampaikan kepada kelompok lima pertapa, dan dengan demikian menempatkan pesan Sang Buddha dalam konteks spiritual yang sudah ada. Ia mulai dengan menolak praktik-praktik salah dari kesenangan indera dan penyiksaan diri, kemudian menjelaskan jalan yang benar, jalan mulia berunsur delapan. Ini terdiri atas: pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, pencaharian benar, usaha benar, perhatian benar, dan samādhi benar. Rumusan dari ajaran Sang Buddha yang paling awal ini dipertahankan dalam teks-teks aliran Theravāda, Mahīśasaka, | ||
| - | |||
| - | Dengan mendaftarkan faktor-faktor demikian, bahkan tanpa definisi yang lebih jauh, teks itu melakukan dua hal penting. Pertama ia menentukan faktor-faktor yang penting bagi tujuan; dan kedua, ia menempatkan mereka dalam suatu urutan yang menyatakan suatu hubungan kondisional antara faktor-faktor itu. Di tempat lain hubungan ini dibuat lebih eksplisit. Khotbah pertama dari Magga-saṁyutta menekankan hubungan sebab akibat antara faktor-faktor sang jalan termasuk perhatian dan samādhi: “Bagi seseorang dengan perhatian benar, samādhi benar muncul.” Suatu definisi penting dari “samādhi benar yang mulia”, yang ditemukan dalam semua keempat Nikāya juga menekankan bahwa faktor-faktor sang jalan, yang memuncak pada perhatian benar, berfungsi untuk mendukung samādhi. | ||
| - | |||
| - | > “Apakah, para bhikkhu, samādhi benar yang mulia dengan kondisi-kondisi pentingnya, dan dengan prasyarat-prasyaratnya? | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Prinsip yang sama muncul dalam analisis Bhikkhunī Dhammadinnā tentang samādhi. | ||
| - | |||
| - | > “Keterpusatan pikiran, teman Visākha, adalah samādhi. Empat satipaṭṭhāna adalah landasan untuk samādhi. Empat upaya benar adalah prasyarat samādhi. Pengembangan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Atau lagi, dalam konteks dari lima kemampuan spiritual: | ||
| - | |||
| - | > “Ini sesungguhnya yang diharapkan, bhante, bagi seorang siswa mulia yang berkeyakinan yang semangatnya dibangkitkan dan perhatiannya dikembangkan sehingga, setelah membuat pelepasan sokongannya, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di tempat lain sang jalan dianalisis menjadi tiga - etika, samādhi, dan pemahaman. Jika satipaṭṭhāna terutama adalah suatu praktik vipassanā, ini tentunya dimasukkan dalam bagian pemahaman. Tetapi sutta-sutta Theravāda dan Sarvāstivāda memasukkan satipaṭṭhāna dalam bagian samādhi, tidak pernah [dalam] bagian tentang pemahaman.((MN 44.11/MA 210. | ||
| - | )) Semua pernyataan dasar tentang fungsi satipaṭṭhāna dalam sang jalan menegaskan bahwa peranan utamanya adalah untuk mendukung samādhi, yaitu jhāna. | ||
| - | |||
| - | Ini dapat dibuat lebih jelas dengan menyajikan suatu analisis struktural dari kebenaran-kebenaran dan sang jalan. Ini sejajar dengan analisis Yang Mulia Sāriputta tentang empat kebenaran mulia dalam Mahā Hatthipadopama Sutta. Analisis dari sang jalan ini ditemukan dalam Saccavibhaṅga Sutta dan Mahā Satipaṭṭhāna Sutta, maka ini jelas sesuai dengan satipaṭṭhāna. Definisi dasar diturunkan dari Magga Saṁyutta. | ||
| - | |||
| - | > 1) Kebenaran mulia tentang penderitaan… awal mula… lenyapnya… jalan.\\ | ||
| - | > 2) Dan apakah kebenaran mulia tentang sang jalan? Pandangan benar… perhatian benar, samādhi benar.\\ | ||
| - | > 3) Dan apakah perhatian benar? Seseorang merenungkan tubuh di dalam tubuh… perasaan… pikiran… dhamma. Apakah samādhi benar? Cukup terasing… ia memasuki jhāna pertama… jhāna kedua… jhāna ketiga… jhāna keempat. | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna Sutta mengambil dari sini: | ||
| - | |||
| - | > Bagaimana seseorang merenungkan tubuh di dalam tubuh? Di sini seorang bhikkhu, pergi ke hutan… menegakkan perhatian. Dengan sadar ia menarik napas, dengan sadar ia menghembuskan napas… | ||
| - | |||
| - | Demikianlah penjelasan dari berbagai satipaṭṭhāna mengikuti dari definisi dasar sang jalan. Penjelasan ini adalah tingkatan yang lebih terperinci dari ajaran itu. Mereka yang mempelajari Satipaṭṭhāna Sutta telah familiar dengan konteks dasar ini. Dengan kata lain, para siswa telah mengetahui bahwa satipaṭṭhāna adalah faktor ketujuh dari delapan faktor sang jalan, dan bahwa fungsinya di sana adalah untuk menyokong jhāna. | ||
| - | |||
| - | Namun terdapat satu konteks penting di mana perhatian muncul segera sebelum sebuah faktor kebijaksanaan alih-alih samādhi. Ini adalah tujuh faktor pencerahan: perhatian, penyelidikan dhamma-dhamma, | ||
| - | |||
| - | Jawabannya terletak pada penggunaan yang ambigu dari perhatian dan penyelidikan dhamma dalam konteks ini. Faktor-faktor pencerahan disajikan kadangkala dalam suatu konteks ajaran, kadangkala dalam konteks meditasi. Perhatian dan penyelidikan dhamma adalah satu-satunya faktor di mana definisinya berbeda dalam kedua konteks itu. Dalam suatu konteks ajaran, kita mendengar tentang seorang bhikkhu yang mendengarkan ajaran, kemudian mengingat kembali ajaran itu dengan perhatian, dan kemudian menyelidiki makna dari ajaran itu.((SN 46.3/SA 736/SA 740/SA 724*. | ||
| - | )) Konteks yang lebih bersifat meditatif mengatakan, dalam Theravāda, hanya tentang perhatian, tetapi Sarvāstivāda menyediakan identifikasi dengan empat satipaṭṭhāna yang diharapkan.((SN 46.51/SA 715. | ||
| - | )) Penyelidikan dhamma, dalam kedua versi, adalah penyelidikan ke dalam dhamma-dhamma yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Sementara konteks meditasi muncul lebih sering dalam Theravāda, satu teks konteks ajaran dalam Theravāda diwakili oleh tiga teks dalam Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Namun seperti biasa, masalah tidak begitu mudah diselesaikan. Dalam konteks ānāpānasati, | ||
| - | )) Konteks ini, yang merupakan suatu sintesis dari beberapa kerangka ajaran yang telah berkembang, tidak sepenting penggunaannya dalam Bojjhaṅga-saṁyutta. Poin utama dari bagian ini bukan benar-benar untuk menganalisis asal mula berurutan dari faktor-faktor pencerahan, tetapi untuk menekankan penyatuannya dengan ānāpānasati dan satipaṭṭhāna. Tentu saja, dalam ānāpānasati kita berada dalam hamparan rerumputan rumah samatha, dan vipassanā umumnya dikatakan muncul dalam tetrad terakhir, yaitu, muncul setelah pengembangan perhatian dan pencapaian samādhi. Dengan demikian kemunculan berurutan dari faktor-faktor pencerahan adalah sedikit aneh dalam konteks ini, dan mungkin tidak lebih dari penerapan urutan standar dalam suatu konteks yang diturunkan, tanpa arti yang khusus. | ||
| - | |||
| - | Fungsi satipaṭṭhāna sebagai sokongan untuk jhāna dinyatakan dalam suatu ungkapan sutta yang sangat umum, yang artinya cenderung menjadi kabur dalam terjemahan. Istilah // | ||
| - | |||
| - | // | ||
| - | )) Di sini, walaupun ini bukan dalam konteks satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Dalam pelatihan bertahap, //sati// dan // | ||
| - | )) Ini memiliki banyak makna, di antaranya adalah “perenungan” dan “kehadiran”. Keduanya ini cocok dalam konteks meditatif. Tetapi kata itu biasanya, seperti di sini, muncul bersama dengan // | ||
| - | |||
| - | Pelatihan bertahap adalah skema utama untuk jalan latihan dalam Buddhisme pra-sektarian. Dalam GIST kita telah melihat bagaimana ajaran ini bersifat penting pada semua kumpulan awal, terutama Dīgha-dīgha. Di sini terdapat sebuah tabel dengan pelatihan bertahap dalam hubungannya pada sejumlah kerangka ajaran kunci lainnya. Saya menggunakan jalan berunsur sepuluh alih-alih berunsur delapan, karena ini berkorelasi lebih rapi dengan pelatihan bertahap. | ||
| - | |||
| - | Perhatian utama kita adalah faktor-faktor pertengahan, | ||
| - | )) Tetapi saya tidak menentukan hubungan persis mereka dengan faktor-faktor jalan yang relevan. Mereka merupakan suatu pengelompokan yang longgar dari latihan-latihan yang menyatu yang membentuk suatu jembatan antara etika dan samādhi. Karena mereka melibatkan perilaku, mereka berhubungan dengan etika. Beberapa – kepuasan, pengendalian indera, kesederhanaan dalam makan, pemahaman jernih – berkaitan dengan hubungan seorang bhikkhu dengan makanan dananya, dan dengan demikian berhubungan dengan pencaharian benar. Mereka dimasukkan dalam samādhi karena mereka menekankan sikap mental dalam berbagai konteks, dan dengan demikian membentuk suatu landasan pelatihan bagi meditator yang bersungguh-sungguh. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 11.1 Kebenaran-kebenaran, | ||
| - | |||
| - | ^**4 Kebenaran Mulia**^**Pelatihan Berunsur-3**^**Jalan Berunsur-10**^**Pelatihan Bertahap** | ||
| - | |Penderitaan | ||
| - | |Awal mula | | | ||
| - | |Lenyapnya | ||
| - | |Jalan | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |||
| - | Saya telah mengkorelasikan latihan-latihan dari kepuasan sampai meninggalkan rintangan-rintangan dengan upaya benar dan perhatian benar dalam suatu cara yang umum tanpa berusaha mengikatkan mereka dengan sangat tepat. Bahkan upaya benar dan perhatian benar tidak dapat sepenuhnya dipisahkan satu sama lain: seseorang yang berlatih satipaṭṭhāna dikatakan sebagai “tekun” (dengan upaya benar); sedangkan seseorang meninggalkan rintangan kemalasan dan kelambanan dikatakan sebagai “penuh perhatian dan sepenuhnya memahami”. Terdapat kerancuan lain dalam bagian ini. Sebagai contoh, pengendalian indera dikatakan untuk meniadakan “kualitas-kualitas buruk, tidak bermanfaat”, | ||
| - | |||
| - | Kerancuan ini menyediakan suatu penjelasan yang tepat tentang bagaimana pemahaman jernih menjadi dimasukkan dalam satipaṭṭhāna. Kita telah melihat beberapa pertimbangan dalam mendukung pandangan Bronkhorst bahwa kita harus membedakan antara dua tingkat perhatian sehubungan dengan pelatihan bertahap: tahap persiapan dari “perhatian dalam kehidupan sehari-hari”, | ||
| - | |||
| - | Maka terdapat suatu urutan sebab akibat, yang progresif dalam faktor-faktor sang jalan seperti yang disajikan dalam Dhammacakkappavattana Sutta. Pemahaman seseorang dalam Dhamma mendorong seseorang untuk meninggalkan keduniawian untuk mencari kedamaian; ia mengambil aturan-aturan perilaku dan penghidupan; | ||
| - | |||
| - | === 11.2 Perhatian Itu Sendiri === | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang menyelidiki perhatian itu sendiri dalam suatu fokus yang lebih dekat, dengan menyelidiki ungkapan-ungkapan dan perkataan yang berkaitan dengan satipaṭṭhāna yang ditemukan secara luas tersebar di antara berbagai kumpulan. Dalam kanon Theravāda, perhatian digambarkan dalam dua rumusan utama. Yang sederhana menekankan makna kuno, yang bersifat Brahmanis, dari “ingatan”. | ||
| - | |||
| - | > “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia penuh perhatian, memiliki perhatian yang tertinggi dan pengendalian diri, dapat mengingat, menyimpan dalam ingatan apa yang telah dikatakan dan dilakukan sebelumnya.”((SN 48.9, dan seterusnya. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Rumusan ini tidak secara eksplisit memperlakukan perhatian sebagai meditasi. Ini kurang berkaitan dengan satipaṭṭhāna seperti demikian alih-alih perhatian biasa. Seperti yang telah saya tunjukkan di tempat lain, istilah // | ||
| - | ))) | ||
| - | |||
| - | Sarvāstivāda memberikan penjelasan yang berbeda tentang perhatian. | ||
| - | |||
| - | > “Ketika terdapat perhatian untuk, perhatian atas, atau tidak memiliki perhatian terhadap (apa pun) ia penuh perhatian, sepenuhnya perhatian, menyimpan dalam pikiran, tidak lupa. Inilah yang disebut perhatian benar.”((MA 189, dan seterusnya. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Tidak sepenuhnya jelas apa yang dimaksudkan ini. Mungkin tiga istilah pertama yang misterius itu menunjuk pada latihan, di mana akan kita jumpai belakangan, tentang melihat yang indah dalam yang jelek, yang jelek dalam yang indah, dan menghindari keduanya melalui keseimbangan batin. | ||
| - | |||
| - | Kita telah menjadi terbiasa dengan penyamaan perhatian = vipassanā yang muncul sehingga //shock// menemukan kata “perhatian” hampir tidak muncul dalam kumpulan vipassanā utama. Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | === 11.3 Empat Penegakan Perhatian === | ||
| - | |||
| - | Lapisan kerumitan yang berikutnya menggambarkan satipaṭṭhāna sebagai berunsur empat. Dalam menjaga perspektif pragmatis dan relatif dari sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Poin penting di sini bahwa rumusan berunsur empat memperkenalkan suatu objek khusus meditasi, yang bergerak ke arah memperlakukan satipaṭṭhāna seperti demikian dalam suatu cara yang lebih sempit daripada perhatian secara umum. Satipaṭṭhāna hanya konteks dalam rumusan utama dari sang jalan – sayap-sayap menuju pencerahan, pelatihan bertahap, pembebasan yang bergantungan – untuk menentukan objek meditasi. Secara umum di sini cenderung menjadi suatu jarak yang ganjil dalam sutta-sutta di antara sisi subjektif dan objektif dari meditasi. Sebagai contoh, sutta-sutta menjelaskan jhāna sehubungan dengan kualitas-kualitas mental subjektif dan di tempat lain menjelaskan berbagai objek meditasi yang ditujukan untuk mengembangkan jhāna, tetapi mereka hampir tidak pernah mengatakan, misalnya, “ānāpānasati jhāna” (tetapi ada yang disebut “ānāpānasati samādhi”), | ||
| - | |||
| - | Mengapa empat hal ini? Teks-teks belakangan dari beberapa aliran menyatakan bahwa empat hal itu bertentangan dengan empat penyimpangan. Perenungan terhadap tubuh bertentangan dengan penyimpangan melihat keindahan dalam keburukan; perenungan terhadap perasaan bertentangan dengan penyimpangan melihat penderitaan sebagai kebahagiaan; | ||
| - | |||
| - | Suatu pertimbangan yang lebih berkaitan dalam rumusan satipaṭṭhāna sehubungan dengan empat subjek yang khusus ini adalah bahwa mereka maju dari yang kasar menuju yang halus. Tubuh terutama diperlakukan sebagai objek dasar untuk mengembangkan meditasi. Perasaan merupakan kualitas mental yang paling nyata. Pikiran, indera internal kesadaran, “yang mengetahui” alih-alih “yang diketahui”, | ||
| - | |||
| - | === 11.4 Bagaimana Latihan itu Diuraikan === | ||
| - | |||
| - | Sementara daftar dari empat objek satipaṭṭhāna adalah sama dalam semua tradisi, penguraian aspek subjektifnya berbeda secara substansial, | ||
| - | |||
| - | == 11.4.1 Rumusan Sederhana dan Rumit == | ||
| - | |||
| - | Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Nikāya-nikāya Theravāda yang utama tidak mengandung suatu versi yang sederhana demikian. Namun teks-teks Pali yang belakangan memasukkan perumusan yang mirip. Niddesa, suatu komentar bergaya Abhidhamma yang bersifat aljabar terhadap bagian-bagian tertua dari Sutta Nipāta (Aṭṭhaka Vagga, Pārāyana Vagga, Khaggavisāna Sutta) yang merupakan salah satu sudut yang paling samar-samar dan sedikit dibaca dari kitab suci Pali (dan itulah yang mengatakan sesuatu!), memasukkan suatu ungkapan yang demikian dalam penjelasan standarnya tentang “penuh perhatian”.((Misalnya Mahā Niddesa 1.1.3. | ||
| - | )) Ungkapan yang mirip juga muncul dalam Paṭisambhidāmagga, | ||
| - | )) Pada masa komentar-komentar, | ||
| - | |||
| - | Kesimpulan ini didukung oleh SA 612 dari Satipaṭṭhāna Saṁyutta Sarvāstivāda. Setelah penutup yang standar, ini menambahkan suatu penjelasan editorial: | ||
| - | |||
| - | > Semua sūtra tentang empat satipaṭṭhāna ditutup dengan ungkapan berikut, yaitu: “Oleh sebab itu seorang bhikkhu yang mengembangkan dan melatih empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Dengan demikian rumusan pendek dalam Sarvāstivāda hanyalah suatu fungsi penyingkatan teks-teks, dan tradisi itu sendiri menyatakan bahwa versi yang diringkas seharusnya diperluas dalam setiap kasus. Rumusan yang diperluas adalah mirip dengan versi Theravādin standar. Mereka berbeda dari bentuk yang diringkas dalam mengeluarkan istilah “satipaṭṭhāna” dari rumusan itu sendiri, dan dalam menambahkan suatu rangkaian istilah-istilah yang menjelaskan latihan itu. Dalam versi Theravāda, seseorang merenungkan “dengan tekun, paham secara jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia.” Ungkapan ini ditemukan pada berbagai aliran, dan kita akan menunjuknya sebagai “rumusan pelengkap”. Versi Sarvāstivāda menghilangkan ungkapan “setelah melenyapkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia.” Namun ini ditemukan di tempat lain dalam Saṁyutta, | ||
| - | )) sehingga penghilangan di sini mungkin tidak disengaja. Dalam mengatakan “aspirasi agung, perjuangan yang mendalam, dan cara-cara terampil”, | ||
| - | |||
| - | Satu upaya untuk menginterpretasikan istilah ini ditemukan dalam Netti, yang mengatakan, bersepahaman dengan aliran-aliran, | ||
| - | )) Namun, korelasi antara kemampuan spiritual tidaklah sangat dekat. Sebagai contoh, kemampuan spiritual dari pemahaman (// | ||
| - | )) Pemahaman jernih (// | ||
| - | |||
| - | Cara yang lebih baik untuk melihat istilah-istilah ini dijelaskan oleh Mahā Parinirvāṇa Sutta Sanskrit. Terdapat suatu kejadian terkenal ketika pelacur cantik Ambapālī datang berkunjung. Dalam Pali, Sang Buddha mendorong para bhikkhu untuk “penuh perhatian dan memahami secara jernih”. Versi Sanskrit menambahkan ini: “Para bhikkhu, berdiamlah dengan tekun, paham secara jernih, dan penuh perhatian. Ambapālī sang pelacur datang ke sini!”((Waldschmidt (1950, 1951) 10.8. | ||
| - | )) Teks tersebut berlanjut mendefinisikan “tekun” sebagai empat upaya benar, “memahami dengan jernih” sebagai kewaspadaan atas aktivitas-aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, | ||
| - | |||
| - | == 11.4.2 Ketamakan dan Penolakan == | ||
| - | |||
| - | ini menyatakan suatu hubungan antara ungkapan terakhir, “setelah melenyapkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia” dengan ungkapan pendahuluan dari pelatihan bertahap, khususnya pengendalian indera. Bacaan standar tentang pengendalian indera, di mana dalam penggambaran Theravāda terhadap pelatihan bertahap biasanya muncul sebelum “pemahaman jernih”, memasukkan kata-kata yang sama “ketamakan dan penolakan” (// | ||
| - | )) Dalam Sanskrit yang sejajar dengan satipaṭṭhāna bahkan lebih jelas, karena terdapat ungkapan “ketamakan dan penolakan terhadap dunia” (// | ||
| - | )) Juga, Sanskrit, sebagai contoh Śrāmaṇyaphala Sūtra dan Śrāvakabhūmi, | ||
| - | |||
| - | Marilah kita menyelidiki lebih dekat bagaimana kata kunci // | ||
| - | )) Sebagai sebuah alternatif dari // | ||
| - | )) dan ini pasti maknanya dalam satipaṭṭhāna juga. Sementara penggunaan persis sama dari ungkapan abhijjhā-domanassa ini menggarisbawahi kedekatan ungkapan dalam satipaṭṭhāna dengan pengendalian indera, saya tidak melihat nilai penting yang besar dalam pemilihan persis istilah untuk “kehendak jahat”; Pali menggunakan sejumlah istilah yang lebih kurang bersinonim. Sementara sebagai suatu rintangan kehendak jahat dapat sangat halus, dalam sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat, ia didefinisikan dalam istilah yang sangat kuat: “Semoga makhluk-makhluk ini dihancurkan, | ||
| - | |||
| - | == 11.4.3 Satipaṭṭhāna Dibandingkan dengan Cinta Kasih == | ||
| - | |||
| - | Rumusan pelengkap satipaṭṭhāna berbunyi lebih mirip samatha daripada vipassanā. Penggambaran yang mirip dari keadaan meditatif dari pikiran itu tidak ditemukan dalam konteks vipassanā. Tetapi marilah kita membandingkannya dengan penggambaran latihan cinta kasih. | ||
| - | |||
| - | > **Rumusan Pelengkap Satipaṭṭhāna** | ||
| - | |||
| - | > //… ātāpī, sampajāno, satimā, vineyya loke abhijjhādomanassaṁ.// | ||
| - | |||
| - | > Tekun, paham secara jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketamakan dan penolakan terhadap dunia. | ||
| - | |||
| - | > **Cinta Kasih**((SN 42.8/SA 916/SA2 131, AN 10.219. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > //… vigatābhijjho, | ||
| - | |||
| - | > Bebas dari ketamakan, bebas dari kehendak jahat, tidak bingung, paham secara jernih, penuh perhatian, dengan hati penuh cinta kasih… | ||
| - | |||
| - | Ini hanyalah sedikit perbedaan dalam pengungkapan yang menggambarkan suatu proses subjektif dari meditasi. Bacaan tentang cinta kasih jelas menunjuk pada jhāna, dan kemiripan kedua bacaan menyatakan bahwa jhāna, alih-alih menjadi suatu prasyarat, adalah bagian dari pemenuhan yang lengkap dari satipaṭṭhāna. Poin utama ungkapan pelengkap itu adalah untuk menekankan bahwa perhatian bukanlah dikembangkan sendiri, cukup sampai dirinya sendiri, tetapi dalam konteks sang jalan sebagai suatu keseluruhan; | ||
| - | |||
| - | == 11.4.4 Variasi-Variasi dalam Rumusan Dasar == | ||
| - | |||
| - | Seperti halnya rumusan dasar, teks-teks, terutama Saṁyutta, memberikan sejumlah variasi yang menarik. Di bawah ini saya memberikan daftar variasi-variasi utama dalam tradisi Pali. Beberapa dari variasi-variasi ini dalam konteks aslinya mengikuti setelah rumusan standar Pali; ini ditandai dengan sebuah anak panah. | ||
| - | |||
| - | > 1) //Kāye kāyānupassana-satipaṭṭhānaṁ…// | ||
| - | |||
| - | > 2) //Kāye kāyānupassī viharati; ātāpī, sampajāno, satimā, vineyya loke abhijjhādomanassaṁ…// | ||
| - | |||
| - | > 3) → //Kāye kāyānupassī viharato yo kayasmiṁ chando so pahīyati; chandassa pahānāya amataṁ sacchikataṁ hoti…// (SN 47.37) Bagi seseorang yang berdiam dengan merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh, keinginan terhadap tubuh ditinggalkan; | ||
| - | |||
| - | > 4) → //Kāye kāyānupassī viharato kāyo pariññāto hoti//… (SN 47.38) Bagi seseorang yang berdiam dengan merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh, tubuh sepenuhnya diketahui… | ||
| - | |||
| - | > 5) → //Kāye kāyānupassī viharanto pi upahanet’eva pāpake akusale dhamme//… (SN 54.10/SA 813/Skt) Ketika seseorang berdiam dengan merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh, ia menghancurkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat… | ||
| - | |||
| - | > 6) → Kāye // | ||
| - | |||
| - | > 7) //Kāye kāyānupassī viharatha; ātāpīno, sampajānā, | ||
| - | |||
| - | > 8) → //Kāye kāyānupassī viharami; ātāpī, sampajāno, satimā, ‘sukhasmī’ ti pajānāti…// | ||
| - | |||
| - | > 9) → //Kāye kāyānupassī viharato cittaṁ samādhiyati upakkilesā pahīyanti…// | ||
| - | |||
| - | > 10) → //Kāye kāyānupassī viharanto tattha sammā samādhiyati sammā vippasīdati…// | ||
| - | |||
| - | > 11) → //Kāye kāyānupassī viharahi, mā ca kāyūpasaṁhitaṁ vitakkaṁ vitakkesi…// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Variasi-variasi ini secara alamiah termasuk dalam tiga kelompok. Pasangan pertama (1 & 2) memberikan pernyataan yang paling mendasar atau ringkasan dari praktiknya. Kedua adalah variasi-variasi yang menggambarkan hasil praktik dalam istilah-istilah yang sama dengan penggambaran dari banyak cara praktik lainnya (3-6). Sisanya (7-11) menggambarkan meditasi sebenarnya itu sendiri dan lebih spesifik pada satipaṭṭhāna. Mengejutkan bahwa variasi-variasi ini berhubungan secara eksplisit dengan samādhi. Salah satu dari variasi-variasi ini (7) memperkuat samādhi dengan sinonim “keterpusatan pikiran”. Variasi ini, sama dengan yang lain (10), juga memiliki istilah // | ||
| - | |||
| - | > 12) // | ||
| - | |||
| - | > 13) //Kāye kāyānupaśyino viharataḥ kāyālambanānusmṛti tiṣṭhati saṁtiṣṭhati…// | ||
| - | |||
| - | > 14) //Kāye kāyānupaśyino viharataḥ upaṣṭhita smṛti bhavaty asammuḍheti…// | ||
| - | |||
| - | > 15) //Kāye kāyānudarṣī viharati, na ca kāyasahagatan vitarkan vitarkayati…// | ||
| - | > )) Seseorang mengamati sebuah tubuh di dalam tubuh, tetapi seseorang tidak memikirkan pikiran-pikiran yang berhubungan dengan tubuh… (cp. Versi 11 di atas.) | ||
| - | |||
| - | Dengan demikian kita menemukan bahwa dalam variasi-variasi yang ada pada rumusan dasar satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Ciri khas yang menonjol dari semua rumusan itu, pernyataan definitif dari apa yang satipaṭṭhāna libatkan, adalah bahwa seseorang “berdiam dengan merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh… (perasaan, pikiran, dhamma)”. Di sini, terdapat dua ciri khas yang membutuhkan penjelasan. Pertama adalah ungkapan pengulangan, | ||
| - | |||
| - | == 11.4.5 “Sebuah Tubuh di dalam Tubuh” == | ||
| - | |||
| - | Ungkapan pengulangan “sebuah tubuh di dalam tubuh” telah sering dikomentari. Beberapa memandang bahwa ini hanyalah bersifat idiomatis, dengan tanpa arti penting tertentu; tetapi sesungguhnya pengulangan demikian pasti setidaknya menandakan penegasan. Penjelasan normatif pada saat ini, berdasarkan pada tradisi Theravādin, | ||
| - | |||
| - | > (Tubuh) “Aku menyebut ini sebagai suatu tubuh tertentu [di antara tubuh-tubuh], | ||
| - | |||
| - | > (Perasaan) “Aku menyebut ini sebagai suatu perasaan tertentu [di antara perasaan-perasaan], | ||
| - | |||
| - | > (Pikiran) “Aku mengatakan, Ānanda, bahwa tidak ada pengembangan samādhi dengan napas masuk dan napas keluar oleh seseorang yang kacau [pikirannya] dan yang tidak memiliki pemahaman jernih… | ||
| - | |||
| - | > (Dhamma) “Setelah melihat dengan pemahaman pelenyapan ketamakan dan penolakan, ia mengamati secara dekat dengan keseimbangan…”((SN 54.10/SA 813, SN 54.13/SA 810, MN 118.23ff. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Semua ini menimbulkan masalah penafsiran. Adalah tidak baik untuk bergantung pada bacaan yang tidak jelas demikian, tetapi dalam ketiadaan bacaan lain yang relevan kita tidak memiliki pilihan. Bagian-bagian tentang perasaan dan pikiran bersifat samar-samar, | ||
| - | |||
| - | Perkataan pertama, sehubungan dengan tubuh, bersifat sangat langsung. Dengan jelas, “napas” dianggap sebagai suatu jenis “tubuh”, | ||
| - | |||
| - | == 11.4.6 “Perenungan” == | ||
| - | |||
| - | Kemudian bagian krusial kedua dari rumusan satipaṭṭhāna adalah istilah // | ||
| - | |||
| - | > “Ia **merenungkan** dengan penuh cinta makhluk yang, Bagaikan seorang hartawan, menuangkan untuk dirinya Soma. Māghavan [yaitu Indra, Raja para Dewa] dengan tangan yang dibengkokkan mendukungnya. Ia membunuh, tanpa diminta, orang-orang yang membenci pemujaan.”((Ṛg Veda 10.160.4. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini // | ||
| - | |||
| - | > “Ia bukan teman yang selalu dengan tekun((Penggunaan “tekun” (// | ||
| - | > )) Mencurigai perselisihan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Bagi seseorang yang **merenungkan** kesalahan-kesalahan orang lain, Yang pikiran-pikirannya selalu bersifat kritis; Kekotoran-kekotorannya meningkat – Ia jauh dari akhir kekotoran-kekotoran.”((Dhp 253. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | “Perenungan” (// | ||
| - | |||
| - | Īśa Upaniṣad menunjukkan suatu wajah yang lebih ramah dari // | ||
| - | |||
| - | > “Ia yang **merenungkan** semua makhluk hanya sebagai diri, Dan diri sebagai semua makhluk – Ia tidak jijik karena hal itu.” | ||
| - | |||
| - | > “Ketika semua makhluk adalah hanya diri bagi ia yang melihat, Maka apakah delusi, apakah dukacita, Bagi ia yang **merenungkan** kemanunggalan? | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dalam konteks Buddhis ini menyatakan praktik cinta kasih universal. Dalam konteks Upaniṣadi pengertian metafisik yang lebih mengandung “Diri” yang dimaksudkan. Di sini anupassanā menunjuk pada suatu cara perenungan yang melihat kedua sisi dari hal-hal – semua makhluk sebagai diri, diri sebagai semua makhluk – dan memecahkan permukaan dualitas ke dalam suatu kesatuan yang lebih dalam. Kata “kemanunggalan” (// | ||
| - | |||
| - | > “‘Inilah penderitaan, | ||
| - | |||
| - | > Para bhikkhu, bagi seorang bhikkhu, yang dengan benar **merenungkan** pasangan ini, berdiam dengan rajin, tekun, dan berketetapan hati, salah satu dari dua hasil dapat diharapkan: pengetahuan mendalam dalam kehidupan saat ini juga, atau, jika terdapat sisa, yang tidak kembali.”((Sn 3.12. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini, seperti halnya dalam Īśa, dua perenungan yang berlawanan diberikan. Tetapi perbedaan itu sesungguhnya suatu pelengkap, maka realisasi sepenuhnya dari kedua perenungan ini membawa pada satu tujuan. | ||
| - | |||
| - | Penggunaan Śvetāśvatara atas // | ||
| - | |||
| - | > “Yang satu pengendali yang banyak, tidak aktif, Yang membuat yang satu membenihkan bermacam-macam, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini, juga, terdapat suatu hubungan antara // | ||
| - | |||
| - | > “Jika seseorang dengan jelas **merenungkan** ia sebagai diri, sebagai Tuhan, Karena Sang Penguasa dari apa yang telah menjadi dan apa yang akan ada, Seseorang tidak menjauh darinya.”((BU 4.4.15. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Syair-syair berikut dari Dhammapāda jatuh di antara penggunaan bahasa percakapan sehari-hari awal dari // | ||
| - | |||
| - | > “Seseorang yang berdiam dengan **merenungkan** keindahan, Tidak terkendali dalam indera-inderanya, | ||
| - | |||
| - | > “Seseorang yang berdiam dengan **merenungkan** kejelekan, Terkendali dalam indera-inderanya, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini seseorang merenungkan salah satu dari keindahan atau kejelekan (//subha, asubha//); lagi-lagi, ia memusatkan perhatian pada hanya salah satu aspek dari hal-hal, mengabaikan sisi yang lain. | ||
| - | |||
| - | // | ||
| - | )) Di tempat lain kita membaca tentang “perenungan terhadap ketidakkekalan”, | ||
| - | )) Tempat yang sesuai dari “perenungan terhadap ketidakkekalan” dalam satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Jadi // | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | == 11.4.7 Pemahaman Jernih == | ||
| - | |||
| - | Istilah // | ||
| - | |||
| - | Penggunaan umum lainnya dari // | ||
| - | |||
| - | === 11.5 Internal/ | ||
| - | |||
| - | Dalam satipaṭṭhāna kita dianjurkan untuk berlatih secara internal, eksternal, dan internal-eksternal. Modus internal/ | ||
| - | )) Ekāyana Sūtra, Dharmaskandha, | ||
| - | |||
| - | Terdapat suatu permasalahan penafsiran di sini, karena kita pada umumnya memahami bahwa meditasi adalah “jalan ke dalam”, tetapi teks-teks sepaham bahwa satipaṭṭhāna harus dilatih secara eksternal juga. Dalam penyebutan informal dari perhatian, seperti dalam syair-syair, | ||
| - | )) Tetapi aspek eksternal tetap tersisa – bagaimana kita memahami hal ini? | ||
| - | |||
| - | Dalam penggunaan umum Sutta, istilah internal dan eksternal ditemukan baik dalam konteks samatha maupun vipassanā. Sebagai contoh samatha, mengambil delapan pembebasan atau delapan landasan yang melampaui: “Melihat bentuk secara internal, seseorang melihat bentuk secara eksternal, terbatas, baik dan buruk; dengan melampaui mereka seseorang melihat demikian: ‘Aku mengetahui, aku melihat’. Inilah landasan pertama yang melampaui.”((MN 77.23. | ||
| - | )) Walaupun pengungkapannya sedikit samar-samar, | ||
| - | |||
| - | Terdapat sebuah bacaan yang secara eksplisit menunjukkan apakah yang dimaksud “internal” dan “eksternal” dalam satipaṭṭhāna. Melalui perenungan “internal” seseorang memasuki samādhi, kemudian memunculkan pengetahuan dan penglihatan (yaitu penglihatan batin) dari tubuh, dan seterusnya, dari orang lain secara eksternal.((DN 18.26. | ||
| - | )) Dalam Satipaṭṭhāna Sutta, perenungan internal dan eksternal muncul paling alamiah dalam perenungan tanah pekuburan, yang digambarkan sebagai latihan imajinatif: “Seakan-akan seseorang melihat sesosok mayat yang dibuang pada suatu tanah pekuburan, satu, dua, atau tiga hari meninggal dunia, membengkak, memucat, dan mengeluarkan zat-zat, seorang bhikkhu membandingkan tubuh ini dengan mayat tersebut demikian: ‘Tubuh ini juga memiliki sifat yang sama, ia akan menjadi seperti itu, tidak mungkin bebas dari takdir itu’.”((MN 10.14. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Harus disebutkan juga dari Vijaya Sutta dari Sutta Nipāta. Sajak pendek ini meringkaskan kebanyakan perenungan tubuh Sutta-sutta ke dalam beberapa syair. Walaupun ia tidak menyebut satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > “Seperti ini, demikian juga itu; Seperti itu, demikian juga ini – Secara internal dan eksternal, seseorang seharusnya menghalau nafsu terhadap tubuh.”((Sn 205. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Perenungan internal/ | ||
| - | |||
| - | Menariknya, perlakuan ketidakkekalan unsur air eksternal, seperti juga unsur-unsur lainnya, menyatakan tentang penghancuran bumi pada akhir alam semesta, yang secara tegas sekali bukan suatu konsep ketidakkekalan yang “sementara”. Ini memperluas penerapan “eksternal” tidak hanya pada “di sana” tetapi juga “kemudian”, | ||
| - | )) Dalam versi Sarvāstivādin, | ||
| - | |||
| - | > Pengembangan dari empat satipaṭṭhāna pada masa lalu dan masa depan juga diajarkan dalam cara ini. | ||
| - | |||
| - | Ini pasti salah satu dari penyisipan sektarian yang paling jelas dalam Āgama. Ini membentuk suatu hubungan yang jelas antara “internal/ | ||
| - | |||
| - | Di sini kita menemukan suatu aspek yang tidak terelakkan dari pemikiran Buddhis, atau lebih umum pemikiran India, hubungan antara personal dan kosmis. Dalam Upaniṣad ini sangat terkenal diungkapkan dalam identitas Ātman dan Brahman, jiwa individual dan jiwa-dunia yang pada dasarnya sama. Gagasan yang sejajar ditemukan dalam Buddhisme, sebagai contoh, dalam hubungan antara tingkatan jhāna dan perbedaan alam kelahiran kembali yang dihasilkannya. Salah satu dari penjelasan yang paling jelas dari hal ini adalah oleh Yang Mulia Anuruddha: | ||
| - | |||
| - | > “Misalkan sebuah pelita minyak dibakar dengan sumbu yang tidak murni; karena ketidakmurnian minyak dan sumbunya ia terbakar dengan suram. Demikian pula, ketika seorang bhikkhu bertekad dan meliputi cahaya yang terkotori gangguan tubuhnya belum sepenuhnya diredakan, kelambanan dan kemalasannya belum sepenuhnya dilenyapkan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Peter Masefield telah membahas hal ini dalam teks-teks Buddhis dan Upaniṣad dan mengatakan bahwa penggunaan “internal” (// | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Petunjuk menarik lainnya untuk makna internal/ | ||
| - | |||
| - | === 11.6 “Jalan yang Menuju Satu” === | ||
| - | |||
| - | Akhirnya kita tiba pada slogan satipaṭṭhāna yang paling definitif: //ekāyana magga//. Asal katanya sederhana: //eka// berarti “satu”; //ayana// berarti “menuju”; | ||
| - | )) Tetapi penafsiran yang lebih lanjut adalah sulit karena: kata eka digunakan dalam banyak pengertian yang berbeda; dan penggunaan idiomatis dari ungkapan itu sedikit dan/atau samar-samar. Para komentator memberikan banyak penafsiran yang berbeda-beda yang tidak akan saya ulangi di sini, karena mereka sudah sering diulang sebelumnya.((Misalnya MLDB, hal. 1188, catatan 135; Gethin (2001), hal. 60. | ||
| - | )) Para komentator cenderung memperluas makna, yang sebenarnya tidak masalah – khususnya ketika digunakan, seperti yang sering muncul sebagai kehendak, sebagai bahan mentah untuk pengajaran oral – tetapi ini tidak sangat berguna untuk menjabarkan makna harfiahnya setepat mungkin. Suatu akibat yang disayangkan dari ketidakjelasan demikian adalah bahwa istilah-istilah dapat dirampas untuk tujuan yang bersifat polemik. Terjemahan dari // | ||
| - | |||
| - | Terjemahan Mandarin hanya menegaskan bahwa para penerjemah Cina juga tidak yakin: Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda memiliki “terdapat satu jalan” (有一道); | ||
| - | |||
| - | Gethin memasukkan suatu pembahasan yang menarik.((Gethin (2001), pp. 59–66. | ||
| - | )) Ia memperhatikan berbagai upaya untuk menyelesaikan sebuah definisi konkrit untuk istilah yang demikian, yang sejak awal tampaknya mengandung makna spiritual/ | ||
| - | |||
| - | Konteks ini, yang ditemukan dalam Majjhima Nikāya, menyatakan suatu makna dari “membawa ke satu tempat saja”.((MN 12.37/T № 757/SA 612*/SA 684*/SA 701*/EA 27.6*/EA 31.8*/EA 46.4*/EA 50.6*/T № 780*/T № 781*/T № 802*/Skt*. | ||
| - | )) Sejak Ñāṇamoli, | ||
| - | |||
| - | Sebelum kita dapat menjawab pertanyaan ini dengan jelas, kita perlu untuk membereskan kemunculan-kemunculan ungkapan itu dalam Saṁyutta-saṁyutta yang ada. Untungnya, teks-teks yang berhubungan muncul tidak hanya dalam dua Saṁyutta yang lengkap, tetapi juga dua Saṁyutta yang sebagian. Semua versi-versi yang ada mengikuti ungkapan ekāyana dengan mengatakan ini adalah “untuk pemurnian makhluk-makhluk…” dan seterusnya. Kebanyakan dari versi-versi yang masih ada menempatkan pernyataan itu dalam periode tak lama setelah pencerahan Sang Buddha, ketika Sang Buddha merenungkan satipaṭṭhāna sebagai //ekāyana magga// | ||
| - | )) Terdapat tiga versi bacaan ini dalam berbagai versi Saṁyukta Āgama dalam bahasa Mandarin.((SA 1189/ | ||
| - | )) Semua ini ditempatkan dalam Sagāthāvagga karena kemunculan syair-syairnya. | ||
| - | |||
| - | Versi-versi ini, yang dimungkinkan masalah terjemahan, adalah sangat dekat, kecuali SA< | ||
| - | )) Jadi kita memiliki tiga komponen tekstual: bacaan // | ||
| - | |||
| - | Dua dari versi Pali sangat mirip, perbedaan utamanya bahwa mereka tidak memiliki bacaan “tanpa”, | ||
| - | )) Ciri khas ini suatu variasi yang unik dalam perikop satipaṭṭhāna; | ||
| - | |||
| - | Versi Mandarin memiliki bacaan yang serupa, tetapi ia berada dalam Anuruddha-saṁyutta. Di sini Yang Mulia Anuruddha mengambil peran Sang Buddha, merenungkan dalam pengasingan diri tentang empat satipaṭṭhāna sebagai jalan // | ||
| - | )) Ini menyatakan kembali dalam ungkapan psikologis apa yang dinyatakan Sagāthāvagga dalam ungkapan mitos, karena Brahmā mencapai kedudukan mulia dan kekuatan khususnya melalui praktik jhāna. | ||
| - | |||
| - | Teks yang didaftarkan sebagai yang asalnya sama oleh Akanuma di sini, SN 52.1, tidak berbagi ciri khusus apa pun dari teks ini kecuali untuk latarnya. Alih-alih, ia menyebutkan pengulangan internal/ | ||
| - | |||
| - | Maka terdapat suatu kesatuan yang kuat dalam penyajian bacaan // | ||
| - | |||
| - | Versi Pali telah melangkah satu langkah lebih jauh. Sekarang, bacaan // | ||
| - | |||
| - | Ini menguatkan gagasan bahwa khotbah // | ||
| - | |||
| - | Bacaan “tanpa” sama problematisnya. Tidak ada bacaan yang bersesuaian sesungguhnya dalam Theravāda, tetapi mungkin SN 47.33 “Diabaikan” adalah sama asalnya. Namun, ini hanya mengatakan seseorang yang telah mengabaikan satipaṭṭhāna telah mengabaikan jalan menuju akhir penderitaan (dan sebaliknya), | ||
| - | |||
| - | Secara ringkas: bacaan // | ||
| - | |||
| - | Marilah melihat pada masalah ini dari perspektif kebalikannya: | ||
| - | )) Bacaan yang relevan muncul dua kali dalam Upaniṣad. Adakalanya pembacaannya berbeda; pada umumnya saya mengikuti kemunculan pertama.((Kemunculan kedua menambahkan bahan, khususnya menekankan keabadian dari Diri, dan memasukkan penggambaran yang terkenal dari Diri seperti: “Bukan ini! Bukan ini!” | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | > 1. “Maitreyī”, | ||
| - | |||
| - | > 2. Kemudian Maitreyī berkata: “Sesungguhnya jika, Yang Mulia, seluruh bumi yang dipenuhi dengan kekayaan adalah milikku, apakah itu akan membuatku abadi?” “Tidak, | ||
| - | |||
| - | > 3. Kemudian Maitreyī berkata: “Apakah yang seharusnya aku lakukan di mana aku tidak akan mati? Katakan padaku, Tuan, apa yang engkau ketahui.” | ||
| - | |||
| - | > 4. Kemudian Yājñavalkya berkata: “Ah, sayangku, engkau telah sangat disayangi, dan sekarang engkau mengatakan kata-kata yang mesra. Datanglah, duduk, aku akan menjelaskan kepadamu. Renungkan apa yang kukatakan.” | ||
| - | |||
| - | > 5. Kemudian ia mengatakan: “Sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | > 6. “Brahman mengabaikan seseorang yang mengetahuinya sebagai yang berbeda dari Diri. Kṣatriya… dunia-dunia… para dewa… para makhluk… semua mengabaikan ia yang mengetahuinya sebagai yang berbeda dari Diri. Brahman ini, Kṣatriya ini, dunia-dunia ini, para dewa ini, para makhluk ini, dan ini semua adalah Diri ini. | ||
| - | |||
| - | > 7, 8, 9. “Seperti ketika sebuah genderang dipukul… kulit kerang ditiup… sebuah kecapi dimainkan, seseorang tidak dapat menggenggam suara-suara luar, tetapi dengan menggenggam kecapi atau pemain kecapi, suaranya tergenggam. | ||
| - | |||
| - | > 10. “Seperti dari api menyala yang diletakkan dengan bahan bakar yang basah berbagai asap keluar darinya, demikian juga, sayangku, Ṛg Veda, Sāman Veda, Yajur Veda, Ātharva, Aṅgirasa, sejarah-sejarah, | ||
| - | |||
| - | > 11. “Seperti lautan adalah pertemuan (// | ||
| - | |||
| - | > 12. Seperti halnya sebongkah garam yang dilemparkan ke dalam air menjadi larut di dalam air dan tidak ada yang dapat digenggam dengan tangan, tetapi apa pun yang engkau dapat rasakan adalah rasa asin; demikian juga makhluk agung ini, tidak terbatas, dengan tiada yang melampauinya, | ||
| - | |||
| - | > 13. Kemudian berkatalah Maitreyī: “Dalam hal ini, sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | > 14. “Karena di mana terdapat dualitas, seolah-olah, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Masa pertapa agung Yājñavalkya tidak lama sebelum Sang Buddha. Ahli tata bahasa Brahmanis Kātyāyana, | ||
| - | )). Pāṇini hidup tidak lebih awal dari abad ke-4 SM, dan Kātyāyana masih lebih belakangan; dengan kata lain, mereka lebih belakangan daripada Sang Buddha, tetapi “hampir sezaman” dengan Yājñavalkya. Jadi Yājñavalkya mungkin satu atau dua generasi sebelum Sang Buddha. Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Lebih jauh lagi, hampir setiap aspek dari percakapan klasik ini memiliki hubungan yang dekat dengan Sutta-sutta, | ||
| - | )) Daftar tentang yang dilihat, didengar, dipikirkan, dan diketahui (5) disajikan dengan cara yang sama di dalam Sutta-sutta.((Komentar mengatakan bahwa //muta// di sini berarti dikenali oleh hidung, lidah, atau tubuh; yaitu, mereka menghubungkan daftar ini dengan enam indera; dengan demikian beberapa penerjemah yang sezaman menerjemahkannya sebagai “yang dirasakan”. Tetapi //muta// hanyalah sebuah bentuk lampau dari kata normal “berpikir”, | ||
| - | )) Daftar berbagai prinsip yang memuncak pada “semua” (5, 6) menyerupai Mūlapariyāya Sutta, sebuah teks di mana komentar menghubungkannya dengan Brahmanisme. ((MN 1/MA 106/T № 56. | ||
| - | )) Perumpamaan genderang, kulit kerang, dan kecapi (7, 8, 9) semua muncul dalam Sutta-sutta. Perumpamaan kulit kerang((DN 23.19/DA 7/MA 71/ T № 45. | ||
| - | )) dan kecapi,((SN 35.246/SA 1169. | ||
| - | )) khususnya, diperlakukan dalam cara yang sangat mirip: suara terjadi dari bagian-bagian yang muncul bersamaan dan upaya yang sesuai dan tidak dapat ditangkap dari ia sendiri. Gambaran sungai yang mengalir ke dalam lautan (11) muncul dalam Kāyagatāsati Sutta, dan bahkan lebih mengejutkan, | ||
| - | )) Penggambaran kognisi sebagai tidak terbatas (12) muncul dalam rumusan standar pencapaian tidak berbentuk. Kebingungan dari seseorang yang berusaha menangkap keadaan mendalam dari orang suci yang telah mencapai realisasi setelah kematian setelah kematian (13) juga muncul dalam Sutta-sutta, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Versi kedua dari percakapan ini mengatakan pengungkapan yang memuncak dari Diri dengan sedikit berbeda: “tanpa internal atau eksternal, hanya suatu keseluruhan kumpulan pemahaman (// | ||
| - | ))). Internal/ | ||
| - | |||
| - | Seperti halnya penggunaan utama // | ||
| - | |||
| - | Pesan Yājñavalkya adalah kembali ke Yang Satu. Semua keberagaman dilemahkan dan direlatifkan. Penggunaan yang berulang-ulang, | ||
| - | |||
| - | Penggunaan filosofis dari // | ||
| - | |||
| - | > “Pikiran (//citta//) adalah pertemuan (// | ||
| - | |||
| - | > “Ia yang menekuni pertemuan (// | ||
| - | |||
| - | Bacaan pertama menyatakan bahwa “pertemuan” memasukkan keadaan penyatuan dalam samādhi. Istilah itu bernada Buddhis; tidak kurang dari tiga kata dalam syair pendek ini (//citta, ekāyana, pratiṣṭha// | ||
| - | )) tetapi pastinya suatu konteks samādhi juga disiratkan. | ||
| - | |||
| - | Arti penting spiritual dari // | ||
| - | |||
| - | Pertanyaannya kemudian menjadi, apakah makna “satu” itu dalam konteks Buddhis? Gethin menyatakan, dengan dukungan komentar Pali, bahwa “satu” menunjuk pada Nibbana. Ia mengatakan bahwa istilah “satu” di sini tidak perlu membawa makna metafisik absolutis dalam Nikāya-nikāya. Sub-komentar mendukung hal ini dengan menjelaskan “satu” di sini sebagai “tanpa sesuatu yang kedua” dan “yang tertinggi”. Tetapi “satu” merupakan suatu istilah metafisik sepenuhnya bagi keseluruhan tradisi Brahmanis sejak Ṛg Veda mengatakan tentang “Makhluk Yang Satu”, dan dengan demikian Sutta-sutta dengan hati-hati menghindari menggunakan “satu” untuk menunjuk pada Nibbana. Namun, Sutta-sutta sangat senang menggunakan “satu” untuk menunjuk pada samādhi. Lebih jauh penggunaan yang paling umum dan bersifat idiomatis dari “satu” dalam kosakata meditasi Sutta-sutta adalah istilah “keterpusatan” (// | ||
| - | |||
| - | Karena tujuan satipaṭṭhāna adalah membawa menuju jhāna, makna kontekstual dari // | ||
| - | |||
| - | > “Mengapa ia disebut ‘satu jalan masuk’? Ia disebut demikian karena ia adalah [jalan menuju] konsentrasi dan kesatuan pikiran.”((云何名為一入。所謂專一心 (T02, № 125, p. 568, a4–5). | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ungkapan Mandarin yang saya terjemahkan sebagai “kesatuan pikiran” di sini identik dengan ungkapan dalam khotbah Anuruddha tentang jalan // | ||
| - | |||
| - | Penjelasan ini juga akan melengkapi jawaban pada pertanyaan mengapa Sutta-sutta mencadangkan istilah // | ||
| - | |||
| - | === 11.7 “Mencapai Sang Jalan” === | ||
| - | |||
| - | Pernyataan tentang “jalan yang membawa pada penyatuan” diikuti, dalam Satipaṭṭhāna Sutta, dengan pernyataan bahwa ini adalah: “Untuk pemurnian makhluk-makhluk, | ||
| - | )) Namun tidak ada alasan kuat untuk berpikir bahwa ini adalah makna utamanya. | ||
| - | |||
| - | Kemunculan yang paling umum, yang standar dari //ñāya// adalah dalam rumusan untuk perenungan terhadap Sangha: “Sangha siswa Sang Bhagava telah berlatih dengan baik, berlatih secara langsung, berlatih sesuai dengan sang jalan (// | ||
| - | )) Bacaan-bacaan ini berhubungan dengan keseluruhan jalan pelatihan, dan semua mencakup samādhi. Konteks yang paling terperinci terdapat dalam Sandaka Sutta dari Majjhima. Pertama-tama pelatihan bertahap diajarkan, dari kemunculan Sang Tathāgata menuju ditinggalkannya rintangan-rintangan; | ||
| - | |||
| - | > “Setelah meninggalkan lima rintangan, kekotoran pikiran yang melemahkan pemahaman ini, cukup terasing dari kesenangan indera, terasing dari kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, yang memiliki awal dan kelangsungan pikiran, dengan kegiuran dan kebahagiaan yang muncul dari pengasingan. Seorang yang terpelajar tentunya akan menjalankan kehidupan suci dengan seorang guru yang di bawahnya seorang siswa mencapai perbedaan yang mulia demikian, dan ketika menjalaninya ia akan mencapai sang jalan (// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Teks melanjutkan dengan jhāna-jhāna yang tersisa dan pengetahuan-pengetahuan yang lebih tinggi yang memuncak pada Kearahattaan, | ||
| - | )) Dengan demikian //ñāya// dihubungkan dengan jalan progresif latihan secara umum, dan samādhi atau jhāna secara khusus. | ||
| - | |||
| - | === 11.8 Aṅguttara === | ||
| - | |||
| - | Adalah tempat yang tepat untuk menyelidiki bahan satipaṭṭhāna yang ditemukan dalam Aṅguttara Nikāya yang ada. Di sini kita menemukan sedikit bahan tentang satipaṭṭhāna.((Tidak ada teks-teks ini ditemukan dalam Ekottara Āgama. Namun ini bernilai kecil mempertimbangkan perbedaan yang sangat besar antara kumpulan ini dan Nikāya-nikāya/ | ||
| - | )) Ini tidak mengejutkan, | ||
| - | )) Ini serupa dengan pelatihan bertahap, dan seperti dalam pelatihan bertahap, latihan-latihan ini mempersiapkan seseorang untuk pengembangan meditatif dari satipaṭṭhāna. Perenungan di sini diperlakukan sebagai internal dan eksternal. | ||
| - | |||
| - | Khotbah Aṅguttara satu-satunya yang penting tentang satipaṭṭhāna memperlakukannya murni sebagai samatha.((AN 8.63. | ||
| - | )) Ini memiliki penampilan sebuah khotbah dari Satipaṭṭhāna Saṁyutta, dan GIST menyatakan bahwa ini mulanya dimasukkan dalam kumpulan itu dan kemudian dipindahkan ke dalam Aṅguttara untuk menyediakan para siswa Aṅguttara dengan setidaknya satu ajaran penting tentang topik yang penting demikian. Khotbah ini tidak ditemukan dalam Saṁyukta Sarvāstivādin, | ||
| - | |||
| - | Terdapat teks yang menarik lainnya, di mana, walaupun ia tidak berhubungan dengan satipaṭṭhāna secara langsung, cukup mirip dalam pokok bahasan dan peristilahannya untuk menyatakan bahwa ia mempengaruhi pemaparan yang belakangan. Yang Mulia Ānanda memberikan daftar lima “landasan untuk perenungan” (// | ||
| - | )) Lima hal itu adalah: tiga jhāna yang pertama; persepsi cahaya; 31 bagian tubuh; perenungan terhadap kematian; dan jhāna keempat. Pada hal ini Sang Buddha menambahkan yang keenam – perhatian terhadap posisi tubuh seseorang. Ini jelas dekat dengan bagian Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda tentang perenungan terhadap tubuh. Mereka bahkan lebih dekat dengan Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Dengan demikian beliau menekankan kewaspadaan terhadap posisi tubuh untuk mendorong latihan yang akan membawa pada tahapan yang lebih tinggi. | ||
| - | |||
| - | Khotbah pendek lainnya menekankan pada aspek kebijaksanaan dari perhatian walaupun lagi-lagi ini tidak dalam kerangka satipaṭṭhāna.((AN 5.122. | ||
| - | )) Lima meditasi dianjurkan: seseorang harus “dengan jernih menegakkan perhatian terhadap muncul dan lenyapnya dhamma-dhamma”, | ||
| - | |||
| - | Merangkum ajaran-ajaran tentang satipaṭṭhāna dalam Aṅguttara Nikāya: | ||
| - | |||
| - | 1. Satipaṭṭhāna adalah sebuah latihan meditatif yang dikembangkan dalam konteks pelatihan bertahap. | ||
| - | |||
| - | 2. Ia dapat berupa suatu cara dari jhāna. | ||
| - | |||
| - | 3. Ia harus dikembangkan secara internal dan eksternal. | ||
| - | |||
| - | 4. Perhatian terhadap muncul dan lenyapnya dhamma-dhamma adalah salah satu latihan mengembangkan kebijaksanaan. | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 12: Saṁyutta ==== | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna-saṁyutta adalah sebuah kumpulan yang kaya, dengan kisah perumpamaan dan kiasan, sekilas pandang ke dalam kehidupan Sangha, yang menginspirasi para meditator awam, yang bersifat humor dan tragedi, dan sebuah unsur naratif yang kuat. Beberapa teks menerangi satipaṭṭhāna melampaui rumusan dasar; tetapi tanpa analisis terperinci. Kita akan menganalisis struktur dan isi dari kumpulan ini kemudian melihat pada beberapa saṁyutta yang berkaitan yang juga menonjolkan satipaṭṭhāna. | ||
| - | |||
| - | === 12.1 Satipaṭṭhāna-saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna-saṁyutta Theravāda mengandung lima bab (//vagga//) yang persisnya terdiri dari sepuluh khotbah masing-masing, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 12.1: Aṅga-aṅga dalam Satipaṭṭhāna-saṁyutta Theravāda** | ||
| - | |||
| - | ^**SN 47**^**Sutta**^**Geyya**^**Vyākaraṇa**^ | ||
| - | |1-2 |✔ | | ||
| - | |3 | | ||
| - | |4-8 |✔ | | ||
| - | |9-13 | ||
| - | |14 | ||
| - | |15-16 | ||
| - | |17 | ||
| - | |18 | ||
| - | |19 | ||
| - | |20-23 | ||
| - | |24 | ||
| - | |25-30 | ||
| - | |31-39 | ||
| - | |40 | ||
| - | |41 | ||
| - | |42 | ||
| - | |43 | ||
| - | |44-45 | ||
| - | |46-47 | ||
| - | |48-104 | ||
| - | |||
| - | Marilah lihat apa yang diberikan SA kepada kita. Struktur // | ||
| - | |||
| - | **Tabel 12.2: Aṅga-aṅga dalam Smṛtyupasthāna-saṁyukta Sarvāstivāda** | ||
| - | |||
| - | ^**SA**^**Sutta**^**Geyya**^**Vyākaraṇa**^ | ||
| - | |605 | ||
| - | |606 | ||
| - | |607 | ||
| - | |608 | ||
| - | |609 | ||
| - | |610 | ||
| - | |611 | ||
| - | |612 | ||
| - | |613 | ||
| - | |614 | ||
| - | |615 | ||
| - | |616 | ||
| - | |617 | ||
| - | |618 | ||
| - | |619 | ||
| - | |620 | ||
| - | |621 | ||
| - | |622 | ||
| - | |623 | ||
| - | |624 | ||
| - | |625 | ||
| - | |626 | ||
| - | |627 | ||
| - | |628 | ||
| - | |629 | ||
| - | |630 | ||
| - | |631 | ||
| - | |632 | ||
| - | |633 | ||
| - | |634 | ||
| - | |635 | ||
| - | |636 | ||
| - | |637 | ||
| - | |638 | ||
| - | |639 | ||
| - | |||
| - | Marilah kita menggabungkan kedua kumpulan itu, dan menghilangkan khotbah-khotbah yang tidak sama dalam keduanya, dengan demikian memperkirakan kumpulan pra-sektariannya. Beberapa teks muncul sebagai sebuah //sutta// dalam satu kumpulan dan sebuah // | ||
| - | |||
| - | **Tabel 12.3: Kesesuaian dari Dua Satipaṭṭhāna-saṁyutta** | ||
| - | |||
| - | ^**SA**^**SN 47**^**Sutta** | ||
| - | |606 | ||
| - | |607 | ||
| - | |608 | ||
| - | |609 | ||
| - | |610 | ||
| - | |611 | ||
| - | |614 | ||
| - | |615 | ||
| - | |616 | ||
| - | |617 | ||
| - | |619 | ||
| - | |620 | ||
| - | |621 | ||
| - | |622 |2, 44* |✔ (SN) |✔ (SA) | | | ||
| - | |623 | ||
| - | |624 | ||
| - | |625 | ||
| - | |627 | ||
| - | |628 | ||
| - | |634 | ||
| - | |635 | ||
| - | |638 | ||
| - | |639 | ||
| - | |||
| - | Struktur // | ||
| - | |||
| - | Setelah mempertimbangkan struktur kumpulan itu, marilah melihat pada isinya. | ||
| - | |||
| - | == 12.1.1 Kisah-kisah == | ||
| - | |||
| - | Dua karakteristik kesusasteraan dari Satipaṭṭhāna-saṁyutta yang layak dipertimbangkan lebih jauh: kisah-kisah dan narasi. | ||
| - | |||
| - | Kisah-kisah mempengaruhi kumpulan itu dengan humor dan aksi yang bersahaja. Mereka memuji satipaṭṭhāna sebagai sebuah tempat aman, sebuah perlindungan, | ||
| - | |||
| - | **SN 47.8/SA 616 Tukang Masak:** Versi Pali dan Mandarin di sini sangat mirip. Tukang masak yang bodoh tidak mengetahui bagaimana mempersiapkan jenis makanan yang benar untuk menyenangkan majikannya, maka tidak mendapatkan hadiah. Sama halnya, bhikkhu yang bodoh tidak memahami jalan dari pikirannya, berlatih satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | **SN 47.6/SA 617 Burung Elang:** Mengisahkan seekor burung puyuh yang tertangkap oleh seekor elang jika ia berkeliaran di luar “habitat alami”-nya, | ||
| - | |||
| - | **SN 47.19/SA 619 Sedaka:** Sebuah kisah perumpamaan tentang kerukunan dan sokongan bersama, yang digambarkan dengan kisah dua orang akrobat, satu menyokong yang lain di atas sebatang galah bambu. Versi Pali mengandung suatu keanehan di sini, karena ia memiliki sang murid yang mengatakan “engkau melindungi dirimu sendiri dan aku akan melindungi diriku sendiri”. Sang Buddha kemudian menyetujui pernyataan ini, tetapi mengubahnya menjadi “dengan melindungi diri sendiri, seseorang melindungi orang lain, dengan melindungi orang lain, seseorang melindungi diri sendiri.” Versi Mandarin tidak memiliki masalah ini, karena ia memiliki sang murid mengatakan hanya itu. | ||
| - | |||
| - | **SN 47.7/SA 620 Kera:** Kisah tentang seekor kera bodoh yang menyebabkan tangannya terjebak dalam perangkap bergetah. Dengan berusaha membebaskan dirinya sendiri, ia membuat tangan lainnya terjebak juga, kemudian kedua kakinya dan bahkan mulutnya. Terjebak dalam lima titik, pemburu melakukan terhadapnya apa yang akan ia lakukan. Dengan cara yang sama, seorang bhikkhu seharusnya berdiam dalam habitat alaminya, sama seperti dalam “Burung Elang”. Versi Mandarin menambahkan penjelasan lebih jauh tentang seorang bhikkhu bodoh yang pergi ke kota dengan indera-inderanya tidak terkendali. | ||
| - | |||
| - | **SN 47.20/SA 623 Gadis Paling Cantik di Negeri:** Pada satu sisi terdapat sekumpulan keramaian yang bergembira; pada sisi yang lain terdapat seorang gadis penari; di antaranya engkau harus berjalan membawa sebuah mangkuk yang penuh dengan minyak, dengan seseorang dengan sebuah pedang terhunus mengikuti tepat di belakangmu, bersiap-siap untuk memenggal kepalamu jika engkau menumpahkan setetes minyak! Dengan cara yang sama engkau seharusnya mengembangkan “perhatian terhadap tubuh”. Teks ini unik sebagai sebuah “kisah” yang memasukkan sebuah // | ||
| - | |||
| - | == 12.1.2 Narasi == | ||
| - | |||
| - | Narasi masuk dalam dua kelompok utama: narasi yang mengingat kembali pencerahan Sang Buddha, dan narasi yang mengingat kembali wafat-Nya. Terdapat suatu hubungan yang rumit antara teks-teks ini – beberapa di antaranya memasukkan narasi, dan beberapa di antaranya hanya menyatakan suatu konteks naratif – dan narasi panjang (// | ||
| - | |||
| - | Dari narasi-narasi yang mengingat kembali pencerahan Sang Buddha, terdapat sutta-sutta “Brahmā”. Seperti yang dibahas di atas, ini ditemukan dalam Sagāthāvagga dalam versi Mandarin, kecuali Satipaṭṭhāna-saṁyutta dalam Theravāda. Mereka mengingat kembali “Permohonan Brahmā” yang telah kita perlakukan sebagai contoh bacaan // | ||
| - | )) Kedua peristiwa berlatarkan di “Pohon Banyan Penggembala Kambing”, tetapi saya tidak dapat menemukan jejak dari teks kita saat ini dalam kisah periode paska-pencerahan mana pun yang ada pada saya. Di antara keduanya terdapat suatu perbedaan yang penting dalam peran yang dimainkan oleh Brahmā. Dalam “Permohonan Brahmā” sang dewa berperan sebagai tokoh mitos kuno yang mengambil inisiatif atas tindakan, suatu personifikasi dari inspirasi kedewaan. Di sini, sesuai dengan kedudukan para dewa yang rendah yang lebih umum dalam Buddhisme, ia hanya menggemakan dan mendukung Sang Buddha. Ingatan lainnya dari periode ini ditemukan dalam Satipaṭṭhānasaṁyutta berjudul “Yang Tidak Pernah Terdengar Sebelumnya”, | ||
| - | )) Ini menyatakan bahwa pemahaman satipaṭṭhāna adalah menyatu pada pengalaman pencerahan. Pernyataan serupa dibuat hampir semua kategori ajaran yang familiar, yang mencerminkan sifat saling berhubungan dari Dhamma. Teks ini tidak ditemukan dalam Mandarin, maka kita mencurigai ini sebagai suatu teks yang belakangan; tetapi isinya tidak kontroversial. | ||
| - | |||
| - | Lebih banyak bahan yang ditemukan pada masa wafatnya Sang Buddha. Kita telah menunjuk pada khotbah yang berlatarkan di hutan mangga Ambapālī, di mana Sang Buddha berdiam sejenak sebelum Parinibbāna, | ||
| - | |||
| - | SN 47.9 “Sakit” mengisahkan kepada kita kisah yang mengharukan dari penyakit Sang Buddha sejenak sebelum wafat-Nya.((Sutta ini tidak muncul sebagai sutta tersendiri di luar Pali, tetapi versi yang sejajar sebagian ditemukan dalam beberapa teks dari Mahāparinibbāna Sutta. | ||
| - | )) Ini adalah salah satu dari bacaan yang menyedihkan dalam kanon yang sebenarnya bertentangan dengan sifat manusiawi Sang Buddha yang rapuh. Bacaan ini juga mengandung pernyataan Sang Buddha yang terkenal bahwa ia tidak memiliki “jurus tertutup dari seorang guru”. Ini menjadi masalah yang kontroversial, | ||
| - | |||
| - | SN 47.11-14 membentuk biografi mini Yang Mulia Sāriputta. Dalam teks pertama kita melihat ia berdiskusi dengan Sang Buddha tentang sifat seorang yang tercerahkan. Berikutnya kita melihat Yang Mulia Sāriputta di kota kelahirannya Nāḷandā, | ||
| - | )) Kejadian ini terjadi selama perjalanan terakhir Sang Buddha ke utara dari Rājagaha, dan mencatat pertemuan terakhir Sang Guru dan siswa terbaiknya. Perhatikan bahwa tujuh faktor pencerahan hampir sinonim dengan samādhi, pengelompokan ini sejajar dengan tahap meditasi dari pelatihan bertahap: seseorang “menegakkan perhatian”, | ||
| - | )) Ini juga membentuk inti untuk percakapan yang jauh lebih panjang dalam Sampasādanīya Sutta.((DN 28/DA 18/T № 18. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | SN 47.13/SA 638, teks berikutnya dalam kumpulan Theravāda, mengisahkan bagaimana Yang Mulia Sāriputta menjadi sakit dan meninggal dunia. Ini terjadi di “Nālakagāma”. Kisah komentar menyatakan bahwa Yang Mulia Sāriputta, menyadari bahwa waktunya telah dekat, kembali ke kota kelahirannya untuk mengubah ibunya, seorang Brahmin yang taat, ke Buddhisme. Samanera Cunda – dikatakan oleh komentar adalah adik termuda Yang Mulia Sāriputta – merupakan pelayannya selama sakitnya. Pada saat meninggal dunia, ia membawa mangkuk dan jubah Yang Mulia Sāriputta dan pergi ke tempat di mana Sang Buddha berdiam. Theravāda mengatakan Beliau berada di Sāvatthī, yang tidak cocok – Sāvatthī berada 200 km ke arah barat laut, dan tidak dapat dibayangkan bahwa Sang Buddha membuat perjalanan memutar yang berlebihan dalam perjalanan terakhir-Nya, | ||
| - | |||
| - | Teks ini membentuk pasangan dengan SN 47.14/SA 639, yang mengikuti segera setelahnya dalam kedua kumpulan. Versi Theravāda berlatarkan di Republik Vajjī, di Ukkacelā pada tepi sungai Gangga. Tetapi versi Mandarin menempatkan kejadian ini di Madhura, di dekat sungai Bhadra. Vajjī adalah latar yang masuk akal, yang berada di sepanjang rute menuju Parinibbāna. Sang Buddha mengatakan Sangha terlihat kosong baginya karena Sāriputta dan Moggallāna telah mencapai Nibbana akhir, bagaikan cabang-cabang terbesar yang jatuh dari inti pohon besar.((Kematian Yang Mulia Moggallāna tidak tercatat dalam kanon, tetapi kisah Theravādin dan Tibetan yang belakangan bersesuaian dalam garis besar umumnya. | ||
| - | )) Dalam ajaran-ajaran, | ||
| - | |||
| - | Terdapat beberapa teks lagi yang mungkin juga berlatarkan pada masa setelah Parinibbāna, | ||
| - | )) Teks Sarvāstivāda satu-satunya yang sumbernya sama berdiri pada kepala dari seluruh rangkaian teks pada lokasi yang sama; dengan cara yang serupa dengan Satya-saṁyukta, | ||
| - | |||
| - | Menarik bahwa beberapa kejadian yang terjadi selama masa pencerahan dan wafatnya Sang Buddha tidak muncul dalam narasi-narasi yang berkembang dari kejadian-kejadian itu. Hubungan antara teks-teks pendek ini dan narasi-narasi yang panjang telah diperdebatkan para sarjana. Beberapa berpendapat bahwa narasi-narasi yang lebih panjang muncul pertama kali, dan teks-teks yang lebih pendek diringkas dari mereka. Ini tidak masuk akal, dan situasi saat ini mendukung hal ini: jika teks-teks yang lebih pendek diringkas dari teks-teks yang lebih panjang, dari manakah teks-teks pendek yang tidak ada dalam narasi-narasi panjang berasal? Terdapat banyak kejadian dan ajaran yang diingat sepanjang masa-masa kritis ini, yang diceritakan kembali dengan penunjukan yang kurang lebih sambil lalu pada keadaan historis. Kebutuhan untuk kisah yang definitif menjadi lebih kuat dalam ketiadaan Buddha yang hidup. Maka kejadian-kejadian itu secara perlahan-lahan dihubungkan dalam suatu narasi yang garis besarnya adalah sangat tua dan telah berubah sangat sedikit dalam ribuan tahun penceritaan kembali, tetapi bentuk spesifiknya diuraikan sepanjang waktu. Tidak semua kejadian-kejadian yang diingat menemukan rumahnya dalam kisah itu; agaknya pilihan didiktekan oleh kebutuhan penceritaan kembali. | ||
| - | |||
| - | Narasi-narasi ini memperkaya dan memberitahukan penyajian satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Seperti biasanya dalam Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | == 12.1.3 Pemahaman Jernih == | ||
| - | |||
| - | Keterangan lebih jauh tentang hal ini diberikan oleh SN 47.35, yang menyajikan suatu variasi pada topik tentang “perhatian penuh dan pemahaman jernih”. Bacaan standar tentang pemahaman jernih adalah penggambaran dari kewaspadaan terhadap aktivitas-aktivitas sehari-hari, | ||
| - | |||
| - | Praktik pemahaman jernih dalam aktivitas sehari-hari seseorang disajikan lebih sederhana dalam sebuah khotbah, yang ditemukan dalam kedua kumpulan, yang mengajarkan agar para bhikkhu “penuh perhatian dan memahami sepenuhnya”. “Perhatian” didefinisikan sebagai empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | SN 47.35 tidak memiliki padanan SA, maka ia mungkin pembentukan sekunder dan imitasi hal ini. Dalam khotbah ini, perhatian adalah, seperti biasanya, empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Di tempat lain, praktik ini adalah yang ketiga dari empat jenis “pengembangan samādhi”.((AN 4.41/T № 1536.7. | ||
| - | )) “Pengembangan samādhi” ini bersifat progresif, dan kenyataan bahwa mereka mulai dari jhāna menunjukkan mereka adalah latihan-latihan yang lebih maju, “pengembangan” samādhi yang lebih tinggi. Dua yang pertama berada pada sisi samatha: empat jhāna, yang membawa pada suatu kediaman yang menyenangkan di sini dan saat ini; dan persepsi cahaya, yang membawa pada “pengetahuan dan penglihatan” (= kekuatan batin). Yang ketiga, latihan kita yang saat ini, membawa pada “perhatian dan pemahaman jernih”. Yang keempat adalah latihan standar mengamati asal mula dan lenyapnya lima kelompok unsur kehidupan, yang membawa pada akhir kekotoran-kekotoran. Kedua hal ini memusatkan perhatian pada ketidakkekalan, | ||
| - | |||
| - | Ketika merenungkan muncul, bertahan, dan lenyapnya perasaan, persepsi, dan pikiran-pikiran, | ||
| - | )) Batasan yang penting lainnya adalah bahwa latihan ini “dengan jernih memahami” yang diketahui, bukan mengetahui itu sendiri, yang adalah kunci dari pengetahuan yang sangat mendalam. Ini juga karena latihan ini melibatkan hanya pengamatan langsung atas fenomena ketika mereka muncul, bukan penarikan kesimpulan atas prinsip sebab-akibat yang menggambarkan bagaimana kejadian-kejadian ini terungkap sepanjang waktu. Menurut Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Baik pengembangan meditatif dari pemahaman jernih dan kewaspadaan terhadap aktivitas-aktivitas tubuh ini jelas berbeda dari satipaṭṭhāna seperti demikian; mereka berhubungan, | ||
| - | |||
| - | Terlebih lagi, praktik meditatif pemahaman jernih memiliki objek yang berbeda dibandingkan satipaṭṭhāna. Hanya perasaan yang secara langsung berhubungan. Walaupun seseorang mungkin berusaha menyamakan persepsi dan pikiran dengan salah satu atau yang lain dari empat satipaṭṭhāna (secara tradisional mereka akan dimasukkan dalam dhamma-dhamma), | ||
| - | |||
| - | Pengembangan meditatif pemahaman jernih yang digambarkan di sini jelas bernilai sekunder; bacaan itu muncul hanya sekali dalam masing-masing dari Saṁyutta, Majjhima, dan Dīgha Nikāya, dan tiga kali dalam Aṅguttara. Banyak dari konteks di mana bacaan ini muncul tidak menginspirasi keyakinan sehubungan nilai penting historisnya. Dalam Dīgha ia muncul dalam Saṅgīti Sutta (sebuah susunan proto-Abhidhamma yang berprinsip-aṅguttara); | ||
| - | |||
| - | == 12.1.4 Vibhaṅga Sutta == | ||
| - | |||
| - | Beberapa khotbah yang identik di atas berhubungan dengan aspek samādhi dari satipaṭṭhāna. Ini telah bertahan dalam berbagai uji otentisitas yang dapat saya berikan padanya, dan harus berdiri sebagai yang mewakili suatu konsepsi yang utama dari satipaṭṭhāna. Namun akhirnya, kita berbalik pada dua teks yang tersisa dalam Satipaṭṭhāna-saṁyutta yang menghubungkan secara langsung satipaṭṭhāna sebagai vipassanā: SN 47.40 Vibhaṅga dan SN 47.42/SA 609 Samudaya (“Asal Mula”). | ||
| - | |||
| - | Vibhaṅga Sutta tidak terbukti dalam kanon Mandarin. Ini sendiri membuat ia terlihat seperti suatu perkembangan sekunder; sebuah peninjauan dekat menegaskan hal ini. Seperti khotbah tentang perhatian dan pemahaman jernih yang telah kita bahas baru saja, ia ditemukan pada akhir vagga keempat, yang merupakan bab yang meragukan karena hampir semua khotbahnya kelihatannya artifisial, atau setidaknya dapat dihasilkan dengan cara yang artifisial. Vibhaṅga Sutta, yang berada pada akhir vagga ini, didahului oleh sebuah khotbah yang tidak berhubungan yang disebut “Keabadian”, | ||
| - | |||
| - | Vibhaṅga Sutta memulai dengan Sang Buddha mengatakan: “Aku akan mengajarkan kalian…”. Pembukaan standar ini tampaknya cukup tidak berbahaya. Namun, umumnya ajaran (// | ||
| - | |||
| - | Ini harus dibandingkan dengan Iddhipāda-saṁyutta. Di sana, satu khotbah menyajikan sebuah “Ajaran” berunsur empat: kekuatan batin; landasan kekuatan batin (hanya dijelaskan sebagai latihan yang membawa pada kekuatan batin); “pengembangan” landasan kekuatan batin (seseorang “mengembangkan” empat landasan kekuatan batin menurut rumusan standar); dan jalan menuju pengembangan kekuatan batin (jalan mulia berunsur delapan).((SN 51.19 (Tidak ada SA yang sumbernya sama, karena Iddhipāda Saṁyutta telah hilang dalam versi Mandarin.) | ||
| - | )) Koherensi internal dalam penggunaan istilah “ajaran” dan “pengembangan” membuktikan keotentikan teks ini. Khotbah berikutnya memberikan suatu “Analisis” dari ajaran ini, yang berada dalam gaya klasik vibhaṅga.((SN 51.20. | ||
| - | )) Ini berbagi beberapa ciri khas yang penting dan tidak biasa yang sama dengan Satipaṭṭhāna Sutta. Istilah “pikiran yang mengerut” dan “pikiran yang kacau balau” muncul dalam perenungan terhadap pikiran, dan 31 bagian tubuh muncul dalam perenungan terhadap tubuh. Beberapa bacaan lainnya dalam Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda bahkan lebih dekat dengan Analisis terhadap Landasan Kekuatan Batin: | ||
| - | |||
| - | > “Dan lagi para bhikkhu, dengan merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh, seorang bhikkhu mengembangkan suatu pikiran yang cerah cemerlang, disambut dengan baik, digenggam dengan baik, diingat dengan baik: seperti sebelumnya, demikianlah setelahnya; seperti setelahnya, demikianlah sebelumnya; seperti pada siang hari, demikianlah pada malam hari; seperti pada malam hari, demikianlah pada siang hari; seperti di bawah, demikianlah di atas; seperti di atas, demikianlah di bawah. Dengan cara ini ia tidak bingung dalam pikirannya, ia tidak memiliki kekusutan. Ia mengembangkan suatu pikiran yang cerah cemerlang, suatu pikiran yang akhirnya tidak disamarkan oleh kegelapan.”((MA 98; cp. SN 51.20. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Mungkin Vibhaṅga Sutta dari Satipaṭṭhāna-saṁyutta seharusnya disebut “Ajaran”. Ia telah dilengkapi dengan suatu khotbah yang lebih luas bergaya vibhaṅga. Satu-satunya teks yang mungkin sesuai dengan aturan adalah Satipaṭṭhāna Sutta, atau lebih tepatnya *Satipaṭṭhāna Mūla, yang sangat mirip dengan bab tentang satipaṭṭhāna dalam Vibhaṅga Abhidhamma, dan memiliki kesejajaran yang kuat dengan Vibhaṅga dari Iddhipāda Saṁyutta. Beberapa vibhaṅga lainnya tentang topik-topik Saṁyutta sekarang ditemukan dalam Majjhima.((Saccavibhaṅga, | ||
| - | )) Ini dibedakan dari vibhaṅga yang tersisa dalam Saṁyutta berdasarkan panjangnya: vibhaṅga yang lebih pendek berada dalam Saṁyutta, yang lebih panjang dalam Majjhima. Saya menduga bahwa Satipaṭṭhāna Sutta lebih awal merupakan sebuah vibhaṅga dari Saṁyutta, tetapi dengan perluasan tambahan dipindahkan ke Majjhima. | ||
| - | |||
| - | Masalah lain dengan Vibhaṅga Sutta adalah bahwa di sini pengamatan terhadap muncul dan lenyapnya yang disebut “pengembangan”. Umumnya, seperti yang digambarkan dalam khotbah dari Iddhipāda-saṁyutta di atas, pengembangan (// | ||
| - | )) Sarvāstivāda mengandung beberapa khotbah bertipe ini, beberapa darinya hanya didaftarkan dalam rangkuman, masing-masing menggantikan suatu ungkapan cadangan yang menggambarkan manfaat dari pengembangan satipaṭṭhāna; | ||
| - | )) Ia memulai dengan Sang Buddha mengatakan: “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kalian pengembangan empat satipaṭṭhāna.” Khotbah itu hanya memberikan rumusan dasar satipaṭṭhāna dan mengatakan ini adalah pengembangan empat satipaṭṭhāna. Versi Sarvāstivāda yang sumbernya sama dengan ini, SA 610, menguraikan pengembangan sebagai perenungan satipaṭṭhāna secara internal dan eksternal. Pemahaman pengembangan ini ditemukan dalam karya-karya yang belakangan seperti Abhidharmasamuccaya oleh Asaṅga, yang menambahkan bukti bahwa Asaṅga menggunakan suatu Saṁyukta yang sangat mirip dengan yang kita miliki dalam Mandarin.((Boin-Webb, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Jadi kita sekarang memiliki empat penggambaran dari “pengembangan satipaṭṭhāna”: | ||
| - | |||
| - | Jadi penilaian akhir kita terhadap Vibhaṅga Sutta adalah bahwa ia adalah belakangan karena kedudukannya dalam Saṁyutta, tanpa padanan Sarvāstivādin, | ||
| - | |||
| - | == 12.1.5 Samudaya Sutta == | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang melanjutkan untuk menyelidiki Samudaya Sutta. Versi Sarvāstivādin pada pokoknya lebih panjang daripada Pali, yang menimbulkan pertanyaan mengenai manakah awal mulanya. Sejumlah pertimbangan dibuat bersama membuatnya hampir pasti bahwa pasti bahwa versi Sarvāstivādin lebih awal. Untuk membuat bahasan berikutnya sejelas mungkin, saya pertama kali akan menyajikan di sini unsur ajaran pokok dalam versi Mandarin, yang mengadaptasikan terjemahan Mandarin agar sesuai lebih jelas dengan terjemahan standar Pali. | ||
| - | |||
| - | > 1) Aku akan mengajarkan kalian, para bhikkhu, asal mula dan lenyapnya empat satipaṭṭhāna. Dengarkan baik-baik dan perhatikan; Aku akan mengatakan… Apakah asal mula dan lenyapnya empat satipaṭṭhāna? | ||
| - | |||
| - | > 2a) Disebabkan oleh asal mula makanan terdapat asal mula tubuh; disebabkan lenyapnya makanan terdapat lenyapnya tubuh. | ||
| - | |||
| - | > 2b) Dengan cara ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan sifat asal mula dalam tubuh, ia merenungkan sifat lenyapnya dalam tubuh, ia merenungkan sifat asal mula dan lenyapnya dalam tubuh. | ||
| - | |||
| - | > 2c) Ia berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. | ||
| - | |||
| - | > 3a) Disebabkan asal mula kontak terdapat asal mula perasaan-perasaan; | ||
| - | > )) disebabkan oleh lenyapnya kontak terdapat lenyapnya perasaan-perasaan. | ||
| - | |||
| - | > 3b) Dengan cara ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan sifat asal mula dalam perasaan-perasaan, | ||
| - | |||
| - | > 3c) Ia berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. | ||
| - | |||
| - | > 4a) Disebabkan asal mula nama dan bentuk terdapat asal mula pikiran; disebabkan oleh lenyapnya nama dan bentuk terdapat lenyapnya pikiran. | ||
| - | |||
| - | > 4b) Dengan cara ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan sifat asal mula dalam pikiran, ia merenungkan sifat lenyapnya dalam pikiran, ia merenungkan sifat asal mula dan lenyapnya dalam pikiran. | ||
| - | |||
| - | > 4c) Ia berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. | ||
| - | |||
| - | > 5a) Disebabkan asal mula perhatian terdapat asal mula dhamma-dhamma; | ||
| - | |||
| - | > 5b) Dengan cara ini, para bhikkhu, seorang bhikkhu merenungkan sifat asal mula dalam dhamma-dhamma, | ||
| - | |||
| - | > 5c) Ia berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. | ||
| - | |||
| - | Isi ajaran yang utama adalah sebab bagi empat objek satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Bagian b dan c tidak ada dalam Samudaya Sutta Theravāda; namun mereka sangat mirip dengan “pengulangan vipassanā” dari Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda. Di tempat lain dalam Saṁyutta Theravāda, bagian b muncul, tetapi bukan dalam hubungannya dengan bagian c. Ini menyatakan bahwa versi awal dari Samudaya Sutta yang dipertahankan dalam Mandarin suatu pengaruh yang menentukan pada pembentukan pengulangan vipassanā dari Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda; ini pasti terjadi sebelum pemecahan Samudaya Sutta. | ||
| - | |||
| - | Bagian b sekarang ditemukan dalam Vibhaṅga Sutta, yang seperti kita lihat mungkin suatu perkembangan yang belakangan. Ketika Samudaya Sutta dipecah, bagian b dan c dipindahkan ke dalam *Vibhaṅga Sutta awal mula, yang dipindahkan ke dalam Majjhima dan diberi judul ulang “Satipaṭṭhāna Sutta”. Entah bagaimana, *Desanā Sutta awal mula yang dipasangkan dengan *Vibhaṅga Sutta-nya tetap berada dalam Saṁyutta, tetapi mengambil judul “Vibhaṅga” dan juga bagian b dari Samudaya Sutta. | ||
| - | |||
| - | Setelah mengembangkan bahwa Sarvāstivāda lebih mungkin untuk mewakili teks pra-sektarian dari Samudaya Sutta, kita sekarang harus mempertimbangkan apakah ini mungkin telah ada dalam kumpulan awal mula. Ungkapan “prinsip asal mula, prinsip lenyapnya, prinsip asal mula dan lenyapnya” muncul berurutan dalam tiga khotbah dalam Khandhasaṁyutta.((SN 126–128/ | ||
| - | )) Khotbah-khotbah ini, bersama-sama dengan dua berikutnya, digabungkan ke dalam satu khotbah dalam versi Mandarin. Penjelasan untuk “asal mula” dan “lenyapnya” dalam satipaṭṭhāna juga menyerupai sebab-sebab bagi muncul dan lenyapnya lima kelompok unsur kehidupan, seperti dalam Sutta Tujuh Kasus yang penting, yang adalah salah satu yang paling tersebar di antara semua khotbah; ia berfungsi seperti sebuah *Khandhavibhaṅga Sutta dalam ketiadaan suatu teks bertipe ini yang sesuai.((SN 22.57/SA 42/EA 41.3. Juga dalam “Terjemahan Lain” sebagian dari SA, dan membentuk dasar dari sebuah Sutta Tujuh Kasus yang panjang berdiri sendiri dalam versi Mandarin, yang muncul sebagai sebuah penyusunan bergaya Saṅgīti Sutta. | ||
| - | )) Ini mengatakan bahwa “disebabkan asal mula makanan terdapat asal mula bentuk fisik [= tubuh]… disebabkan asal mula kontak terdapat asal mula perasaan… [dan] persepsi… [dan] aktivitas konseptual… disebabkan asal mula nama dan rupa terdapat asal mula kesadaran…”. Karena ajaran-ajaran vipassanā jenis ini merata sepanjang Khandha-saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | Walaupun meragukan, namun Samudaya Sutta adalah suatu teks pra-sektarian yang penting dan layak dipertimbangkan lebih dekat. Ia mengatakan bahwa asal mula tubuh adalah makanan; asal mula perasaan adalah kontak; asal mula pikiran adalah nama dan bentuk; dan asal mula dhamma adalah perhatian. Ini membuang gagasan bahwa ketidakkekalan dalam satipaṭṭhāna berarti kesementaraan. Makanan menyokong kehidupan; jika anda berhenti makan anda akan mati. Jelas di sini berhenti atau lenyapnya hanya berarti “kematian”. Kontak adalah asal mula perasaan baik dalam lima kelompok unsur kehidupan dan kemunculan bergantungan. Perhatian sebagai asal mula bagi dhamma-dhamma adalah menarik. Perhatian adalah landasan bagi kebijaksanaan, | ||
| - | |||
| - | “Nama dan bentuk” dalam Samudaya Sutta dikatakan sebagai asal mula dari pikiran. “Nama” di tempat lain didefinisikan sebagai “perasaan, | ||
| - | )) Ini adalah kelompok faktor-faktor mental yang membentuk konsep-konsep, | ||
| - | )) Umumnya (dalam kelompok-kelompok unsur kehidupan dan kemunculan bergantungan) “nama dan bentuk” dikatakan sebagai asal mula dari “kesadaran” (// | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Uniknya dalam Nikāya-nikāya, | ||
| - | |||
| - | Jadi terdapat beberapa masalah dengan Samudaya Sutta: masalah pengeditan dalam Pali; tidak adanya kesesuaian yang dekat antara Sarvāstivāda dan Theravāda; kemungkinan pengaruh dari Khandha-saṁyutta; | ||
| - | |||
| - | === 12.2 Anuruddha-saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang dapat dengan singkat mempertimbangkan perlakuan terhadap satipaṭṭhāna dalam Saṁyutta sisanya. Anuruddha-saṁyutta berhubungan secara eksklusif dengan satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Anuruddha-saṁyutta Theravāda memulai dari analisis vipassanā yang rumit sejauh ini.((SN 52.1. | ||
| - | )) Ini menggabungkan perenungan internal/ | ||
| - | |||
| - | Khotbah ini tidak memiliki sumber sama yang dekat. Terdapat satu teks dalam Anuruddha-saṁyutta Sarvāstivāda yang menyebutkan melihat yang menjijikkan dalam yang indah, dan seterusnya, yang dapat kita anggap sebagai yang sumbernya sama.((SA 536. | ||
| - | )) Tetapi ini memiliki latar yang sangat berbeda (seperti khotbah-khotbah “Brahmā” yang menyatakan “jalan yang menuju satu”) dan menghilangkan penyebutan muncul dan lenyapnya. Pasangan dari khotbah ini, seperti yang disebutkan di atas, melengkapi “jalan yang menuju satu” dengan mengatakan ini membawa pada penyatuan pikiran, suatu pernyataan yang tidak ditemukan dalam Theravāda.((SA 535. | ||
| - | )) Mempertimbangkan reputasi Yang Mulia Anuruddha sebagai seorang yang menyenangi ketenangan, ini suatu pernyataan yang lebih masuk. | ||
| - | |||
| - | Kebanyakan dari Anuruddha-saṁyutta sisanya menekankan aspek samādhi dari satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | === 12.3 Vedanā-saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Vedanā-saṁyutta jelas berorientasi pada vipassanā, yang sering membicarakan pemahaman ketidakkekalan perasaan. Tetapi ini tidak berarti dimensi samatha diabaikan. Beberapa khotbah mengajarkan bahwa seseorang memahami lenyapnya perasaan melalui jhāna.((SN 36.11, 36.15–20. | ||
| - | )) Semua khotbah jhāna dimasukkan dalam Sarvāstivāda, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna disebutkan dalam dua khotbah yang sangat mirip yang diajarkan untuk para bhikkhu yang sakit.((SN 36.7, 36.8. | ||
| - | )) Seseorang seharusnya mengembangkan satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Urutan teks-teks ini menarik: empat satipaṭṭhāna; | ||
| - | |||
| - | Pertama-tama, | ||
| - | |||
| - | Berikutnya diperkenalkan perenungan perasaan, dengan suatu perubahan yang berbeda dalam suasananya. Sementara sebelumnya kita memiliki suatu nasehat yang langsung, sekarang teks bergeser menjadi suatu suasana hipotetis: “Jika, para bhikkhu, bagi seorang bhikkhu yang berdiam demikian penuh perhatian, memahami dengan jelas, rajin, tekun, berketetapan hati, muncul perasaan menyenangkan…”. Pergeseran ini mungkin disebabkan oleh konjungsi dua perikop tekstual yang berbeda. Walaupun ini tidak membuktikan bahwa teks yang kita miliki tidak otentik, ini menimbulkan pertanyaan tingkat kepercayaannya sebagai sebuah otoritas awal. Beberapa ungkapan di sini, seperti penggunaan berulang-ulang atas “perenungan” mengingatkan kita pada satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Jadi sementara satipaṭṭhāna adalah tentang memusatkan perhatian dengan sungguh-sungguh pada dan secara eksklusif pada salah satu aspek pengalaman, bacaan kita saat ini menggambarkan suatu meditasi yang lebih kompleks, yang bersegi banyak, dengan melihat berbagai jenis fenomena, hubungan dan kebergantungan mereka, dan sifat mereka yang tidak kekal. | ||
| - | |||
| - | Adalah dalam konteks seperti ini kita menemukan penggambaran jelas dari vipassanā sebagai penyelidikan ke dalam sebab-akibat, | ||
| - | |||
| - | Perasaan adalah suatu bagian yang hakiki dari satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > “Dan di manakah, para bhikkhu, tiga pemikiran tidak bermanfaat ini berakhir tanpa sisa? Bagi seseorang yang berdiam dengan pikiran yang berkembang dengan baik dalam empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Pemikiran-pemikiran tidak bermanfaat berakhir dalam jhāna pertama; | ||
| - | )) ānāpānasati adalah latihan yang umum untuk memotong pemikiran-pemikiran. Mengendalikan pemikiran juga menonjol dalam Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda. Sesuai dengan tren yang muncul di atas, pernyataan atas sisi samatha dari satipaṭṭhāna juga ditemukan dalam Sarvāstivāda. | ||
| - | |||
| - | Walaupun empat satipaṭṭhāna seperti demikian tidak disebutkan dalam Saḷāyatana-saṁyutta, | ||
| - | )) Di sana urutan pengajarannya adalah: pengendalian indera; perhatian terhadap tubuh; pikiran tidak terukur (yaitu jhāna); pemahaman; pembebasan. Bacaan lain mengatakan bahwa seorang bhikkhu harus melatih dirinya sendiri sehubungan enam alat indera sedemikian sehingga mereka tidak menggoda pikirannya, semangatnya tidak kenal lelah, perhatiannya berkembang baik, tubuhnya menjadi tenang, dan pikiran memasuki samādhi.((SN 35.134. | ||
| - | )) Dengan demikian penggunaan perhatian di sini kurang lebih sama seperti yang telah kita lihat di atas. | ||
| - | |||
| - | === 12.4 Ānāpānasati-saṁyutta === | ||
| - | |||
| - | Perhatian pada pernapasan merupakan meditasi yang Sang Buddha jalankan di bawah pohon Bodhi, dan tetap menjadi meditasi yang Beliau sukai bahkan setelah pencerahan-Nya. Karena hal ini Ia selalu mengklaim suatu kedudukan yang khusus sebagai jalan utama menuju Nibbana. Sumber utamanya adalah Ānāpānasati Sutta dalam Majjhima Nikāya Theravāda.((MN 118. | ||
| - | )) Tidak ada Ānāpānasati Sutta seperti demikian dalam Madhyama Āgama Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Lebih lanjut, 16 langkah ditemukan dalam Madhyama and Saṁyukta Sarvāstivāda. Dalam Majjhima Theravāda dan Saṁyutta Theravāda dan Sarvāstivāda 16 langkah ānāpānasati dianalisis terhadap empat satipaṭṭhāna. Hubungannya adalah sebagai berikut. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 12.4: Satipaṭṭhāna & Ānāpānāsati** | ||
| - | |||
| - | ^**Satipaṭṭhāna** | ||
| - | |1. Perenungan terhadap tubuh | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |2. Perenungan terhadap perasaan|Mengalami kegiuran | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |3. Perenungan terhadap pikiran |Mengalami pikiran | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |4. Perenungan terhadap dhamma | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |||
| - | Dalam konteks ānāpānasati, | ||
| - | |||
| - | Sesuai dengan ajaran-ajaran utama tentang satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Istilah-istilah yang mirip menyatakan vipassanā muncul, dengan perbedaan kecil, di sepanjang Sutta-sutta. Kelompok yang paling penting, seperti dalam Anattalakkhaṇa Sutta, dan seterusnya, adalah pengetahuan dan penglihatan, | ||
| - | |||
| - | Dalam Ānāpānasati Sutta, baik Saṁyutta Theravāda dan Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Tetrad keempat dari ānāpānasati merenungkan ketidakkekalan; | ||
| - | |||
| - | > “Setelah melihat dengan pemahaman ditinggalkannya ketamakan dan penolakan, ia mengamati secara dekat dengan keseimbangan…”((SN 54.10/SA 813, SN 54.13/SA 810, MN 118.23ff. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | “Ketamakan dan penolakan” mengingatkan kembali pada rumusan pelengkap satipaṭṭhāna. Dalam Satipaṭṭhāna Sutta, perenungan terhadap dhamma memulai dengan lima rintangan. Dua yang pertama adalah keinginan indera dan kebencian, yang identik dengan “ketamakan dan penolakan”. Melihat ditinggalkannya keduanya “dengan pemahaman” memberikan fokus pada sebab-akibat yang adalah karakteristik dari bagian ini; kata yang sama “ditinggalkannya” juga muncul dalam perenungan terhadap dhamma, dalam penunjukan pada ditinggalkannya lima rintangan. Perenungan terhadap dhamma juga memasukkan tujuh faktor pencerahan, dan ini merupakan kekuatan yang dapat mengatasi lima rintangan. Maka teks kita berakhir dengan mengatakan bahwa seseorang harus “mengamati dengan keseimbangan”; | ||
| - | |||
| - | Dibandingkan dengan evolusi ajaran-ajaran yang bersifat konservatif dan terus berkembang tentang satipaṭṭhāna yang dialami dalam Satipaṭṭhāna-saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 13: Abhidhamma Awal ==== | ||
| - | |||
| - | Saya mengambil langkah yang tidak biasa mempertimbangkan teks-teks Abhidhamma sebelum Sutta-sutta Satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Literatur Abhidhamma adalah sistemasi yang diformalisasikan, | ||
| - | )) dan Śāriputrābhidharma dari Dharmaguptaka.((T № 1548. Frauwallner (1995) membahas hubungan antara teks-teks ini secara terperinci. Lihat pp. 15ff., 43ff., and 97ff. | ||
| - | )) Inti bersama dari karya-karya ini adalah sebuah // | ||
| - | |||
| - | === 13.1 Vibhaṅga === | ||
| - | |||
| - | Vibhaṅga memasukkan suatu pembahasan tentang satipaṭṭhāna sebagai salah satu dari rangkaian bab yang berhubungan dengan 37 sayap menuju pencerahan. Pembahasan itu dibagi ke dalam sebuah “Penguraian Sutta” dan sebuah “Penguraian Abhidhamma”. Penguraian Sutta dalam Vibhaṅga tetap dekat dengan Sutta-sutta. Penguraian Abhidhamma adalah belakangan dan mengandung bahan Abhidhammik yang tersendiri. Kita akan melihat pada Penguraian Sutta dari Vibhaṅga di sini, dengan menahan pembahasan tentang Penguraian Abhidhamma untuk bab berikutnya. | ||
| - | |||
| - | Vibhaṅga memulai dengan rumusan dasar satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Dalam Vibhaṅga [perenungan terhadap] tubuh diperlakukan sama seperti 31 bagian tubuh. Ini lebih kuno daripada Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda. Meditasi unsur-unsur dan jenazah, yang ditemukan dalam semua ketiga versi Sutta, juga ditemukan dalam Dhammasaṅgaṇī, | ||
| - | |||
| - | Sebagai tambahan pada analisis berunsur tiga atas perasaan, bahan satipaṭṭhāna memperkenalkan perbedaan antara perasaan “duniawi” dan “spiritual”. Perbedaan ini hanya dijelaskan dalam Vedanā-saṁyutta.((SN 36.31/SA 483. | ||
| - | )) Karena “duniawi” dan “spiritual” adalah istilah yang tidak biasa dalam konteks ini, mungkin bacaan Vedanāsaṁyutta dimaksudkan untuk menjelaskan Satipaṭṭhāna Sutta. Ini ditegaskan oleh ciri khas yang tidak biasa lainnya, dimasukkannya “kegiuran” sebagai suatu jenis perasaan. Kegiuran tidak disebutkan dalam bagian perasaan dari Satipaṭṭhāna Sutta, tetapi ia jatuh di bawah perasaan dalam ānāpānasati. Ini menyatakan bahwa Vedanā-saṁyutta menyintesis dan menjelaskan bagian perasaan dalam satipaṭṭhāna dan ānāpānasati. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 13.1: Struktur dari Vibhaṅga** | ||
| - | |||
| - | ^**1. Tubuh** | ||
| - | |Bagaimanakah merenungkan tubuh internal? | ||
| - | |Bagian-bagian tubuh internal | ||
| - | |Kembangkan “nimitta itu”, bandingkan dengan eksternal | ||
| - | |Bagaimanakah merenungkan tubuh eksternal? | ||
| - | |Bagian-bagian tubuh eksternal | ||
| - | |Kembangkan “nimitta itu”, bandingkan dengan internal/ | ||
| - | |Bagaimanakah merenungkan tubuh internal/ | ||
| - | |Bagian-bagian tubuh internal/ | ||
| - | |Demikianlah seseorang merenungkan tubuh internal/ | ||
| - | |Mendefinisikan: | ||
| - | |||
| - | Penjelasan-penjelasan yang kita perhatikan di sini adalah sebagai berikut. Perasaan duniawi adalah perasaan yang berhubungan dengan indera-indera. Kegiuran spiritual terdapat dalam dua jhāna pertama, perasaan menyenangkan spiritual terdapat dalam tiga jhāna pertama, sedangkan perasaan netral spiritual terdapat dalam jhāna keempat. Perasaan menyakitkan spiritual adalah tekanan yang muncul ketika seseorang merindukan pembebasan-pembebasan yang damai yang belum ia realisasikan (suatu perasaan yang saya rasakan lebih familiar ketika buku ini berkembang lebih panjang!). Perasaan-perasaan spiritual terutama didefinisikan sehubungan dengan jhāna, dan dengan demikian pengelompokan yang tidak standar ini diperkenalkan dalam satipaṭṭhāna untuk menekankan pentingnya kebahagiaan samādhi yang telah dimurnikan. Seperti halnya kita tidak dapat mengetahui kegelapan sampai kita telah melihat cahaya, kita tidak dapat mengetahui sifat alami perasaan-perasaan sensual sampai kita memiliki perspektif kebalikannya. | ||
| - | |||
| - | Perenungan terhadap pikiran mengatakan pertama kali pemahaman pikiran dengan dan tanpa keserakahan, | ||
| - | |||
| - | > “Pada suatu ketika, teman-teman, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Perhatikan kesamaannya dengan satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Kembali pada perenungan terhadap pikiran, keseluruhan konteks, struktur progresif dari khotbah itu, dan dimasukkannya pikiran yang “dimampatkan” (oleh kemalasan) dan “diserakkan” (oleh kegelisahan) semuanya menyatakan bahwa di sini kita berhubungan dengan meninggalkan rintangan-rintangan dengan samādhi, sebuah penafsiran yang ditegaskan oleh komentar. Sebuah segi dari bahan satipaṭṭhāna adalah pengalaman langsung dari pikiran yang “mulia”, | ||
| - | |||
| - | Bagian tentang perasaan dan pikiran berbagi tata bahasa yang sama. Sebagai contoh: “Ketika merasakan suatu perasaan yang menyenangkan, | ||
| - | |||
| - | Ungkapan dalam “tanda kutip” (yang diwakili dengan partikel Pali //iti//) mendorong beberapa aliran untuk menyamakan meditasi satipaṭṭhāna dengan pencatatan mental. Tetapi ini adalah suatu penafsiran harfiah yang dibuat-buat. Penggunaan yang sama ditemukan, sebagai contoh, dalam bacaan standar tentang pencapaian-pencapaian tanpa bentuk. Disebabkan oleh cara pengungkapan dalam bahasa Pali, ini sangat sulit diterjemahkan; | ||
| - | |||
| - | Perenungan dhamma dalam Vibhaṅga hanya memiliki rintangan-rintangan dan faktor-faktor pencerahan, sepasang yang sekarang dikenal. Tidak seperti Satipaṭṭhāna Sutta, di sini tidak ada kalimat pendahuluan dan penutup untuk memisahkan dan mendefinisikan setiap bagian, seperti: “Dan bagaimanakah seseorang berdiam merenungkan dhamma dalam dhamma sehubungan dengan lima rintangan? | ||
| - | )) Namun selain itu, pengungkapannya sama dengan Sutta. | ||
| - | |||
| - | Perenungan terhadap lima rintangan dan tujuh faktor pencerahan terutama merupakan suatu praktik samatha, dan mengundang perhatian tentang bagaimana bagian ini berbeda dari bagian-bagian lainnya. Sebagai contoh, dua rintangan pertama adalah keinginan indera dan kebencian, yang tampaknya hanya mengulangi perenungan terhadap “pikiran dengan nafsu” dan “pikiran dengan kemarahan”. Tetapi jika kita lihat lebih dekat, beberapa perbedaan mendalam membuat mereka jelas. Hal pertama adalah bahwa dalam perenungan terhadap pikiran, objek langsung dari perenungan adalah pikiran itu sendiri; kualitas-kualitas pikiran, seperti nafsu, kebencian, dan seterusnya, berfungsi sebagai kata sifat yang mencirikan pikiran. Ini menyatakan bahwa perhatian utama dalam perenungan ini adalah sifat dari yang mengetahui itu sendiri, kekuatan kognitif dari kesadaran dalam berbagai kondisi. Dalam perenungan terhadap dhamma, objek langsung dari perenungan bukanlah pikiran, tetapi kualitas-kualitas mental yang dihubungkan – keinginan indera, dan seterusnya. | ||
| - | |||
| - | Suatu perbedaan yang jelas adalah pendahuluan dari penyelidikan ke dalam sebab-akibat dalam perenungan terhadap dhamma. Di sini kita membandingkan perenungan terhadap pikiran dan dhamma, dengan mempertahankan terjemahan seharfiah mungkin. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 13.2: Perenungan terhadap Pikiran dan Dhamma** | ||
| - | |||
| - | ^**Perenungan terhadap Pikiran** | ||
| - | |Seseorang memahami pikiran dengan nafsu sebagai “pikiran dengan nafsu.”|Terdapat keinginan indera internal, seseorang memahami “Terdapat dalam diriku keinginan indera internal.” | ||
| - | |Seseorang memahami pikiran tanpa nafsu sebagai “pikiran tanpa nafsu.” | ||
| - | | |Dan seseorang memahami bagaimana keinginan indera yang belum muncul menjadi muncul. | ||
| - | | |Dan seseorang memahami bagaimana keinginan indera yang telah muncul menjadi ditinggalkan. | ||
| - | | |Dan seseorang memahami bagaimana keinginan indera yang telah ditinggalkan menjadi tidak muncul di masa depan. | ||
| - | |||
| - | Perbedaan utama dalam cara perenungan adalah tiga kalimat terakhir dalam perenungan terhadap dhamma. Ini adalah penyelidikan ke dalam sebab-akibat, | ||
| - | |||
| - | Ini tentu saja adalah vipassanā, dan adalah di sini dalam perenungan terhadap dhamma-dhamma bahwa vipassanā menemukan rumah yang tepat dalam satipaṭṭhāna. Tetapi ini tentu saja bukan vipassanā “kering”, | ||
| - | |||
| - | Dalam Vibhaṅga masing-masing bagian diintegrasikan dengan perenungan internal/ | ||
| - | |||
| - | Kemudian diikuti dengan suatu definisi kata, suatu penambahan abhidhammik yang belakangan. Kebanyakan definisi itu, atau agaknya, untaian sinonim, cukup standar. “Dunia” didefinisikan demikian: “Tubuh [perasaan, pikiran, dhamma] ini juga adalah dunia; juga lima kelompok unsur kehidupan yang berhubungan dengan kemelekatan adalah dunia.” Sifat mekanis dari definisi ini ditunjukkan dengan penjelasan tentang domanassa, yang mengikuti makna umum dari “kesedihan”, | ||
| - | |||
| - | Beberapa bahan sutta tidak ada dalam Vibhaṅga: tidak ada perumpamaan-perumpamaan, | ||
| - | |||
| - | Ketiadaan ini memerlukan suatu penjelasan. Satu kemungkinan adalah bahwa para penyusun Vibhaṅga malas; tetapi karya itu sebagai suatu keseluruhan dipersiapkan sangat baik dan tidak memberikan kesan bahwa para penyusunnya tidak dapat membawa sebuah Sutta yang terkenal. | ||
| - | |||
| - | Penjelasan yang lebih masuk akal adalah bahwa bahan yang tidak ada tidak sesuai dalam konteks Abhidhamma. Ini berlaku untuk, katakanlah, latar-latar dan perumpamaan-perumpamaan. Tetapi kebanyakan bahan yang tidak ada sungguh berada di rumahnya dalam Abhidhamma: unsur-unsur, | ||
| - | |||
| - | Maka mungkin, kasusnya adalah sebaliknya: para penyusun dengan sengaja menghilangkan bahan bergaya Abhidhamma. Ini akan menjadi prosedur yang aneh; pengulangan bukanlah suatu halangan bagi para Ābhidhammika. Lebih lanjut, beberapa bahan yang hilang, seperti perenungan tanah pekuburan, atau kewaspadaan terhadap aktivitas-aktivitas, | ||
| - | |||
| - | Masalah lainnya adalah lokasi dari praktik-praktik yang dipilih. Dalam perenungan terhadap tubuh, Vibhaṅga memiliki praktik keempat dari empat belas praktik dalam Sutta; dalam perenungan terhadap dhamma, ia memiliki yang pertama dan keempat dari lima praktik. Tampaknya aneh bahwa seorang penyunting entah bagaimana menghilangkan semua praktik dengan meninggalkan hanya keempat. Jika Vibhaṅga merupakan hasil dari pemilihan dari Satipaṭṭhāna Sutta, kita akan mengharapkan memiliki praktik pertama disisakan, yang akan menyatakan bahwa sisanya akan dipenuhi. | ||
| - | |||
| - | Kesimpulannya tidak dapat dihindari: ketiadaan bahan dalam Vibhaṅga tidak disebabkan oleh kehilangan dari Satipaṭṭhāna Sutta, tetapi karena para penyusun Vibhaṅga bekerja dengan suatu teks sumber yang lebih pendek. | ||
| - | |||
| - | === 13.2 Dharmaskandha === | ||
| - | |||
| - | Dalam kebanyakan aspek Dharmaskanda mirip dengan Vibhaṅga. Hubungannya sangat kuat, bahkan sampai pada rincian-rinciannya. Sebagai contoh, Pali memiliki ungkapan standar “melatih, mengembangkan, | ||
| - | |||
| - | Dharmaskandha memberikan latar di Sāvatthī, seperti halnya dalam Sutta-sutta. Klaim keotentikan ini tidak ditemukan dalam Abhidhamma Pali. Namun, tidak seperti tradisi Pali, yang belakangan mengklaim bahwa Abhidhamma disusun oleh Sang Buddha, tradisi Sarvāstivāda menganggap Abhidhamma mereka berasal dari para siswa; Dharmaskandha dianggap berasal dari Yang Mulia Sāriputta.((Beberapa khotbah yang digunakan sebagai teks dasar dalam Vibhaṅga kenyataannya diucapkan oleh Yang Mulia Sāriputta (Saccavibhaṅga Sutta, Mahā Hatthipadopama Sutta). | ||
| - | )) Maka, mungkin pembukaan bergaya Sutta hanyalah suatu petunjuk bahwa teks pembukaan telah dipotong dan ditempelkan dari Sutta-sutta. | ||
| - | |||
| - | Rumusan dasar satipaṭṭhāna mengandung rumusan pelengkap standar, alih-alih versi Sarvāstivāda yang diringkas. Perenungan internal/ | ||
| - | |||
| - | Spesifikasi dari masing-masing keempat satipaṭṭhāna sangat mirip dengan Vibhaṅga. Semua perubahan pada Vibhaṅga adalah penambahan; dan hampir semua penambahan ini sama dengan Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda. Dalam perenungan tubuh, Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda memiliki empat unsur sedangkan Sarvāstivāda memiliki enam unsur. Ini sesuai dengan preferensi Sarvāstivādin untuk menambahkan ruang dan kesadaran pada empat unsur yang biasanya, walaupun kesadaran jelas tidak cocok dalam perenungan tubuh. Bagian tentang perasaan juga berbagi dengan Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda tetapi bukan dengan teks Pali mana pun. Dimasukkannya alat indera di antara rintangan-rintangan dan faktor-faktor pencerahan memperlemah kesatuan dari penyajian Vibhaṅga. Enam alat indera juga disajikan persis sama dengan Sarvāstivāda (walaupun posisinya seperti Theravāda). Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda menyajikan alat indera secara identik dengan rintangan-rintangan (masa sekarang, tidak adanya, munculnya, ditinggalkannya, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 13.3: Struktur dari Dharmaskandha** | ||
| - | |||
| - | ^1. Tubuh ^2. Perasaan | ||
| - | |a. Apakah “merenungkan tubuh internal dengan tekun, dan seterusnya? | ||
| - | |b. Mendefinisikan internal | ||
| - | |c. Bagian-bagian tubuh (tanpa perumpamaan) | ||
| - | |d. Mendefinisikan: | ||
| - | |e. Enam unsur (seperti Sūtra Sarv; tanpa perumpamaan) | ||
| - | |f. Mendefinisikan (seperti 1.d; dari sini teks diringkas.) | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | |g. Kesulitan-kesulitan< | ||
| - | |h. Mendefinisikan | ||
| - | |(mengulangi 1.a-h “eksternal”) | ||
| - | |(mengulangi 1.a-h “internal/ | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | |||
| - | Penambahan pada Dharmaskandha atas Vibhaṅga secara khusus adalah Sarvāstivādin. Pengecualian pada hal ini adalah dalam perenungan terhadap pikiran, di mana tiga faktor tambahan ditambahkan pada delapan faktor standar dalam Theravāda tidak berhubungan erat secara khusus dengan Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda. Di sini terdapat sebuah tabel yang membandingkan kedua sumber Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 13.4: Empat Versi dari Perenungan terhadap Pikiran** | ||
| - | |||
| - | ^**Smṛtyupasthāna Sūtra **^**Śrāmaṇyaphala Sūtra **^**Dharmaskandha **^**Śrāvakabhūmi**^ | ||
| - | |Serakah | ||
| - | |Marah | ||
| - | |Terdelusi | ||
| - | |Terkotori | ||
| - | |Mengerut | ||
| - | |Lamban | ||
| - | |Kecil | ||
| - | |Lebih rendah | ||
| - | |Berkembang | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |Samādhi | ||
| - | | | ||
| - | |Terbebaskan | ||
| - | |||
| - | Śrāmaṇyaphala Sūtra lebih dekat dengan Dharmaskandha daripada Smṛtyupasthāna Sūtra. Satu-satunya perbedaan penting adalah penghilangan “kecil/ | ||
| - | |||
| - | Jauh lebih penting adalah penambahan sebuah pengulangan vipassanā pada akhir dari masing-masing bagian: | ||
| - | |||
| - | > “Lebih lanjut bhikkhu itu, sehubungan dengan tubuh internal ini, mengamati dan merenungkan semua kesulitannya, | ||
| - | |||
| - | Ini berasal dari bacaan-bacaan dalam Nikāya-nikāya, | ||
| - | )) Ini tidak ditemukan dalam teks-teks awal dalam konteks satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Demikianlah jauhnya bahan Sutta. Seperti yang ditunjukkan dalam tabel, isi abhidhammik tambahan dibatasi pada definisi-definisi kata. Definisi-definisi internal dan eksternal menariknya berbeda dari Theravāda dan jelas bersifat sektarian. Bagi Theravāda, sebagaimana Sutta-sutta awal, “internal” berarti berhubungan dengan diri sendiri, khususnya tubuh dan pikiran diri sendiri, sedangkan “eksternal” adalah tubuh dan pikiran orang lain. Tetapi bagi Dharmaskandha “internal” adalah “tubuh [dan seterusnya] sendiri dari seseorang, yang dalam kelangsungan sekarang telah diperoleh dan tidak hilang.” Dengan kata lain “internal” menunjuk pada kehidupan saat ini. “Eksternal” adalah “tubuh [dan seterusnya] sendiri dari seseorang, yang dalam kelangsungan sekarang belum diperoleh atau telah hilang, bersama-sama dengan fenomena fisik dari orang lain, yang memiliki jiwa.” Ini menunjuk pada kehidupan-kehidupan lampau dan yang akan datang. Ungkapan “memiliki jiwa” adalah ganjil; ungkapan itu mungkin menerjemahkan // | ||
| - | |||
| - | Definisi-definisi dari internal dan eksternal mengatakan bahwa “dhamma-dhamma” di sini adalah kelompok unsur kehidupan persepsi dan aktivitas-aktivitas konseptual. Pendefinisian kembali yang penting ini juga diambil oleh komentar-komentar Theravāda, dan telah menjadi standar saat ini. Di sini kita melihat sebuah pola umum – berbagai aliran sektarian, meskipun berpolemik bersama-sama, | ||
| - | |||
| - | Definisi ini tidak bertujuan menyimpulkan makna dari “dhamma-dhamma” di sini, tetapi menyatukan empat satipaṭṭhāna dengan lima kelompok unsur kehidupan.((Pergeseran yang sama terjadi pada //nāma//. Walaupun sutta-sutta biasanya mendefinisikan ini tidak termasuk kesadaran, skolastik yang belakangan menjelaskannya sebagai semua keempat kelompok unsur kehidupan, termasuk kesadaran. Penafsiran ini telah ditemukan dalam Nidāna Saṁyukta Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Ini adalah asumsi yang penting terhadap rancangan Abhidhamma: bahwa berbagai kerangka ajaran dari Sutta-sutta masing-masing memberikan suatu jalan yang berbeda mengelompokkan realitas yang sama; dan bahwa oleh sebab itu adalah mungkin untuk menyamakan dhamma-dhamma dalam satu kerangka dengan dhamma-dhamma pada yang lainnya. Hasil dari proses ini adalah mātikā-mātikā Abhidhamma yang kompleks, yang kemudian menggantikan kerangka-kerangka yang lebih awal. Kerangka-kerangka inti untuk rancangan ini adalah lima kelompok unsur kehidupan, enam alat indera, dan, yang kurang terstandarisasi, | ||
| - | )) Sekarang kita melihat pola yang sama dalam satipaṭṭhāna. Suatu kelompok yang mulanya bagian dari kebenaran mulia keempat, sang jalan, disamakan dengan dhamma-dhamma dari kebenaran mulia pertama, lima kelompok unsur kehidupan. Ketidaksesuaian dari hasilnya mencerminkan ketidakcocokan metode itu. “Dhamma” di sini bukanlah “fenomena” tetapi alih-alih “prinsip-prinsip”; | ||
| - | |||
| - | Penambahan lain adalah sebuah definisi kata untuk rumusan dasar satipaṭṭhāna; | ||
| - | |||
| - | Dibandingkan dengan Penguraian Sutta dari Vibhaṅga perbedaan-perbedaan dalam Dharmaskandha adalah: | ||
| - | |||
| - | 1. Semuanya penambahan, tidak ada pengurangan; | ||
| - | |||
| - | 2. Seringkali tidak konsisten (latar, enam unsur, alat indera, dhamma-dhamma sebagai persepsi/ | ||
| - | |||
| - | 3. Kadangkala menunjuk pada sektarianisme (masa lampau, masa sekarang, masa depan; pengaruh dari Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda). | ||
| - | |||
| - | Pertimbangan ini semuanya menyatakan bahwa Dharmaskandha di sini adalah lebih belakangan daripada Vibhaṅga. Mereka berbagi teks sektarian yang sama, *Vibhaṅga Mūla; Sarvāstivādin memperluas hal itu untuk Dharmaskandha, | ||
| - | |||
| - | Perbedaan utama antara keduanya jelas. Selain perenungan terhadap dhamma, tidak ada bahan vipassanā dalam Vibhaṅga. Tidak ada muncul dan lenyapnya, tidak ada enam unsur, tidak ada alat indera, dan tidak ada dhamma-dhamma sebagai persepsi/ | ||
| - | |||
| - | === 13.3 Śāriputrābhidharma === | ||
| - | |||
| - | Ini adalah sebuah teks abhidhamma yang berukuran besar daripada Vibhaṅga dan Dharmaskandha. Ini mewakili keseluruhan bidang dari abhidhamma dalam sistem Dharmaguptaka, | ||
| - | |||
| - | Struktur eksentrik dari teks ini menjadi lebih jelas jika kita mengenali bahwa pola utamanya ditunjukkan dalam perenungan terhadap perasaan, pikiran, dan dhamma; [perenungan] tubuh bersifat divergen, sehingga kita akan mengabaikan itu sampai kemudian. Pertanyaan pertama. “apakah merenungkan perasaan [dan seterusnya]? | ||
| - | |||
| - | Definisi dari tubuh adalah standar. Definisi dari perasaan juga standar, walaupun Sutta-sutta tidak memperlakukan perasaan dalam satipaṭṭhāna berlandaskan pada enam alat indera; pergeseran ini juga ditemukan dalam komentar-komentar Theravāda. | ||
| - | |||
| - | Definisi pikiran mirip dengan perlakuan perenungan pikiran dalam ānāpānasati pada Paṭisambhidāmagga. | ||
| - | |||
| - | Definisi dhamma juga bersifat belakangan, dan mirip dalam maknanya dengan Dharmaskandha; | ||
| - | |||
| - | **Tabel 13.5: Struktur dari Śāriputrābhidharma** | ||
| - | |||
| - | ^**1. Tubuh** | ||
| - | |a. Apakah merenungkan tubuh? | ||
| - | |b. Tubuh adalah empat unsur |b. Perasaan-perasaan berdasarkan enam indera | ||
| - | |c. Apakah merenungkan tubuh internal? | ||
| - | |d. Ketidakkekalan, | ||
| - | |e. Posisi tubuh | ||
| - | |f. Pergerakan | ||
| - | |g. Ānāpānasati | ||
| - | |h. Bagian-bagian tubuh | | ||
| - | |i. Empat unsur | | ||
| - | |j. Makanan | ||
| - | |k. Ruang | | ||
| - | |l. Sembilan lubang tubuh | | ||
| - | |m. Mendefinisikan rumusan standar | ||
| - | |n. Seperti 1.d “eksternal” | ||
| - | |o. Mendefinisikan “ekst”; yang lain-lain “seperti di atas” | ||
| - | |p. Seperti 1.d “int/ | ||
| - | |q. Tanah pekuburan | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | |r. Merenungkan muncul & lenyapnya untuk mengetahui, melepaskan tubuh |j. Merenungkan muncul & lenyapnya untuk mengetahui, melepaskan perasaan | ||
| - | |s. Mengulangi rumusan untuk internal, dan seterusnya. | ||
| - | |||
| - | Perenungan internal digambarkan dalam istilah-istilah yang mirip dengan pengulangan vipassanā dari Khandha-saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | Anehnya, bahan satipaṭṭhāna yang otentik disajikan setelah penambahan-penambahan. Separuh yang kedua dari masing-masing bagian, yang menonjolkan objek-objek meditasi dan pengulangan, | ||
| - | |||
| - | Struktur dari bagian tentang perenungan tubuh menyimpang dari pola tiga bagian lainnya. Daftar meditasi telah dipecah menjadi dua, dengan bagian terbesar yang disisipkan secara janggal dalam bagian “internal”, | ||
| - | |||
| - | Daftar panjang perenungan tubuh jatuh ke dalam tiga kelompok. Dua latihan pertama sangat mirip, pada dasarnya “kewaspadaan terhadap pergerakan”. Dalam bacaan standar seperti pelatihan bertahap, hanya bacaan tentang pemahaman jernih muncul. Perikop empat posisi tubuh agak kurang umum. Karena keduanya sebagian besar tumpang tindih, dimasukkannya keduanya adalah berlebihan; namun semua turunan tentang bahan satipaṭṭhāna memasukkan salah satu dari kedua perikop ini atau tidak sama sekali. Bacaan empat posisi tubuh mungkin lebih original dalam konteks ini, karena ia selalu muncul sebelum pemahaman jernih, dan pengungkapannya lebih mirip dengan bagian lain dari satipaṭṭhāna. Ini memiliki suatu ruang lingkup meditatif yang lebih umum, alih-alih secara khusus menggambarkan suatu pelatihan gaya hidup. Mungkin bacaan yang lebih sederhana, lebih tidak jelas ini dirasakan perlu bagi penggambaran konkret, maka bagian tentang pemahaman jernih dibawakan dari pelatihan bertahap. | ||
| - | |||
| - | Kelompok berikutnya adalah ānāpānasati. Ini mengikuti pemahaman jernih dengan cara yang mirip dengan urutan normal dari pelatihan bertahap. Dalam semua versi Satipaṭṭhāna Sutta, enam belas langkah yang biasanya telah diringkas menjadi empat. Inilah satu-satunya konteks di mana ini terjadi (selain dari Kāyagatāsati Sutta yang berhubungan). Versi enam belas langkah penuh lebih bersifat pokok. Ini jelas merangkum suatu urutan penuh dari pelatihan meditatif. Tetrad pertama menggambarkan penegakan perhatian pada objek meditasi dasar dan penenangannya; | ||
| - | |||
| - | Gagasan bahwa pengembangan penuh atas ānāpānasati harus melibatkan semua keenam belas langkah dimunculkan dalam sebuah Sutta di mana Yang Mulia Ariṭṭha menggambarkan latihan ānāpānasati-nya telah melenyapkan nafsu indera atas hal-hal masa lampau dan masa depan, dan setelah melenyapkan persepsi penolakan terhadap hal-hal secara internal dan eksternal, hanya dengan penuh perhatian ia menarik napas masuk dan keluar.((SN 54.6/SA 805. | ||
| - | )) Pelenyapan nafsu dan penolakan, dan penunjukan pada internal/ | ||
| - | |||
| - | Kelompok ketiga terdiri dari latihan-latihan kontemplatif yang berbeda, mulai dari bagian-bagian tubuh. Banyak dari hal ini diajarkan di seluruh Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Karena bagian-bagian tubuh adalah satu-satunya latihan yang disebutkan dalam semua versi, dan karena ia hampir selalu muncul pada awal bagian ini, ia mendapatkan klaim terbesar atas keotentikan, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Latihan-latihan yang beranekaragam ini diperlakukan dalam Sutta-sutta sehubungan dengan samatha dan vipassanā. Tujuan utama dari perenungan terhadap tubuh adalah meninggalkan nafsu, yang adalah samatha. Kadangkala aspek samatha ini dibuat eksplisit, seperti ketika seseorang dikatakan mencapai suatu “pencapaian penglihatan” yang seperti itu, disebabkan pada usaha yang tepat, seseorang memperoleh “suatu bentuk samādhi yang sedemikian sehingga, dengan pikiran dalam samādhi, seseorang merenungkan tubuh ini juga” dengan cara dari bagian-bagian tubuh.((DN 28.7/DA 18. | ||
| - | )) Tetapi bagian-bagian tubuh, khususnya ketika dimasukkan di bawah unsur-unsur, | ||
| - | )) Unsur-unsur, | ||
| - | )) Dengan demikian semua praktik ini memiliki potensi untuk mengembangkan baik ketenangan maupun kebijaksanaan. | ||
| - | |||
| - | Pada bagian perenungan tubuh dalam tujuh versi bahan satipaṭṭhāna yang berbeda, tiga menyebutkan hanya kelompok ketiga ini (Vibhaṅga, | ||
| - | |||
| - | Terdapat alasan-alasan bagus untuk berpikir bahwa pemahaman jernih mulanya tidak dianggap sebagai meditasi itu sendiri. Sebagai contoh dalam Mahā Rāhulovāda Sutta, Yang Mulia Rāhula meminta Sang Buddha untuk mengajarkannya ānāpānasati.((MN 62/EA 17.1. | ||
| - | )) Sang Buddha menyimpang dari pokok bahasan dengan suatu rangkaian meditasi lain – lima unsur, termasuk bagian-bagian tubuh, dan memuncak pada ruang; kemudian kediaman-kediaman luhur; kemudian kejijikan tubuh; kemudian ketidakkekalan – sebelum kembali ke ānāpānasati. Mungkin alasan Sang Buddha menyimpang dari topik adalah bahwa pikiran Rāhula memerlukan persiapan sebelum ia cukup matang untuk mendapatkan manfaat penuh dari suatu latihan yang halus seperti ānāpānasati. | ||
| - | |||
| - | Meghiya Sutta adalah mirip di mana ia menyajikan suatu rangkaian bertahap dari dhamma-dhamma untuk mematangkan pikiran.((Ud 4.1. | ||
| - | )) Ia memuncak pada empat meditasi: kejijikan tubuh untuk meninggalkan nafsu; cinta kasih untuk meninggalkan kemarahan; ānāpānasati untuk memotong pemikiran; dan ketidakkekalan untuk mencabut kesombongan “Aku”. Ini selalu mengejutkan saya sebagai salah satu program yang paling masuk akal, seimbang untuk meditasi. Variasi lainnya muncul, seperti kejijikan tubuh, ānāpānasati, | ||
| - | )) Dalam konteks ini dan yang lain kita melihat kejijikan tubuh, unsur-unsur, | ||
| - | |||
| - | Jika, seperti yang dinyatakan kesesuaian teks-teks, bagian tentang bagian-bagian tubuh, apakah sendirian atau sebagai kepala dari kelompok ketiga, merupakan tubuh awal mula perenungan tubuh, mengapa dua kelompok lainnya dimasukkan, dan mengapa mereka ditempatkan sebelum bagian aslinya? Saya menyarankan bahwa pengaruh dari pelatihan bertahap cukup untuk dipertimbangkan atas dimasukkannya pemahaman jernih pada tempat pertama. Pertimbangan lainnya adalah untuk mengumpulkan dalam satu teks yang dapat dicerna berbagai teks tentang perenungan tubuh yang tersebar di seluruh kanon. | ||
| - | |||
| - | Hubungan antara Sutta Dharmaguptaka dan Śāriputrābhidharma, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 14: Sutta-sutta Satipaṭṭhāna ==== | ||
| - | |||
| - | Terdapat tiga versi lengkap dari Satipaṭṭhāna Sutta yang tersedia, satu dalam bahasa Pali dan dua dalam bahasa Mandarin. Terdapat juga yang keempat, versi tidak lengkap dalam Prajñāpāramitā Sūtra yang panjang. | ||
| - | |||
| - | === 14.1 Prajñāpāramitā === | ||
| - | |||
| - | Ini adalah salah satu teks dasar dari Mahāyāna, dan biasanya dianggap telah disusun sekitar 500 tahun setelah wafatnya Sang Buddha. Teks itu tersedia dalam versi-versi yang berbeda panjangnya dalam bahasa Tibet dan Mandarin, dan sebuah teks Sanskrit yang telah direkonstruksi telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Conze. Versi ini telah dikonstruksi dari sebuah gabungan dari fragmen-fragmen Sanskrit yang dibandingkan dengan terjemahan Tibet dan Mandarin. Menurut Conze, versi-versi yang berbeda terutama berbeda dalam jumlah pengulangan, | ||
| - | |||
| - | Suatu perbandingan dengan berbagai versi dari literatur Prajñāpāramitā dalam bahasa Mandarin mengungkapkan suatu konsistensi yang luar biasa dalam bacaan ini. Karena, seperti yang akan kita lihat, teks sangat asimetris dan tidak seimbang, hampir semua pastinya diakibatkan dari suatu penyingkatan dari sebuah versi Satipaṭṭhāna Sutta yang lebih awal, mungkin bahwa bacaan Prajñāpāramitā tentang satipaṭṭhāna berhubungan dengan sebuah sumber tunggal. Versi dari bahan satipaṭṭhāna ini menunjukkan suatu kesederhanaan yang menyegarkan yang mungkin mengindikasikan bahwa ia terletak dekat dengan sumber-sumber awal. Dalam tradisi Tibet dikatakan bahwa terdapat sebuah versi Prajñāpāramitā yang ditulis dalam bahasa Prakrit milik aliran Pūrvaśaila dan Aparaśaila.((Dutt, | ||
| - | )) Aliran-aliran ini adalah cabang dari Mahāsaṅghika, | ||
| - | |||
| - | Walaupun Prajñāpāramitā, | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna diperlakukan dalam dua tempat yang terpisah dalam Prajñāpāramitā. Kemunculan ini sangat terpisah dan tidak memiliki hubungan tekstual yang dekat. Keduanya muncul sebagai bagian dari suatu konteks yang lebih besar yang membahas jalan praktik seorang Bodhisattva, | ||
| - | |||
| - | Bacaan pertama mulai dengan hanya mendefinisikan, | ||
| - | )) Kemudian muncul suatu variasi pada bacaan standar: | ||
| - | |||
| - | > “Di sana Bodhisattva berdiam, sehubungan dengan tubuh, perasaan bagian dalam, dan seterusnya, dalam perenungan terhadap tubuh, dan seterusnya. Tetapi ia tidak membentuk pemikiran-pemikiran yang berpindah-pindah yang berhubungan dengan tubuh, dan seterusnya. Ia tekun, sadar sepenuhnya, dan penuh perhatian, setelah meletakkan semua ketamakan dan kesedihan duniawi. Dan itu tanpa menganggap apa pun sebagai landasan. Dan demikian juga ia berdiam sehubungan dengan tubuh bagian luar, tubuh bagian dalam dan luar, dengan perasaan, pikiran, dan dhamma.” | ||
| - | |||
| - | Semua ciri khas yang familiar ada di sini: pengulangan refleksif “tubuh dalam [sehubungan dengan] tubuh”; empat objek; perenungan; internal/ | ||
| - | |||
| - | Teks melanjutkan dengan bertanya bagaimana seorang Bodhisattva berdiam sehubungan dengan tubuh bagian dalam pada perenungan terhadap tubuh. Kemudian sebuah daftar perenungan tubuh diberikan: kewaspadaan atas empat posisi tubuh; pemahaman jernih dalam aktivitas-aktivitas sehari-hari; | ||
| - | |||
| - | Sementara perbedaan dalam pengungkapan dari latihan-latihan tertentu adalah hal yang sepele, perbedaan yang jauh lebih signifikan terjadi dalam strukturnya. Prajñāpāramitā membuat daftar dua meditasi “kewaspadaan atas posisi tubuh” terlebih dahulu, sebelum ānāpānasati. Ini sama dengan setiap pemaparan lain dari sang jalan dalam semua aliran, kecuali Satipaṭṭhāna and Kāyagatāsati Sutta Theravāda. | ||
| - | |||
| - | Hampir tidak ada pengulangan apa pun. Pada akhir setiap meditasi ia hanya mengatakan, “Dan itu melalui tanpa-pemahaman.” Saya tidak yakin asal bahasa Sanskrit-nya, | ||
| - | |||
| - | Mempertimbangkan kesukaan Mahāyāna atas penguraian yang penuh hiasan, tampaknya ganjil bahwa tidak ada pengulangan nyata yang diberikan di sini. Jika para penulis Mahāyāna menggunakan suatu versi Satipaṭṭhāna Sutta dengan sebuah pengulangan yang pokok, seperti versi-versi yang ada, seseorang akan mengharapkan mereka mengubah dan memperluasnya, | ||
| - | |||
| - | Adalah sangat memalukan bahwa teks tidak menguraikan bagian-bagian sisanya. Ia hanya memberikan rumusan standar untuk perenungan perasaan secara internal, dan seterusnya. Sifat asimetris ini menyatakan ketidakteraturan pengeditan. Pernyataan dari bacaan dasar pada awal teks memberikan rumusan satipaṭṭhāna untuk semua keempat satipaṭṭhāna. Kemudian ia memberikan rincian dari perenungan tubuh, tetapi tidak mengulangi bagian yang berhubungan dari rumusan satipaṭṭhāna. Tetapi untuk perasaan, dan seterusnya. Situasinya sebaliknya: ia tidak memberikan rincian dari perenungan perasaan, dan seterusnya, tetapi mengulangi bagian yang berhubungan dari rumusan itu. Ini tampak seakan-akan penguraian terperincinya hilang, kemudian rumusan dasar secara sengaja disisipkan untuk mengisi celah itu. | ||
| - | |||
| - | Bertahun-tahun yang lalu, Har Dayal berkomentar: | ||
| - | )) Beberapa oleh karenanya menyimpulkan bahwa perenungan tubuh mulanya satu-satunya bagian dari satipaṭṭhāna. Namun, ini adalah suatu kesimpulan yang terburu-buru. Mempertimbangkan sifat pengulangan yang sangat banyak dari teks-teks Buddhis pada umumnya, adalah normal untuk menemukan suatu teks yang berhubungan dengan bagian pertama secara terperinci, kemudian meringkas sisanya. Kenyataannya, | ||
| - | |||
| - | Sekarang kita dapat mempertimbangkan penguraian kedua tentang satipaṭṭhāna dalam Prajñāpāramitā. Ini mendefinisikan satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Kemudian bacaan dasar tentang satipaṭṭhāna diberikan, dengan tanpa penguraian terperinci dari berbagai praktik. Perenungan internal/ | ||
| - | |||
| - | Terdapat sejumlah rincian tekstual yang berbeda dari bacaan yang lebih awal. Bodhisattva tidak disebutkan. Lebih penting lagi, pengaturan unsur-unsur tekstual berbeda. Dalam bacaan yang lebih awal urutannya adalah: merenungkan tubuh, perasaan, pikiran, dan dhamma internal; tekun, memahami dengan jernih, dan seterusnya; merenungkan tubuh eksternal, dan seterusnya, dan seterusnya. Di sini urutannya adalah: merenungkan tubuh secara internal, eksternal, kemudian secara internal dan eksternal; tekun, memahami dengan jernih, dan seterusnya. Dengan kata lain rumusan pelengkap ditambahkan pada setelah masing-masing satipaṭṭhāna alih-alih diletakkan pada akhir dari keempatnya. Tentu saja, variasi ini tidak memiliki nilai penting itu sendiri. Tetapi diambil bersama dengan ciri-ciri khas lainnya – pemisahan kedua bacaan dalam teks, ketidakkonsistenan penggunaan “Bodhisattva” – ini menyatakan bahwa kedua bacaan diambil dari sumber-sumber yang berbeda. Itu untuk mengatakan, tidak ada alasan untuk meyakini bahwa Prajñāpāramitā mengambil suatu teks yang lebih awal, yang lebih panjang yang menyatukan kedua bacaan ini dan memisahkannya ke dalam potongan-potongan yang terpisah. | ||
| - | |||
| - | Ini menguatkan salah satu dari argumentasi dasar kita tentang pembentukan Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda. Ini mengandung dua aspek penting: daftar terperinci dari praktik-praktik meditasi, dan pengulangan vipassanā. Tetapi terdapat setidaknya tiga tradisi yang mempertahankan dua aspek ini sebagai kesatuan tekstual yang berdiri sendiri. Dalam Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | === 14.2 Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda === | ||
| - | |||
| - | Smṛtyupasthāna Sūtra dari aliran Sarvāstivāda dipertahankan dalam Madhyama Āgama dari Tripiṭaka Mandarin, yang diterjemahkan dari bahasa Sanskrit ke dalam bahasa Mandarin pada tahun 389 M oleh bhikkhu Cina Sanghadeva.((MA 98. | ||
| - | )) Smṛtyupasthāna Sūtra lebih terperinci dalam beberapa hal daripada Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda, dan kurang terperinci dalam hal lain. Oleh sebab itu ia mungkin bukan lebih awal ataupun lebih belakangan, tetapi berasal dari suatu tradisi yang sedikit berbeda selagi kedua aliran baru Theravāda dan Sarvāstivāda menyelesaikan rumusan tekstual dari ajaran-ajaran yang mereka warisi dari masa pra-sektarian. Pengeditan terakhir ini mengikuti pemisahan dari Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda membuka dengan cara yang sama dengan Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda: latarnya adalah di Kammassadamma di negeri Kuru, dan ajarannya dimulai dengan pernyataan tentang “jalan yang membawa ke satu titik”. Namun setelah ini, Smṛtyupasthāna Sūtra memperkenalkan pernyataan bahwa semua Tathāgata, masa lampau, masa depan, dan masa sekarang merealisasi pencerahan dengan mengembangkan empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Kita telah berjumpa dengan pengelompokan ini seringkali; pernyataan ini mungkin diambil dari SN 47.12/SA 498. Seperti yang dicatat di atas, penekanan tambahan pada sifat yang bertahan dalam waktu menyatakan kecenderungan sektarian dari Sarvāstivāda. | ||
| - | |||
| - | Rumusan satipaṭṭhāna disajikan dengan sederhana – seseorang menegakkan perhatian pada perenungan terhadap tubuh, perasaan, pikiran, dan dhamma. Kita telah mengembangkan dari Smṛtyupasthāna Saṁyukta Sarvāstivāda bahwa bentuk yang diringkas ini dimasukkan untuk diuraikan secara penuh. Dalam Saṁyukta, kenyataan bahwa terdapat banyak khotbah, satu demi satu, semuanya menonjolkan rumusan yang sama adalah suatu alasan yang bagus untuk penggunaan penyingkatan demikian. Tetapi bagaimanakah versi Madhyama ini? Khotbah tentang satipaṭṭhāna ini berdiri sendiri, bukan dalam suatu rangkaian, dan seseorang yang tidak familiar dengan Saṁyukta, ketika mempelajari Madhyama tidak akan menyadari rumusan yang lebih panjang. Dalam khotbah yang panjang ini, mengapa para penyuntingnya tidak menemukan ruang untuk memperluas rumusan itu? Terdapat satu jawaban sederhana untuk teka-teki ini: Smṛtyupasthāna Sūtra mulanya bagian dari kumpulan Saṁyukta. Terdapat rumusan yang diringkas sepanjang sisa khotbah-khotbah; | ||
| - | |||
| - | Marilah kita membandingkan latihan-latihan perenungan tubuh dengan versi Theravāda, pertama membahas faktor-faktor yang sama. Ini kebanyakan dalam urutan yang sama dalam teks-teks Theravāda dan Sarvāstivāda. Pengecualiannya adalah perhatian terhadap napas, yang dalam Smṛtyupasthāna Sūtra muncul dalam posisinya yang biasanya setelah pemahaman jernih. Namun, suatu rampasan dari praktik-praktik baru ditambahkan, | ||
| - | |||
| - | Bagian dari jawabannya berada dalam Kāyagatāsati Sutta, versi-versi yang ditemukan dalam Majjhima Theravāda dan Sarvāstivāda.((MN 119/MA 81. | ||
| - | )) Versi Theravāda dari Kāyagatāsati Sutta berpusat pada sebuah daftar dari 14 latihan perenungan tubuh yang identik dengan latihan-latihan dasar dalam perenungan tubuh dari Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda. Kumpulan latihan khusus ini tidak ditemukan di tempat lain dalam Nikāya-nikāya Theravāda, dan oleh sebab itu menunjukkan suatu hubungan yang kuat antara kedua teks ini.((Kāyagatāsati Sutta menghilangkan perumpamaan untuk ānāpānasati: | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **Table 14.1: [Perenungan] Tubuh dalam Sarvāstivāda & Theravāda** | ||
| - | |||
| - | ^**Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda**^**Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda** | ||
| - | |1. Empat posisi tubuh |2. | | ||
| - | |2. Pemahaman jernih | ||
| - | |3. Memotong pemikiran | ||
| - | |4. Menekan pemikiran | ||
| - | |5. Ānāpānasati | ||
| - | |6. Perumpamaan jhāna ke-1 |(Perumpamaan-perumpamaan pada MN 119.18/MA 81, dan seterusnya)| | ||
| - | |7. Perumpamaan jhāna ke-2 | | | ||
| - | |8. Perumpamaan jhāna ke-3 | | | ||
| - | |9. Perumpamaan jhāna ke-4 | | | ||
| - | |10. Persepsi cahaya | ||
| - | |11. Landasan peninjauan kembali | ||
| - | |12. Bagian-bagian tubuh |4. | | ||
| - | |13. Enam unsur |5. (Empat unsur saja) | | ||
| - | |14-18. Tanah pekuburan | ||
| - | |||
| - | Namun, perbedaan paling penting antara Satipaṭṭhāna dan Kāyagatāsati Sutta adalah bahwa Satipaṭṭhāna Sutta, dengan pengulangannya yang berulang-ulang tentang penyelidikan muncul dan lenyapnya, menekankan vipassanā, sedangkan pengulangan dalam Kāyagatāsati Sutta Theravāda mengatakan: | ||
| - | |||
| - | > “Ketika ia berdiam dengan rajin, tekun, dan berketetapan, | ||
| - | |||
| - | Pengulangan Sarvāstivāda mengatakan bahwa latihan yang rajin dari hal ini dalam sebuah tempat yang sunyi membebaskan pikiran dari tekanan, membawa samādhi, dan membawa pengetahuan berdasarkan kenyataan. Dalam kedua versi latihan-latihan perenungan tubuh kemudian membawa langsung menuju empat jhāna, masing-masing darinya juga dikatakan sebagai sebuah praktik perhatian pada tubuh. | ||
| - | |||
| - | Setelah jhāna-jhāna terdapat suatu daftar manfaat dari praktik, yang jatuh dalam empat kelompok. Pertama, perhatian pada tubuh memasukkan semua dhamma yang mengambil bagian realisasi, seperti halnya seseorang yang meliputi pikirannya dengan keseluruhan lautan memasukkan semua sungai yang mengalir ke dalamnya. Kedua, suatu daftar dari tiga perumpamaan dan kebalikannya (melempar bola berat/ | ||
| - | |||
| - | Empat kelompok ini masing-masing terpisah awalnya. Terdapat banyak tumpang tindih dari topik-topik dalam khotbah ini, khususnya jhāna-jhāna dan pengetahuan-pengetahuan jernih. Empat jhāna mungkin mulanya disebutkan, bukan sebagai suatu jenis praktik perhatian, tetapi sebagai manfaat dari praktik perhatian. Ini dinyatakan oleh pengulangan dasar dan oleh daftar manfaat-manfaat dalam kedua versi. | ||
| - | |||
| - | Perumpamaan-perumpamaan menggunakan suatu penggambaran yang tersendiri – lautan, pot yang penuh, kolam yang penuh, kendi air yang penuh.((Anālayo, | ||
| - | )) Ini konsisten dengan perumpamaan untuk perhatian terhadap tubuh yang ditemukan dalam Satipaṭṭhāna Saṁyutta (mangkuk yang penuh dengan minyak), dan juga penggambaran “yang sudah jenuh” dari perumpamaan-perumpamaan jhāna: | ||
| - | |||
| - | > **Jhāna ke-1:** Ia basah kuyup dengan kegiuran dan kebahagiaan yang lahir dari keterasingan, | ||
| - | |||
| - | > **Jhāna ke-2:** Ia basah kuyup dengan kegiuran dan kebahagiaan yang lahir dari samādhi, menutupi, memenuhi, dan meliputi tubuhnya, sehingga tidak ada bagian dari seluruh tubuhnya yang tidak diliputi oleh kegiuran dan kebahagiaan yang lahir dari samādhi. Bagaikan walaupun terdapat sebuah danau yang airnya mengalir keluar dari bawah, dan ia tidak memiliki pemasukan dari timur, barat, utara, atau selatan, dan tidak diisi ulang dari waktu ke waktu dengan air hujan, kemudian sumber air dingin mengalir keluar dalam danau akan basah kuyup dengan air dingin, menutupi, memenuhi, dan meliputi danau itu, sehingga tidak ada bagian dari seluruh danau yang tidak diliputi oleh air dingin… | ||
| - | |||
| - | > **Jhāna ke-3:** Ia basah kuyup dengan kebahagiaan yang bebas dari kegiuran, menutupi, memenuhi, dan meliputi tubuh ini, sehingga tidak ada bagian dari seluruh tubuhnya yang tidak diliputi oleh kebahagiaan yang bebas dari kegiuran. Bagaikan di dalam sebuah kolam dengan seroja berwarna biru atau putih atau merah, beberapa seroja lahir dan tumbuh di dalam air tumbuh pesat terbenam dalam air tanpa muncul darinya, dan air dingin membasahi, menutupi, memenuhi, dan meliputinya sampai ujung dan akarnya, sehingga tidak ada bagian dari seroja itu yang tidak diliputi oleh air dingin… | ||
| - | |||
| - | > **Jhāna ke-4:** Ia duduk meliputi tubuhnya dengan pikiran yang cemerlang murni, sehingga tidak ada bagian dari seluruh tubuhnya yang tidak diliputi oleh pikiran yang cemerlang murni. Bagaikan jika terdapat seseorang yang ditutupi dari kepalanya dengan sehelai kain putih murni, sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang tidak ditutupi oleh kain putih murni itu…((DN 2.76–82, dan seterusnya. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Gambaran yang indah dari kebahagiaan yang terwujud melengkapi psikologis rumusan jhāna. Penekanan pada terbenamnya tubuh tidak diragukan lagi mendorong dimasukkannya mereka dalam Kāyagatāsati Sutta, dan oleh sebab itu dalam bagian perenungan tubuh dari Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda. | ||
| - | |||
| - | Suatu kesalahan untuk menganggap bahwa “tubuh” di sini menunjuk pada tubuh fisik biasa, yang sepenuhnya lenyap dalam jhāna. Sutta-sutta menggunakan “tubuh” dalam suatu makna idiomatis untuk menekankan kedekatan pengalaman personal langsung; maknanya adalah sesuatu seperti “keseluruhan landasan kesadaran”.((Lihat Sujato, //Sepasang Utusan Cepat//, Lampiran A.7. | ||
| - | )) Penggunaan abstrak, yang hampir bersifat mistis, demikian dari “tubuh” – dicatat juga “tubuh ciptaan-pikiran”, | ||
| - | |||
| - | Kāyagatāsmṛti Sutta Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Nomor 3 dan 4, yang berhubungan dengan cara mengendalikan pikiran, adalah dua dari lima metode yang dianjurkan dalam versi Theravāda dan Sarvāstivāda dari Vitakkasaṇṭhāna Sutta (“Khotbah tentang Mengatasi Pemikiran-pemikiran”), | ||
| - | )) Argumen Bronkhorst dari hal ini bahwa praktik itu pastilah sebuah praktik Jain, yang ditolak Sang Buddha, tetapi kemudian menyusup kembali dengan perlahan-lahan ke dalam Sutta-sutta. Namun, praktik ini adalah yang pertama dan kurang bersifat pertapaan dari praktik-praktik Jain, dan yang terakhir dan paling bersifat pertapaan dari praktik Buddhis, sehingga mungkin di sini hanya ada sedikit tumpang tindih. | ||
| - | |||
| - | Kita telah berjumpa nomor 10, persepsi cahaya, bersama dengan beberapa perenungan tubuh, dalam Iddhipāda-saṁyutta dan Aṅguttara Nikāya. Dimasukkannya ini dalam satipaṭṭhāna mungkin juga dipengaruhi oleh bacaan standar tentang bagaimana seseorang meninggalkan rintangan kemalasan dan kelambanan, dengan “menangkap cahaya, penuh perhatian dan memahami dengan jernih”. Tidak ada alasan jelas dalam bacaan itu sendiri mengapa ini muncul di bawah perenungan tubuh. Penekanan pada persepsi cahaya dalam Iddhipāda-saṁyutta, | ||
| - | |||
| - | “Landasan peninjauan kembali”((// | ||
| - | )) disebutkan dalam Aṅguttara dan Dīgha sebagai faktor kelima dari samādhi benar yang mulia, penyelidikan dari seseorang yang telah bangkit dari jhāna “seperti halnya seseorang yang sedang berdiri melihat pada seseorang yang berbaring, atau seseorang yang berbaring melihat pada seseorang yang sedang berdiri.”((Cp. AN 5.28, DN 34.1.6/DA 10. | ||
| - | )) Kemungkinan penyebutan posisi-posisi tubuh di sini, walaupun jelas hanyalah sebuah kiasan, mendorong dimasukkannya di bawah perenungan tubuh. Situasi dengan perumpamaan-perumpamaan jhāna adalah serupa, tubuh dalam pengertian kiasan atau mistis disatukan dengan tubuh fisik secara harfiah. | ||
| - | |||
| - | Urutan internalnya samar-samar; | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Identifikasi dari pengaruh struktural dalam Smṛtyupasthāna and Kāyagatāsmṛti Sūtra Sarvāstivāda ini memungkinkan kita untuk membuat lebih masuk akal dari keseluruhan struktur bagian perenungan tubuh dari teks-teks ini. Mereka mulai dengan perenungan terhadap posisi dan pergerakan tubuh melalui aktivitas-aktivitas sehari-hari, | ||
| - | |||
| - | Bagian ini sejauh ini masuk akal sebagai sebuah penjelasan dari rangkaian umum praktik-praktik dalam Sutta-sutta. Masalahnya terletak, bukan pada ketidaksesuaian internal, melainkan dalam dimasukkannya sebagai bagian dari perenungan tubuh. Hanya beberapa dari bagian itu merupakan perenungan tubuh yang sebenarnya; sisanya memperluas perenungan tubuh. Ketidaksesuaian itu dipersulit dengan penambahan perenungan tubuh yang sebenarnya – bagian-bagian tubuh, unsur-unsur, | ||
| - | |||
| - | Di sini kita melihat suatu kecenderungan mengembungkan perhatian terhadap tubuh sampai ia mencakupi keseluruhan jalan. Satipaṭṭhāna menyediakan suatu contoh proses yang sama pada skala besar. Kenyataannya Satipaṭṭhāna Sutta mencakupi banyak dari landasan yang sama dalam bagian-bagian yang sama, dimasukkannya samādhi adalah contoh yang jelas; juga penyelidikan ke dalam sebab-sebab dalam perenungan terhadap dhamma sama dengan “landasan peninjauan kembali”. Jadi dimasukkannya praktik-praktik tambahan ini dalam Smṛtyupasthāna Sūtra sangatlah berlebihan, yang menyatakan bahwa mereka mulanya ditujukan untuk Kāyagatāsmṛti Sūtra, dan pemindahan ke dalam Smṛtyupasthāna Sūtra adalah perkembangan sekunder. Jika ini berlaku untuk Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Setelah mempertimbangkan secara terperinci bagian perenungan tubuh dari Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda di sini memiliki: “Seseorang menegakkan perhatian hanya untuk suatu ukuran pengetahuan, | ||
| - | |||
| - | Bagian-bagian tentang perasaan dan pikiran dalam Smṛtyupasthāna Sūtra mirip dengan Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda, tetapi sedikit lebih terperinci. Dari sini sampai akhir, teks menunjuk pada “para bhikkhu dan bhikkhunī”, | ||
| - | |||
| - | Bagian tentang perenungan terhadap dhamma dibandingkan sebagai berikut. | ||
| - | |||
| - | **Tabel 14.2: [Perenungan] Dhamma dalam Sarvāstivāda & Theravāda** | ||
| - | |||
| - | ^**Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda**^**Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda** | ||
| - | |1. Alat indera internal dan eksternal| | ||
| - | |2. rintangan | ||
| - | | |2. kelompok unsur kehidupan | ||
| - | | |3. Alat indera internal dan eksternal| | ||
| - | |3. Tujuh faktor pencerahan | ||
| - | | |5. Empat kebenaran mulia | | ||
| - | |||
| - | Semua latihan ini digambarkan hampir dalam istilah yang identik dalam kedua Sutta, seperti halnya dalam versi Abhidhamma. Sarvāstivāda menghilangkan kelompok-kelompok unsur kehidupan dan kebenaran-kebenaran mulia, dengan mempertahankan alat indera sebagai satu-satunya praktik vipassanā. Seperti yang telah kita lihat, ia berbagi ciri khas ini dengan Dharmaskandha. Terdapat satu teks, yang mungkin berkaitan, dalam Bojjhaṅga-saṁyutta yang menyebutkan alat indera.((SN 46.29. | ||
| - | )) Di sana, faktor-faktor pencerahan dikatakan sebagai “satu dhamma” untuk meninggalkan “hal-hal yang membelenggu”, | ||
| - | |||
| - | Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda menghilangkan pengulangan pernyataan “jalan menuju satu titik” pada akhirnya, tetapi memasukkan jaminan pencapaian dalam tujuh tahun, atau paling cepat tujuh hari; sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | Penekanan sepanjang Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda jelas tentang samatha. Seperti Vibhaṅga, ia menghilangkan hampir semua bahan berorientasi pada vipassanā secara terang-terangan dari Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda; dan juga menambahkan banyak bahan samatha. Ia memperlakukan vipassanā semata-mata sebagai perenungan terhadap dhamma. Kedua aliran bergerak maju menggunakan Satipaṭṭhāna Sutta sebagai suatu kompilasi teknik-teknik meditasi; tetapi bagi Sarvāstivādin ini adalah sebuah panduan samatha, sedangkan bagi Theravādin ia adalah sebuah panduan vipassanā. | ||
| - | |||
| - | === 14.3 Ekāyana Sūtra === | ||
| - | |||
| - | Ekottara Āgama, di mana khotbah ini diambil, adalah yang paling kurang seragam di antara empat Āgama. Ia diterjemahkan, | ||
| - | |||
| - | Namun, ikatan Ekottara jauh dari pasti dan beberapa sarjana telah menyatakan keberatan pada identifikasi ini. Alasan utama menganggapnya berasal dari Mahāsaṅghika adalah dimasukkannya beberapa penunjukan pada Maitreya, dan aliran Ekottara mungkin memiliki ketaatan khusus kepada Buddha masa depan tersebut. Ini mungkin sebuah ciri dari suatu aliran Mahāsaṅghika, | ||
| - | |||
| - | Pengeditan yang asal-asalan dan perbedaan dari sumber-sumber lain menyatakan suatu masa yang lebih belakangan daripada Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda dan Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda. Latarnya, sama dengan Dharmaskandha, | ||
| - | )) Suatu pernyataan yang sama tercatat dalam Vinaya Mahāsaṅghika: | ||
| - | )) Pembahasan Schopen tentang prinsip ini dalam, dan, seperti yang ia katakan, penerapan prinsip demikian akan dengan cepat menghasilkan latar yang lazim di Jetavana yang merupakan suatu karakteristik dari kanon-kanon yang ada. Kita telah melihat dalam Saṁyukta Sarvāstivāda bahwa jenis penghubungan buatan atas latar ini sangat merata. Jadi ketika suatu khotbah dikatakan terjadi di Sāvatthī, kita seharusnya tidak menganggap ini terlalu serius. Dalam kasus-kasus seperti Satipaṭṭhāna Sutta, di mana versi-versi yang berbeda dari apa yang sepertinya teks yang sama berlatarkan kadangkala di Jetavana, kadangkala di tempat lain, kita seharusnya menganggap bahwa latar yang kurang umum mungkin otentik, dan pergeseran ke Sāvatthī terjadi sebagai bagian dari suatu normalisasi yang belakangan. Dengan demikian perbedaan latar tidak menyatakan bahwa teks-teks memiliki asal mula yang berbeda. | ||
| - | |||
| - | Bahasa Mandarin di sini menerjemahkan “satipaṭṭhāna” dengan dua karakter yang berarti “ketenangan pikiran” (意止). Bahasa India asalnya dari terjemahan ini mungkin sesuatu seperti // | ||
| - | |||
| - | Setelah pembukaan dengan pernyataan “jalan yang menuju pada satu titik”, teks mengatakan jalan ini menghancurkan lima rintangan. Penyebutan rintangan di sini sesuai dengan pemahaman umum atas satipaṭṭhāna dan secara khusus mengingatkan pada Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda. “Jalan” adalah jalan mulia berunsur delapan, di sini diberikan dalam bentuk yang ganjil: pandangan benar, pencegahan benar, perilaku benar, pencaharian benar, keterampilan yang tepat dalam cara, ucapan benar, perenungan benar, konsentrasi benar. | ||
| - | |||
| - | Rumusan untuk empat satipaṭṭhāna memperlakukan masing-masing sebagai internal/ | ||
| - | |||
| - | Berlawanan dengan konsistensi dari Sutta-sutta Theravāda, pengulangan-pengulangan sepenuhnya sangat bervariasi. Demikianlah di sini dalam pendahuluan, | ||
| - | |||
| - | Teks mengatakan ini adalah “jalan menuju satu titik” karena ia membawa pada kesatuan pikiran. Perkataan ini di sini diberikan keunggulan yang lebih besar daripada dalam versi-versi lainnya: pertama, karena ini secara eksplisit dijelaskan dalam teks itu sendiri; kedua, karena ini adalah judulnya; dan ketiga karena teks dimasukkan dalam [bagian] “Yang Satu” dari Ekottara Āgama. Saya mengatakan dalam GIST bahwa nilai penting yang bersifat simbolis dari angka mempengaruhi pembentukan Aṅguttara/ | ||
| - | |||
| - | Dengan menghilangkan ānāpānasati dan kewaspadaan terhadap aktivitas-aktivitas, | ||
| - | )) empat unsur, dan tanah pekuburan. Ia menambah praktik lainnya – mengamati lubang-lubang tubuh di mana kekotoran mengalir. Ini sama dengan Śāriputrābhidharma. Sebuah perumpamaan dimasukkan untuk unsur-unsur (sapi yang disembelih) dan lubang-lubang tubuh (bagaikan persendian bambu atau buluh), tetapi dihilangkan untuk bagian-bagian tubuh. Karena perumpamaan ditemukan dalam semua versi Sutta lainnya, ini adalah suatu kasus kehilangan yang tidak disengaja. | ||
| - | |||
| - | Perenungan terhadap perasaan dan pikiran sama dalam isinya dengan versi-versi lainnya, tetapi pengulangannya berbeda dengan kedua versi lainnya dan dengan pengulangan dari bagian pertama dalam sūtra yang sama. Mereka menunjuk pertama-tama pada perenungan prinsip-prinsip muncul dan lenyapnya sehingga, “Sehubungan dengan perasaan yang muncul saat ini ia memiliki pengetahuan dan penglihatan, | ||
| - | |||
| - | Kemudian mengikuti beberapa versi yang sedikit berbeda dari rumusan-rumusan untuk mencapai Kearahattaan yang umumnya ditemukan di sepanjang Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Perenungan pikiran memasukkan suatu ungkapan yang lebih jauh yang membingungkan para penerjemah: 可思惟.不可思惟. Ini mengikuti ungkapan yang telah kita identifikasi menunjuk pada “pengetahuan dan penglihatan”. Thích Nhất Hạnh mengatakan bahwa ini menunjuk pada mengetahui apa yang tidak diketahui, dan menyatakan bahwa ini adalah sebuah paradoks bergaya Prajñāpāramitā. Pasadika menerjemahkan “dari ini dapat disimak apakah seseorang benar-benar perhatian penuh atau tidak”. Tetapi ungkapan 不可思惟, | ||
| - | |||
| - | Berpindah ke bagian dhamma-dhamma dari Ekāyana Sūtra, kita menemukan hanya tujuh faktor pencerahan dan empat jhāna. Sebuah ukuran atas kesulitan teks ini adalah bahwa Pasadika menerjemahkan bagian ini bahkan tanpa menyadari bahwa itu menunjuk pada faktor-faktor pencerahan. Anehnya, terjemahan itu memiliki 念, terjemahan umum untuk perhatian, di sini untuk faktor pencerahan perhatian dan kegiuran. Faktor-faktor pencerahan disajikan sangat sederhana, dengan menghilangkan penyelidikan ke dalam sebab-sebab yang adalah karakteristik dari bagian dhamma dalam versi-versi lain. Ia hanya mengatakan seseorang mengembangkan masing-masing dari faktor pencerahan “bergantung pada awal pikiran, pada ketidak-tamakan, | ||
| - | |||
| - | Jika kita menerima rekonstruksi ini, maka penggambaran dari faktor-faktor pencerahan di sini menjadi sangat mirip dengan empat cara perenungan dhamma dalam ānāpānasati: | ||
| - | |||
| - | Penutupan khotbah dengan empat jhāna mirip dengan Mahā Satipaṭṭhāna Sutta dari Dīgha Nikāya. Ini menegaskan kembali fungsi satipaṭṭhāna untuk membawa sampai pada jhāna. | ||
| - | |||
| - | Menarik bahwa penyelidikan ke dalam sebab-sebab, | ||
| - | |||
| - | Ekāyana Sūtra berakhir dengan mengulangi bahwa satipaṭṭhāna adalah “jalan menuju satu titik”, dan bahwa ia membebaskan dari lima rintangan. Ia menghilangkan jaminan pencapaian yang ditemukan dalam versi-versi lain. | ||
| - | |||
| - | Sebagai kesimpulan, Mahāsaṅghika mempertahankan suatu versi yang lebih sederhana dari Satipaṭṭhāna Sutta selama beberapa waktu, dengan menentang kecenderungan untuk menggunakannya sebagai suatu tempat penyimpanan segala hal untuk teknik-teknik meditasi. Tentu saja, mereka mungkin memiliki teks lain yang memenuhi fungsi ini. Perluasan itu, di mana tidak ada yang secara terang-terangan bersifat sektarian, cenderung berada dalam pengulangan-pengulangan daripada isi dari latihan meditasi itu sendiri. Sesuai dengan semua ajaran awal tentang satipaṭṭhāna yang telah kita selidiki sejauh ini, Ekāyana Sūtra dengan kuat menekankan aspek samatha, sementara juga memberikan pertimbangan yang seharusnya pada vipassanā. | ||
| - | |||
| - | === 14.4 Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda === | ||
| - | |||
| - | Bagaimana teks ini dibentuk? Selain dari Sutta-sutta Satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Bukti menyatakan bahwa 14 latihan ini yang muncul pertama kali dalam Kāyagatāsati Sutta Theravāda dan belakangan digunakan untuk menggemukkan Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda. Apakah perubahan, jika ada, yang dibuat dengan dimasukkannya 14 latihan ini? | ||
| - | |||
| - | Kita telah melihat bahwa satipaṭṭhāna umumnya dilihat sangat dekat atau sama dengan ānāpānasati, | ||
| - | |||
| - | Sehubungan dengan unsur-unsur dan perenungan kematian, kita telah mencatat bahwa ini muncul berkelompok bersama di tempat lain dengan 31 bagian, sehingga lagi-lagi dimasukkannya mereka bukanlah masalah. | ||
| - | |||
| - | Perubahan utama dalam orientasi praktik adalah dimasukkannya bagian tentang pemahaman jernih dan posisi-posisi tubuh. Di tempat lain ini jelas berbeda dari satipaṭṭhāna sebagai meditasi. Dalam Saṁyutta mereka dipisah, dalam Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Dalam konteks Sutta-sutta sebagai suatu keseluruhan, | ||
| - | |||
| - | Pengulangan dalam *Satipaṭṭhāna Mūla mulanya terdiri atas perenungan internal/ | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Akibat lain dari pengulangan yang diperluas adalah bahwa masing-masing bagian, yang berakhir dengan ungkapan “seseorang berdiam tanpa bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia”, membawa semua jalan menuju Kearahattaan. Dengan demikian teks memiliki baik dimensi “horizontal”, | ||
| - | |||
| - | Bagian-bagian tentang perasaan dan pikiran adalah sama dengan semua versi lainnya. | ||
| - | |||
| - | Bagian tentang dhamma pada intinya diperpanjang; | ||
| - | |||
| - | > “Para bhikkhu, ketika seseorang memberikan perhatian yang tidak waspada, keinginan indera yang belum muncul menjadi muncul, dan keinginan indera yang telah muncul menjadi meningkat dan berkembang; keinginan jahat… kemalasan dan kelambanan… kegelisahan dan penyesalan… keragu-raguan yang belum muncul menjadi muncul, dan keragu-raguan yang telah muncul menjadi meningkat dan berkembang.” | ||
| - | |||
| - | > “Para bhikkhu, ketika seseorang memberikan perhatian yang waspada, faktor pencerahan perhatian yang belum muncul menjadi muncul, dan faktor pencerahan perhatian yang telah muncul menjadi terpenuhi melalui pengembangan; | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini adalah praktik yang sama seperti dalam Satipaṭṭhāna Sutta. Tema-tema yang sama muncul dalam lebih dari selusin teks dalam Bojjhaṅga-saṁyutta.((SN 46.2, 5, 7, 23, 24, 33, 34, 37, 39, 40, 49, 51, 52, 53, 55, 56. | ||
| - | )) Dalam Sarvāstivāda banyak dari teks-teks ini dikelompokkan tepat pada awal bab, yang menekankan tema ini bahkan lebih lagi. Bahkan ini sendiri dengan kuat menyatakan bahwa kelompok-kelompok unsur kehidupan dan alat media adalah suatu penambahan belakangan. Latihan-latihan vipassanā yang skematik bersifat sugestif ditempatkan //setelah// ditinggalkannya rintangan-rintangan tetapi //sebelum// pengembangan faktor-faktor pencerahan. Posisi biasanya adalah bahwa faktor-faktor pencerahan, yang sangat dekat dalam maknanya dengan samādhi, membawa pada ditinggalkannya rintangan-rintangan; | ||
| - | |||
| - | Terdapat faktor tertentu yang menyatakan bahwa enam alat indera lebih berada di rumah daripada lima kelompok unsur kehidupan. Pertama, seperti yang telah kita lihat, perhatian lebih secara karakteristik disebutkan bersama alat indera, dan alat indera muncul satu kali dalam Bojjhaṅga saṁyutta. Kedua, alat indera dimasukkan dalam versi-versi Sarvāstivāda dan Śāriputrābhidharma. Ketiga, cara pengungkapan perenungannya lebih sesuai dengan bagian-bagian tentang rintangan-rintangan dan faktor-faktor pencerahan. Saya masih yakin bahwa keduanya merupakan penyisipan yang belakangan, tetapi saya secara umum kurang yakin dalam kasus alat indera. | ||
| - | |||
| - | Terdapat ketidaksesuaian lainnya, yang tersirat di tempat lain, tetapi sangat terbukti di sini. Dalam setiap dari bagian lain, seperti yang telah kita lihat, tidak terdapat penyebutan eksplisit tentang ketidakkekalan, | ||
| - | |||
| - | Bagian dhamma dalam versi Majjhima ditutup dengan suatu pernyataan singkat tentang empat kebenaran mulia. Ini kemudian diperluas dengan panjang lebar dalam Mahā Satipaṭṭhāna Sutta dari Dīgha Nikāya.((DN 22. | ||
| - | )) Beberapa edisi Burma yang baru-baru ini telah menyisipkan kembali seluruh bagian dari Dīgha Nikāya ini kembali ke Majjhima Nikāya, dan bahkan mengakui pernyataan ini dengan mengubah judulnya menjadi “Mahā Satipaṭṭhāna Sutta”. Mungkin judul yang lebih baik adalah “Sutta Asli Tapi Palsu”. Inovasi kanonik ini luar biasa. Sementara adalah umum untuk sebuah kata atau ungkapan dimasukkan antara celah-celah, | ||
| - | )) Ini mungkin menunjuk pada edisi Konsili Kelima. | ||
| - | |||
| - | Terdapat sebuah karya Pali yang disebut Saṁgāyanapucchāvissajjanā yang memberikan tanya jawab tentang teks-teks yang diucapkan dalam Konsili, walaupun ia tidak mengatakan Konsili yang mana – agaknya ini adalah Konsili Kelima atau Keenam. Ini juga memasukkan “Mahā Satipaṭṭhāna Sutta” dalam Majjhima, dan memiliki keberanian untuk memastikan bahwa karena manfaatnya yang sangat besar bagi para meditator teks ini dibacakan “dua kali” “secara terperinci” oleh para penyunting pada masa-masa kuno. Sementara kebanyakan khotbah lain berhak untuk disebutkan dalam karya ini, Mahā (sic!) Satipaṭṭhāna Sutta dibedakan dengan merincikan isi dari latihan-latihan meditasi. | ||
| - | |||
| - | Kecondongan jelas yang sama tampak dalam versi Tipitaka online Vipassanā Research Institute (VRI). Di bawah daftar ini dari Majjhima Nikāya, hampir semua khotbah hanya diberikan daftarnya dengan judul mereka; tetapi Mahā (sic!) Satipaṭṭhāna Sutta lagi-lagi satu-satunya secara tersendiri memberikan daftar semua ketigapuluh satu bagiannya. Kecondongan meditatif dari mereka yang telah menyatukan bersama edisi-edisi Tipitaka sangat dikenal: penanya pada Konsili Keenam adalah Mahāsi Sayadaw, pendiri sistem meditasi “vipassanā kering”; dan Tipitaka VRI dibuat oleh para pengikut tradisi Goenka, aliran vipassanā utama lainnya. | ||
| - | |||
| - | Pendukung manipulasi kitab suci yang demikian hanya memiliki satu akibat yang baik: tidak ada yang dapat dengan masuk akal mempertahankan bahwa Tipitaka harus tetap tidak berubah sepanjang waktu. | ||
| - | |||
| - | Mahā Satipaṭṭhāna Sutta adalah satu-satunya khotbah penting dalam Dīgha Nikāya yang tidak ditemukan dalam Dīrgha Āgama Dharmaguptaka. Ini bukanlah hanya terlewatkan, | ||
| - | |||
| - | Satipaṭṭhāna Sutta memperlakukan empat kebenaran mulia dengan hanya menyatakan mereka. Dalam Sutta-sutta jenis rumusan ini sering menunjukkan, | ||
| - | |||
| - | Bahan baru terutama identik dengan Saccavibhaṅga Sutta.((MN 141. | ||
| - | )) Mahā Satipaṭṭhāna Sutta menambahkan suatu analisis yang panjang lebar dari kebenaran mulia kedua dan ketiga pada bahan Saccavibhaṅga Sutta. Ini distrukturkan di sekeliling rangkaian dhamma berikut, yang disebutkan untuk masing-masing alat indera: alat indera eksternal, alat indera internal, kesadaran, kontak, perasaan, persepsi, kehendak, keinginan, awal pikiran, kelangsungan pikiran. Saṁyutta Nikāya memasukkan daftar yang serupa, walaupun ia memiliki unsur-unsur dan kelompok-kelompok unsur kehidupan untuk dua anggota daftar itu, alih-alih awal dan kelangsungan pikiran. Beberapa Saṁyutta yang mengandung rangkaian ini hilang dari Saṁyukta Sarvāstivāda.((SN 18, SN 25, SN 26, SN 27. | ||
| - | )) Namun demikian, suatu daftar yang mirip, lagi-lagi dengan menghilangkan dua anggota terakhir, ditemukan dalam Satyavibhaṅga Sūtra Sarvāstivāda. Satu-satunya tempat di mana daftar Mahā Satipaṭṭhāna muncul secara kata demi kata dalam empat Nikāya adalah dalam “rangkaian pengulangan” yang dilampirkan pada Aṅguttara tujuh.((AN 7.80ff. | ||
| - | )) Bagian-bagian demikian adalah bersifat belakangan, dan dalam kasus saat ini keseluruhan bacaan diabaikan oleh komentar. | ||
| - | |||
| - | Daftar ini adalah suatu bentuk yang diperluas dari analisis psikologis atas proses kesadaran yang pertama kali dinyatakan dalam khotbah ketiga, Ādittapariyāya Sutta, dan diulangi berulang kali tak terhitung setelahnya. Akhirnya, rangkaian ini akan berevolusi menjadi // | ||
| - | |||
| - | Tidak perlu dikatakan, kebanyakan dari bahan baru dalam Mahā Satipaṭṭhāna Sutta adalah berorientasi vipassanā, yang melanjutkan kecenderungan yang telah kita amati secara konsisten dalam perkembangan teks-teks satipaṭṭhāna dalam kanon Pali. Namun demikian, penguraian kebenaran-kebenaran, | ||
| - | |||
| - | Nilai penting Mahā Satipaṭṭhāna Sutta dapat dipahami untuk memecahkan struktur Dīgha Nikāya sebagai suatu keseluruhan. Ajaran yang paling otentik dan sering diulangi dalam Dīgha berangkat dari jantung inti dari praktik Dhamma. Dalam pembahasan GIST kita melihat bahwa, dengan mengabaikan Brahmajāla Sutta, Dīgha Nikāya memulai dengan serangkaian dari dua belas khotbah yang menguraikan pelatihan bertahap secara terperinci, termasuk empat jhāna. Ini akan menghantam kepala para murid Dīgha berkali-kali sebagai jalan pelatihan. Kenyataannya GIST mengatakan bahwa bagian ini merupakan inti awal mula di mana Dīgha dibentuk. Dengan demikian keseluruhan Dīgha mungkin memulai sebagai sebuah panduan jhāna. | ||
| - | |||
| - | Terdapat sedikit bahan vipassanā dalam Dīgha. Sebuah contoh yang mengejutkan dari hal ini adalah jarangnya tentang lima kelompok unsur kehidupan. Dengan mengabaikan Mahā Satipaṭṭhāna Sutta, meditasi terhadap kelompok-kelompok unsur kehidupan disebutkan hanya dalam konteks legenda dari Mahāpadāna Sutta. Di tempat lain kelompok-kelompok unsur kehidupan mendapatkan hanya pernyataan sederhana dalam kompilasi proto-abhidhamma seperti Saṅgīti and Dasuttara Sutta. | ||
| - | |||
| - | Para penyusun Dīgha Nikāya Theravāda berharap untuk memasukkan lebih banyak bahan vipassanā untuk menyeimbangkan penekanan samādhi yang kuat. Sekarang, terdapat tiga teks yang memperlakukan praktik perhatian secara detail dalam Majjhima: Satipaṭṭhāna Sutta, Ānāpānasati Sutta, dan Kāyagatāsati Sutta. Dua yang terakhir jelas menekankan samādhi, sehingga dalam memilih mana dari ketiganya untuk “dipromosikan” pada Dīgha para penyusun memilih teks yang paling berorientasi vipassanā dan mengisinya dengan bahan vipassanā yang lebih jauh untuk memperbaiki ketidakseimbangan Dīgha Nikāya sebagai suatu keseluruhan. Dan dalam konteks, ini paling masuk akal. Tetapi ketika khotbah itu dipisahkan dari konteksnya dan diperlakukan sebagai sebuah cetak biru untuk sebuah teknik meditasi yang berbeda dari, bahkan lebih unggul dari, praktik samādhi yang umum, sebuah pergeseran penekanan menjadi sebuah penyimpangan yang radikal atas maknanya. | ||
| - | |||
| - | Kita dapat berpikir lebih tepat tentang masa pembentukan Mahā Satipaṭṭhāna Sutta. Kita telah mencatat bahwa ia tidak ada dalam Dīrgha Sarvāstivāda dan Dharmaguptaka. Aliran-aliran ini memisahkan diri setelah masa Aśoka. Misi Sri Lanka tiba pada periode Aśoka, dan Theravāda berbasis pada pulau itu sejak saat itu.((Markas besar Theravāda pasti telah ada di Sri Lanka sejak masa yang lebih awal, karena sebuah prasasti di Nagarjunikonda di India Selatan menunjuk pada sebuah vihara milik “para guru Theravādin dari Sri Lanka”. Schopen 1997, hal. 5. | ||
| - | )) Mempertimbangkan kedekatan ajaran dan tekstual mereka, Theravāda dan Dharmaguptaka sebenarnya hanyalah cabang Utara dan Selatan, atau Gandhāri dan Sinhala, dari aliran yang sama. | ||
| - | |||
| - | Ini membangkitkan kemungkinan bahwa pengeditan terakhir Nikāya-nikāya Pali dilakukan di negeri Sri Lanka. Kemungkinan ini disampaikan oleh Oliver Abeynayake dalam artikelnya “Sri Lanka’s Contribution to the Development of the Pali Canon.”((Abeynayake, | ||
| - | )) Merangkumkan beberapa poinnya, banyak dari Parivāra Vinaya disusun di Sri Lanka. Sebagai tambahan, restrukturisasi Vinaya Piṭaka, dari bentuk awal dari Bhikkhu Vibhaṅga dan Bhikkhunī Vibhaṅga yang terbukti dalam semua aliran termasuk Culavagga Vinaya Theravāda itu sendiri, menjadi pengelompokan yang sekarang bersama dengan baris-baris dari “Pārājika Pali” dan “Pācittiya Pali” adalah bersifat unik pada Sri Lanka, dan mungkin masuk akal dianggap sebagai suatu perkembangan Sinhala. Beberapa bagian dari Khuddaka Nikāya, termasuk Khuddakapāṭha, | ||
| - | |||
| - | Namun, meskipun bukti yang kuat ini, beberapa syair dimasukkan dalam versi Sanskrit. Ini mengandung syair “Terdapat delapan bagian dari relik-relik…” dan yang ada pada relik gigi. Paling mustahil bahwa suatu penyusunan Sinhala menemukan jalannya ke dalam suatu teks Sanskrit di bagian utara dari India, sehingga mungkin syair-syair ini ditambahkan di India bagaimana pun. Tetapi syair-syair yang belakangan, yang memulai dengan “Dengan kekuatan mereka bumi yang subur ini…”, tidak ada dalam versi Sanskrit, dan mungkin benar ditambahkan di Sri Lanka. | ||
| - | |||
| - | Poin terakhir mungkin tidak langsung berhubungan dengan masa Mahā Satipaṭṭhāna. Syair-syair penutup dari Mahā Parinibbāna Sutta secara menonjol merupakan irama-irama yang belakangan seperti // | ||
| - | )) Teks hagiografis ini ditemukan dalam Majjhima Sarvāstivādin dan dalam Dīgha Theravāda, tetapi tidak dalam Dīgha Dharmaguptaka atau Sarvāstivāda. Oleh sebab itu ia pasti telah dipindahkan dari Majjhima ke Dīgha setelah perpecahan Dharmaguptaka, | ||
| - | )) Komentar mengatakan syair-syair ditambahkan oleh Yang Mulia Ānanda. Walaupun ini tidak dapat diterima sebagai benar secara harfiah, ini menyatakan para komentator menyadari bahwa syair-syair itu ditambahkan belakangan dan oleh tangan yang berbeda. Mereka seharusnya dianggap berasal dari para bhikkhu yang mengikuti tradisi ketaatan Ānanda. Syair-syair ini sama dalam gaya pada syair-syair penutup Mahā Parinibbāna Sutta, di mana komentar mengatakan ditambahkan di Sri Lanka. Mempertimbangkan hal ini, dan juga sifat belakangan yang nyata dari syair-syair itu dan penghilangan dari Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Kita kemudian mungkin bertanya kapan penambahan ini terjadi. Tidak ada bukti langsung, tetapi kita dapat mencari pasak yang cocok untuk menempelkan mereka. Setelah perkenalan teks-teks Buddhis pada masa Aśoka, aktivitas kesusasteraan pertama yang sangat penting di Sri Lanka adalah selama kekuasaan Vaṭṭagāminī. Pada waktu itu, disebabkan oleh perang dengan para Tamil, silsilah pewarisan oral dari Tipitaka hampir terputus. Sangha membuat keputusan penting untuk menuliskan Tipitaka, dengan memastikan bahwa studi dan pelestarian teks-teks lebih penting daripada praktik dari isinya (sebuah keputusan yang telah menetapkan agenda bagi Theravāda sampai saat ini). Menurut pendapat sarjana masa kini ini sekitar tahun 20 SM. Saya menyatakan bahwa inilah saat Mahā Satipaṭṭhāna Sutta diciptakan. | ||
| - | |||
| - | Terdapat suatu efek samping yang disayangkan dari jenis analisis tekstual ini. Adalah sulit untuk mendekonstruksi teks-teks kuno, yang banyak diedit seperti kitab-kitab Buddhis. Terdapat banyak baris kesalahan, keganjilan, dan ketidakjelasan jika seseorang berharap untuk melihatnya. Tetapi apa yang kita lakukan – menghancurkan istana dan meninggalkan tumpukan reruntuhan? Ini juga tidak benar terhadap teks-teks, karena, bagaimana pun, Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 15: Sang Sumber ==== | ||
| - | |||
| - | Penyelesaian saya adalah untuk menyajikan sebuah rekonstruksi dari mana bahan sumber otentik Satipaṭṭhāna Sutta berasal. Tentu saja ini problematis, | ||
| - | |||
| - | Tabel berikut merangkum isi satipaṭṭhāna. Ia menunjukkan untaian kelanjutan dan ketidaklanjutan antara edisi-edisi. Tabel itu tidak membedakan antara Dīgha dan Majjhima Theravāda. | ||
| - | |||
| - | Prinsip dasar dalam pengeditan *Satipaṭṭhāna Mūla adalah sederhana. Kita memiliki tujuh teks awal yang mengajarkan satipaṭṭhāna secara terperinci. Teks-teks ini memiliki banyak kesamaan yang umum. Penjelasan terbaik untuk hal ini adalah mereka diturunkan dari sebuah sumber bersama. Isi yang paling mungkin dari sumber ini adalah bahan yang digunakan bersama yang ditemukan dalam masing-masing teks. | ||
| - | |||
| - | Namun, kita tidak dapat secara otomatis menganggap bahwa bahan yang tidak digunakan bersama adalah belakangan. Sebagai contoh, Abhidhamma selalu menghilangkan perumpamaan-perumpamaan, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 15.1: Bahan Satipaṭṭhāna** | ||
| - | |||
| - | ^ | ||
| - | |**Tubuh** | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |**Perasaan** | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |**Pikiran** | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |**Dhamma** | ||
| - | | |7 faktor pencerahan | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |**Pengulangan**|Internal/ | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | | | ||
| - | |||
| - | ^**Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda**^**Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda**^**Ekāyana Sūtra** | ||
| - | |Ānāpānasati | ||
| - | |4 posisi tubuh |Pemahaman jernih | ||
| - | |Pemahaman jernih | ||
| - | |Bagian-bagian tubuh | ||
| - | |4 unsur | ||
| - | |Tanah pekuburan | ||
| - | | |Persepsi cahaya | ||
| - | | |Landasan peninjauan kembali | ||
| - | | |Bagian-bagian tubuh | | | | ||
| - | | |6 unsur | | | | ||
| - | | |Tanah pekuburan | ||
| - | | | | ||
| - | |Menyenangkan/ | ||
| - | |Duniawi/ | ||
| - | | |Duniawi/ | ||
| - | | |Sensual/ | ||
| - | | | | ||
| - | |Serakah | ||
| - | |Marah | ||
| - | |Terdelusi | ||
| - | |Mengerut | ||
| - | |Agung | ||
| - | |Melampaui | ||
| - | |Samādhi | ||
| - | |Terbebaskan | ||
| - | | |Samādhi | ||
| - | | |Terbebaskan | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | | | | ||
| - | |5 rintangan | ||
| - | |5 kelompok unsur kehidupan | ||
| - | |6 alat indera | ||
| - | |7 faktor pencerahan | ||
| - | |4 kebenaran mulia | ||
| - | | | | ||
| - | |Internal/ | ||
| - | |Muncul/ | ||
| - | |Pengetahuan | ||
| - | |Ketidakbergantungan | ||
| - | |||
| - | Dengan mengambil hanya bahan yang sama, kita berakhir dengan sebuah teks yang, sebagai akibatnya, sangat banyak kemiripan dengan Vibhaṅga Abhidhamma Theravāda, minus bahan Abhidhamma. Saya telah menunjukkan dalam pembahasan dari teks ini bahwa ia dengan menyegarkan bebas dari anomali-anomali dan masalah-masalah yang ditemukan di tempat lain. | ||
| - | |||
| - | *Satipaṭṭhāna Mūla bukanlah secara otomatis dihasilkan dengan menganggap bahwa kesesuaian teks-teks “pasti” merupakan inti awal mulanya. Saya telah mempertimbangkan kesesuaian internal dari bahan itu, hubungan antartekstual dengan sisa kitab-kitab, | ||
| - | |||
| - | Tradisi menyediakan kita dengan suatu penjelasan rasional bagaimana Sutta-sutta Satipaṭṭhāna menjadi bentuknya yang saat ini; yaitu, mereka diucapkan oleh Sang Buddha dan dipertahankan kata perkata oleh tradisi-tradisi. Itu mungkin demikian. Namun, saya menemukan ini tidak masuk akal, karena penjelasan tradisional tidak dapat dipercaya untuk perbedaan antara teks-teks yang ada. Jika saya berharap memberikan suatu alternatif, saya harus menyediakan sebuah pertunjukan bagaimana Sutta-sutta Satipaṭṭhāna dapat berevolusi yang: 1) rasional; 2) sesuai dengan metodologi historis kritis; 3) bertanggung jawab secara sistematis atas teks-teks yang ada tentang satipaṭṭhāna; | ||
| - | |||
| - | Saya menyajikan rekonstruksi saya secara lengkap, tanpa penghilangan bunyi yang biasanya, untuk membuatnya seeksplisit mungkin. Namun, pertama-tama, | ||
| - | |||
| - | **Latar:** Saya pikir latar awal mula adalah di Kammassadamma, | ||
| - | |||
| - | **Pendengar: | ||
| - | |||
| - | **Jalan menuju yang satu:** Saya memiliki keraguan tentang hal ini, karena saya berpikir bukti dari Saṁyutta-saṁyutta menyatakan bahwa ia dimaksudkan untuk suatu konteks Brahmanis secara khusus, dan yang tidak ada dalam *Satipaṭṭhāna Mūla. Namun, saya tunduk pada kesepahaman dari tiga Sutta utama dan memasukkannya. | ||
| - | |||
| - | **Rumusan pelengkap: | ||
| - | |||
| - | **Internal/ | ||
| - | |||
| - | **Perenungan tubuh:** Saya memasukkan perumpamaan, | ||
| - | |||
| - | **Pengulangan: | ||
| - | |||
| - | **Penutup: | ||
| - | |||
| - | === *Satipaṭṭhāna Mūla === | ||
| - | |||
| - | Inilah jalan menuju yang satu, para bhikkhu dan bhikkhuni, untuk pemurnian makhluk-makhluk, | ||
| - | |||
| - | Di sini, seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh secara internal, ia berdiam merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh secara eksternal, ia berdiam merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh secara internal dan eksternal – dengan tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan keinginan dan penolakan terhadap dunia. Ia berdiam merenungkan sebuah perasaan di dalam perasaan-perasaan secara internal, ia berdiam merenungkan sebuah perasaan di dalam perasaan-perasaan secara eksternal, ia berdiam merenungkan sebuah perasaan di dalam perasaan-perasaan secara internal dan eksternal – dengan tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan keinginan dan penolakan terhadap dunia. Ia berdiam merenungkan sebuah pikiran di dalam pikiran secara internal, ia berdiam merenungkan sebuah pikiran di dalam pikiran-pikiran secara eksternal, ia berdiam merenungkan sebuah pikiran di dalam pikiran-pikiran secara internal dan eksternal – dengan tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan keinginan dan penolakan terhadap dunia. Ia berdiam merenungkan sebuah dhamma di dalam dhamma-dhamma secara internal, ia berdiam merenungkan sebuah dhamma di dalam dhamma-dhamma secara eksternal, ia berdiam merenungkan sebuah dhamma di dalam dhamma-dhamma secara internal dan eksternal – dengan tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan keinginan dan penolakan terhadap dunia. | ||
| - | |||
| - | Dan bagaimanakah, | ||
| - | |||
| - | Di sini, seorang bhikkhu atau bhikkhuni meninjau tubuh ini juga dari telapak kaki dan ke bawah dari ujung rambut, dibungkus oleh kulit dan penuh dengan berbagai jenis kekotoran demikian: “Dalam tubuh ini terdapat rambut kepala, rambut tubuh, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum tulang, ginjal, jantung, hati, limpa, paru-paru, rongga di antara dada dan perut, usus besar, usus kecil, isi perut, tinja, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak lemak, ludah, ingus, minyak sendi, dan air seni.” Bagaikan jika terdapat sebuah kantong dengan lubang terbuka di kedua ujungnya, penuh dengan berbagai jenis padi-padian, | ||
| - | |||
| - | Perhatian terhadap tubuh dikembangkan dengan baik demi kepentingan pengetahuan dan penglihatan. Seseorang berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. Itulah bagaimana seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh. | ||
| - | |||
| - | Dan lebih jauh, para bhikkhu dan bhikkhuni, bagaimanakah seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah perasaan di dalam perasaan-perasaan? | ||
| - | |||
| - | Di sini, ketika merasakan suatu perasaan yang menyenangkan seorang bhikkhu atau bhikkhuni memahami: “Aku merasakan suatu perasaan yang menyenangkan.” Ketika merasakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan.” Ketika merasakan suatu perasaan yang bukan menyenangkan ataupun bukan tidak menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan yang bukan menyenangkan ataupun bukan tidak menyenangkan.” | ||
| - | |||
| - | Ketika merasakan suatu perasaan duniawi yang menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan duniawi yang menyenangkan.” Ketika merasakan suatu perasaan spiritual yang menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan spiritual yang menyenangkan.” | ||
| - | |||
| - | Ketika merasakan suatu perasaan duniawi yang tidak menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan duniawi yang tidak menyenangkan.” Ketika merasakan suatu perasaan spiritual yang tidak menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan spiritual yang tidak menyenangkan.” | ||
| - | |||
| - | Ketika merasakan suatu perasaan duniawi yang bukan menyenangkan ataupun bukan tidak menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan duniawi yang bukan menyenangkan ataupun bukan tidak menyenangkan.” Ketika merasakan suatu perasaan spiritual yang bukan menyenangkan ataupun bukan tidak menyenangkan ia memahami: “Aku merasakan suatu perasaan spiritual yang bukan menyenangkan ataupun bukan tidak menyenangkan.” | ||
| - | |||
| - | Perhatian terhadap perasaan-perasaan dikembangkan dengan baik demi kepentingan pengetahuan dan penglihatan. Seseorang berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. Itulah bagaimana seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah perasaan di dalam perasaan-perasaan. | ||
| - | |||
| - | Dan lebih jauh, para bhikkhu dan bhikkhuni, bagaimanakah seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah pikiran di dalam pikiran? | ||
| - | |||
| - | Di sini seorang bhikkhu atau bhikkhuni memahami pikiran dengan nafsu sebagai “pikiran dengan nafsu”. Ia memahami pikiran tanpa nafsu sebagai “pikiran tanpa nafsu”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran dengan kemarahan sebagai “pikiran dengan kemarahan”. Ia memahami pikiran tanpa kemarahan sebagai “pikiran tanpa kemarahan”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran dengan delusi sebagai “pikiran dengan delusi”. Ia memahami pikiran tanpa delusi sebagai “pikiran tanpa delusi”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran yang mengerut sebagai “pikiran yang mengerut”. Ia memahami pikiran yang bingung sebagai “pikiran yang bingung”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran yang agung sebagai “pikiran yang agung”. Ia memahami pikiran yang tidak agung sebagai “pikiran yang tidak agung”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran yang melampaui sebagai “pikiran yang melampaui”. Ia memahami pikiran yang tidak melampaui sebagai “pikiran yang tidak melampaui”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran dalam samādhi sebagai “pikiran dalam samādhi”. Ia memahami pikiran yang tidak dalam samādhi sebagai “pikiran yang tidak dalam samādhi”. | ||
| - | |||
| - | Ia memahami pikiran yang terbebaskan sebagai “pikiran yang terbebaskan”. Ia memahami pikiran yang tidak terbebaskan sebagai “pikiran yang tidak terbebaskan”. | ||
| - | |||
| - | Perhatian terhadap pikiran dikembangkan dengan baik demi kepentingan pengetahuan dan penglihatan. Seseorang berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. Itulah bagaimana seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah pikiran di dalam pikiran. | ||
| - | |||
| - | Dan lebih jauh, para bhikkhu dan bhikkhuni, bagaimana seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah dhamma di dalam dhamma-dhamma? | ||
| - | |||
| - | Di sini, ketika terdapat keinginan indera dalam dirinya, seorang bhikkhu atau bhikkhuni memahami: “Terdapat keinginan indera dalam diriku”. Ketika tidak terdapat keinginan indera dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat keinginan indera dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan keinginan indera yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ditinggalkannya keinginan indera yang telah muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ketidakmunculan di masa depan keinginan indera yang belum muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat kemarahan dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat kemarahan dalam diriku”. Ketika tidak terdapat kemarahan dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat kemarahan dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan kemarahan yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ditinggalkannya kemarahan yang telah muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ketidakmunculan di masa depan kemarahan yang belum muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat kemalasan dan kelambanan dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat kemalasan dan kelambanan dalam diriku”. Ketika tidak terdapat kemalasan dan kelambanan dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat kemalasan dan kelambanan dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan kemalasan dan kelambanan yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ditinggalkannya kemalasan dan kelambanan yang telah muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ketidakmunculan di masa depan kemalasan dan kelambanan yang belum muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat kegelisahan dan penyesalan dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat kegelisahan dan penyesalan dalam diriku”. Ketika tidak terdapat kegelisahan dan penyesalan dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat kegelisahan dan penyesalan dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan kegelisahan dan penyesalan yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ditinggalkannya kegelisahan dan penyesalan yang telah muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ketidakmunculan di masa depan kegelisahan dan penyesalan yang belum muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat keragu-raguan dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat keragu-raguan dalam diriku”. Ketika tidak terdapat keragu-raguan dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat keragu-raguan dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan keragu-raguan yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ditinggalkannya keragu-raguan yang telah muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana ketidakmunculan di masa depan keragu-raguan yang belum muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan perhatian dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan perhatian dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan perhatian dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan perhatian dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan perhatian yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan perhatian yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan penyelidikan dhamma dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan penyelidikan dhamma dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan penyelidikan dhamma dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan penyelidikan dhamma dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan penyelidikan dhamma yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan penyelidikan dhamma yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan semangat dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan semangat dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan semangat dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan semangat dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan semangat yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan semangat yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan kegiuran dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan kegiuran dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan kegiuran dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan kegiuran dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan kegiuran yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan kegiuran yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan ketenangan dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan ketenangan dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan ketenangan dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan ketenangan dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan ketenangan yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan ketenangan yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan samādhi dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan samādhi dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan samādhi dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan samādhi dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan samādhi yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan samādhi yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Ketika terdapat faktor pencerahan keseimbangan dalam dirinya, ia memahami: “Terdapat faktor pencerahan keseimbangan dalam diriku”. Ketika tidak terdapat faktor pencerahan keseimbangan dalam dirinya, ia memahami: “Tidak terdapat faktor pencerahan keseimbangan dalam diriku”. Dan ia memahami bagaimana kemunculan faktor pencerahan keseimbangan yang belum muncul terjadi. Dan ia memahami bagaimana pemenuhan melalui pengembangan faktor pencerahan keseimbangan yang telah muncul terjadi. | ||
| - | |||
| - | Perhatian terhadap dhamma-dhamma dikembangkan dengan baik demi kepentingan pengetahuan dan penglihatan. Seseorang berdiam tidak bergantung, tidak menggenggam apa pun di dunia. Itulah bagaimana seorang bhikkhu atau bhikkhuni berdiam merenungkan sebuah dhamma di dalam dhamma-dhamma. | ||
| - | |||
| - | Inilah jalan menuju yang satu, para bhikkhu dan bhikkhuni, untuk pemurnian makhluk-makhluk, | ||
| - | |||
| - | %%**%%* | ||
| - | |||
| - | Jika ini dekat dengan bentuk asal mula dari Satipaṭṭhāna Sutta, apakah ia memberitahukan kita tentang metode satipaṭṭhāna? | ||
| - | |||
| - | Mulai dari tubuh. Inilah di mana kita dibelenggu pada dorongan paling dasar kita: seks dan makanan. Kita berusaha bermeditasi, | ||
| - | |||
| - | Gambaran tubuh dalam pikiran kita menjadi sangat halus; sedemikian halus sehingga aspek //batin// dari pengalaman //fisik// menjadi menonjol. Ia selalu ada di sana, tetapi kita tidak memperhatikannya. Kita sedang berpindah ke dalam perenungan terhadap perasaan. Perasaan terkenal samar-samar dan mudah berubah: perasaan jasmani cenderung dikalahkan oleh sentuhan fisik yang merangsangnya, | ||
| - | |||
| - | Pikiran berdiam lebih jauh ke dalam kebahagiaan ini, dengan menjadi lebih nyaman dan lebih dipercaya sebenarnya. Perlahan-lahan kesadaran terbuka: pikiran // | ||
| - | |||
| - | Selama ini kita memiliki suatu kesadaran bermata jernih atas berbagai perasaan dan keadaan pikiran yang berbeda-beda yang secara langsung muncul dalam kesadaran. Dalam perenungan terhadap dhamma kita menjadi sadar tidak hanya kemunculan, tetapi juga ketiadaan; dan ini suatu hal yang lebih dalam, karena dalam melihat ketiadaan seseorang melihat ketidakkelan. Tetapi kemudian praktik itu masih menggali lebih dalam. Selidikilah //mengapa// pikiran seperti itu. Apakah bermanfaat bagi meditasi, dan apakah bersifat merintangi? Bagaimana kualitas-kualitas ini muncul, mengapa kita terjebak dalam pola-pola yang tidak bermanfaat, bagaimana kita dapat melepaskannya? | ||
| - | |||
| - | Dalam perenungan tubuh, kita menerapkan diri kita sendiri sebagai objek meditasi. Di sini, kita pada dasarnya hanya mengikuti petunjuk-petunjuk meditasi. Perlahan-lahan kita melihat perasaan yang lebih halus dan keadaan pikiran lebih jelas, dan selama praktik menjadi matang seseorang memasuki jhāna. Pada awalnya ini akan menjadi masalah tembak-dan-meleset. Tetapi selama kita mengulangi praktik terus-menerus kita memahami mengapa pikiran kadangkala damai dan kadangkala tidak. Ketika kebijaksanaan menjadi lebih dalam, samādhi menjadi lebih dapat diandalkan. Ini adalah proses utama yang disadari, yang paling jelas dan kuat dalam kesadaran spiritual kita, sehingga mereka secara alami membawa pada pemahaman sifat dari pengalaman yang berkondisi secara umum. Dalam perenungan terhadap dhamma, samatha matang ke dalam vipassanā. Keseluruhan proses sedemikian alami sehingga menyesatkan untuk menyebutnya sebuah “metode”. Seseorang tidak dengan sengaja menerapkan suatu pola yang dibuat-buat, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 16: Sarvāstivāda & Theravāda ==== | ||
| - | |||
| - | Kita sekarang memperlebar pusat perhatian, dengan mempertimbangkan suatu pernyataan yang dibuat lebih awal, bahwa analisis satipaṭṭhāna ini memungkinkan kit membuat kesimpulan yang dapat diuji tentang perkembangan ajaran. Dalam bab ini kita dapat mempertimbangkan beberapa bahan yang tidak digunakan bersama, yang mungkin bersifat sektarian, dalam khotbah-khotbah dua aliran utama yang teks-teksnya sebagian besar tersedia bagi kita, yaitu Sarvāstivāda dan Theravāda, dan juga beberapa perkembangan dalam masa Abhidhamma. Maka secara historis, kita di sini tertarik dalam periode Aśoka dan periode berikutnya. Upaya dibuat untuk memasukkan beberapa perspektif tentang bagaimana agama [Buddha] sebagai suatu keseluruhan berevolusi pada masa ini. Bab berikutnya akan melihat periode yang lebih belakangan dari Buddhisme India. | ||
| - | |||
| - | === 16.1 Theravāda dan Vipassanā === | ||
| - | |||
| - | Kita telah menyatakan bahwa perbedaan dalam karakter aliran-aliran yang muncul dicerminkan dalam perbedaan orientasi dalam versi-versi Satipaṭṭhāna Sutta mereka. Mahā Satipaṭṭhāna Sutta bergerak menuju suatu cara pandang proto-abhidhamma, | ||
| - | )) yang adalah salah satu dari hanya sedikit khotbah dalam Majjhima Nikāya yang belum ditemukan sejauh ini dalam Āgama-āgama yang ada. Di sana, Sang Buddha memuji Yang Mulia Sāriputta, yang secara khusus dihubungkan dengan aliran Theravāda, atas praktik pengetahuan analitisnya berdasarkan delapan pencapaian. Sebagai tambahan pada faktor-faktor jhāna yang biasanya, khotbah itu mengandung suatu daftar panjang unik dari faktor-faktor mental yang menariknya bergaya Abhidhammik; | ||
| - | |||
| - | Contoh lain dilengkapi oleh Chachakka Sutta.((MN 148/MA 86. | ||
| - | )) Versi Theravāda adalah salah satu teks yang paling jelas murni berhubungan dengan pandangan terang dalam kanon. Keluwesan bentuk dan kedalaman isinya membantah keotentikannya. Enam kelompok dari enam dhamma yang memberikan khotbah itu judul mirip dengan penguraian dari kebenaran mulia kedua dan ketiga dalam Mahā Satipaṭṭhāna Sutta, yang menyatakan suatu landasan Abhidhamma. Versi Theravāda merayakan khotbah itu dengan mengatakan 60 orang bhikkhu mencapai Kearahattaan pada penutupnya. Rincian ini hilang dari Sarvāstivāda, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Kita telah menunjuk pada Mahā Hatthipadopama, | ||
| - | )) Khotbah ini adalah salah satu dari perlakuan yang paling terperinci atas unsur-unsur dalam Sutta-sutta awal. Walaupun versi Theravāda dan Sarvāstivāda sangat mirip, terdapat sedikit perbedaan sektarian. Terdapat beberapa anomali pengeditan dalam Theravāda yang menyatakan bahwa Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Dan di mana kedua versi mendorong seseorang untuk menghindari kemarahan dengan merenungkan tentang perumpamaan gergaji, Sarvāstivāda melengkapi ini dengan menambahkan bacaan tentang pemancaran cinta kasih universal, suatu rincian yang tidak ada dalam Theravāda.((MN 28.9. | ||
| - | )) Jadi walaupun kedua versi menyatakan baik samatha dan vipassanā terdapat sedikit perbedaan dalam orientasinya. | ||
| - | |||
| - | Perbedaan kecil lainnya dapat diperhatikan dalam rincian bagaimana proses persepsi digambarkan.((MN 28.27. | ||
| - | )) Masing-masing memberikan tiga kondisi untuk munculnya kesadaran; tetapi Sarvāstivāda tidak menyajikan ketiganya sebagai ada atau tidak ada bersamaan, sedangkan Theravāda menyajikan kasus-kasus di mana beberapa kondisi dapat ada atau tidak ada. Ini adalah bacaan yang unik, seringkali dikutip, dan uraiannya menyatakan suatu perkembangan Abhidhammik yang belakangan, walaupun buktinya kurang kuat dibandingkan dalam kasus Anupada Sutta. Akan menarik untuk melihat apakah perbedaan khusus dikembangkan dalam Abhidhamma masing-masing. | ||
| - | |||
| - | Cara pandang sektarian lebih jauh muncul pada akhirnya. Theravāda mengakhiri hanya dengan mengatakan berakhirnya keserakahan, | ||
| - | |||
| - | Khotbah-khotbah demikian menunjukkan suatu kecenderungan yang sedang tumbuh. Tidak hanya terdapat suatu pergeseran dalam penekanan dari samatha ke vipassanā, tetapi sifat vipassanā itu sendiri berubah. Khotbah-khotbah awal memperlakukan vipassanā sebagai pemahaman prinsip-prinsip dhamma, bukan sebagai informasi yang diakumulasikan. Mereka tidak memperlakukan vipassanā sehubungan dengan suatu analisis menyeluruh atas suatu kumpulan fenomena pikiran/ | ||
| - | |||
| - | Teks-teks demikian dirumuskan oleh Theravādin secara khusus untuk mengesahkan arah baru mereka. Yaitu untuk mengatakan, ini bukanlah bahwa meditasi “vipassanā kering” Theravādin adalah otentik karena ia diajarkan dalam Satipaṭṭhāna Sutta, tetapi bahwa Satipaṭṭhāna Sutta dikumpulkan untuk membuktikan perpindahan menuju pandangan terang kering. Tentu saja, kita harus memberikan para guru dari masa kuno manfaat dari keraguan. Mereka agaknya percaya mereka “menarik” implikasi dari bahan Sutta yang bersifat embrio yang mereka edit. | ||
| - | |||
| - | Setelah mengidenfikasi kecenderungan ini, dan setelah menunjukkannya dengan tepat pada Theravāda yang mulai lahir, ia dapat kemudian digunakan sebagai suatu contoh. Ajaran-ajaran dalam Sutta-sutta yang sangat analitis dan menunjukkan gaya Abhidhamma Theravādin dari perulangan yang sistematis dan rumit mungkin belakangan. Dengan demikian analisis kita menyediakan kita dengan alat bantu interpretif yang lebih jauh. | ||
| - | |||
| - | === 16.2 Sarvāstivāda and Samādhi === | ||
| - | |||
| - | Jika penekanan Theravādin terhadap vipassanā seperti yang dibuktikan dalam turunan Satipaṭṭhāna Sutta mereka dengan halus dapat dilihat dalam kanon Pali, demikian juga penekanan Sarvāstivādin terhadap samādhi tampak dalam Madhyama Āgama mereka. Sejumlah khotbah yang menarik dengan tanpa sumber Pali yang sama berhubungan dengan jhāna. Teks-teks ini sangat sedikit diketahui sehingga ia layak dirangkum di sini. | ||
| - | |||
| - | == 16.2.1 Pembebasan Bergantungan == | ||
| - | |||
| - | MA 44, MA 54, dan MA 55 menyajikan versi dari kerangka ajaran yang saya sebut “pembebasan bergantungan”, | ||
| - | |||
| - | **MA 44:** Perhatian & pemahaman jernih((Untuk membantu perbandingan, | ||
| - | )) → perlindungan kemampuan indera → perlindungan sila → tanpa-penyesalan → kegembiraan → kegiuran → kebahagiaan → samādhi → pengetahuan & penglihatan atas hal-hal sebagaimana adanya → kejenuhan → memudarnya nafsu → pembebasan → Nibbana.((Cp. AN 5.24, 5.168, 6.50, 7.61, 8.81, 10.3–5, 11.3–5. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **MA 54:** Menghormati dan menghadiri → mendekati → mendengarkan Dhamma yang benar → memberikan telinga((Mandarin memiliki “landasan-telinga”. | ||
| - | )) → perenungan atas makna dari Dhamma → mempelajari Dhamma dalam hati((Mandarin memiliki “menerima dan mendengarkan dhamma”. | ||
| - | )) → membacakan ulang → penerimaan melalui perenungan((Mandarin memiliki “perenungan dengan kesabaran”, | ||
| - | )) → keyakinan → perenungan benar((Mungkin //yoniso manasikāra//, | ||
| - | )) → perhatian & pemahaman jernih → perlindungan kemampuan indera → perlindungan sila → tanpa-penyesalan → kegembiraan → kegiuran → kebahagiaan → samādhi → pengetahuan & penglihatan atas hal-hal sebagaimana adanya → kejenuhan → memudarnya nafsu → pembebasan → Nibbana.((Cp. MN 95. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **MA 55:** Ketidaktahuan → aktivitas-aktivitas konseptual → kesadaran → nama & bentuk → enam indera → kontak → perasaan → keinginan → kemenjadian → kelahiran → usia tua & kematian → penderitaan → keyakinan → perenungan benar → perhatian & pemahaman jernih → perlindungan kemampuan indera → perlindungan sila → tanpa-penyesalan → kegembiraan → kegiuran → kebahagiaan → samādhi → pengetahuan & penglihatan atas hal-hal sebagaimana adanya → kejenuhan → memudarnya nafsu → pembebasan → Nibbana.((Cp. SN 12.23. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | == 16.2.2 Ajaran-ajaran Anuruddha == | ||
| - | |||
| - | Dalam Majjhima Nikāya Theravāda, Yang Mulia Anuruddha muncul dalam sedikit khotbah, khususnya yang berhubungan dengan samādhi, tetapi ia hanya menyampaikan satu khotbah yang panjang lebar. Dimasukkannya tiga khotbah utama tambahan oleh Anuruddha, seorang bijaksana tipikal yang bermeditasi dalam kesunyian, menyatakan bahwa cara pengajarannya lebih populer dalam Sarvāstivāda daripada dalam Theravāda. Kita telah melihat bahwa dua Anuruddha-saṁyutta berbeda dalam hal ini juga: Sarvāstivāda menekankan samādhi di mana Theravāda memiliki vipassanā. | ||
| - | |||
| - | **MA 80 (*Kaṭhinadhamma Sutta):** Walaupun kisah mengagumkan ini tidak ditemukan dalam Nikāya-nikāya, | ||
| - | |||
| - | **MA 218:** Yang Mulia Anuruddha ditanya bagaimana seorang bhikkhu dikatakan meninggal sebagai seorang yang mulia. Ia menjelaskan bahwa jika seseorang mencapai empat jhāna ia akan meninggal sebagai seorang yang mulia, tetapi bukan yang benar-benar mulia. Namun jika seseorang mengembangkan enam pengetahuan jernih yang memuncak pada Kearahattaan ia dikatakan meninggal dengan suatu pikiran mulia yang tertinggi dan mutlak. | ||
| - | |||
| - | **MA 219:** Mirip, tetapi di sini pertanyaannya adalah bagaimana meninggal tanpa penderitaan. Yang Mulia Anuruddha kemudian mengajarkan bahwa seseorang yang memiliki pandangan benar dan sila yang disenangi oleh para orang mulia, empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) dan melalui pemahaman mengakhiri kekotoran akan meninggal sepenuhnya tanpa penderitaan. Di sini penyebutan “pandangan benar” dan “sila” menggemakan Satipaṭṭhāna-saṁyutta. Empat satipaṭṭhāna muncul di sini pada tempat empat jhāna, seperti yang kadangkala dalam Nikāya-nikāya juga. | ||
| - | |||
| - | == 16.2.3%%**%% %%**%%Lain-lain == | ||
| - | |||
| - | **MA 176:** Menggambarkan empat orang: orang yang meditasinya mengalami kemunduran tetapi mereka berpikir itu mengalami kemajuan; orang yang meditasinya mengalami kemajuan tetapi mereka berpikir itu mengalami kemunduran; orang yang meditasinya mengalami kemunduran dan mereka berpikir itu mengalami kemunduran; orang yang meditasinya mengalami kemajuan dan mereka berpikir itu mengalami kemajuan. | ||
| - | |||
| - | **MA 117:** Menggambarkan empat jenis meditator lainnya. Pola berikut diulangi untuk masing-masing dari delapan pencapaian. | ||
| - | |||
| - | 1) Mencapai jhāna pertama tetapi tidak berpegang pada praktiknya, tidak memberikan perhatian pada landasannya, | ||
| - | )) tetapi mempertahankan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan nafsu. Mereka tidak akan menjadi mantap, ataupun tidak mengalami kemajuan, tetapi akan mengalami kemunduran. | ||
| - | |||
| - | 2) Mencapai jhāna pertama, berpegang pada praktiknya, memberikan perhatian pada landasannya, | ||
| - | |||
| - | 3) Mencapai jhāna pertama tetapi tidak berpegang pada praktiknya, tidak memberikan perhatian pada landasannya, | ||
| - | |||
| - | 4) Mencapai jhāna pertama tetapi tidak berpegang pada praktiknya, tidak memberikan perhatian pada landasannya, | ||
| - | |||
| - | **MA 222:** Untuk memahami masing-masing dari 12 mata rantai kemunculan bergantungan seseorang harus mengembangkan: | ||
| - | )) sepuluh dhamma seorang ahli. | ||
| - | |||
| - | Jadi perbedaan dalam penekanan, betapa pun kecilnya, antara versi Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda dan Sarvāstivāda juga terlihat di tempat lain dalam teks-teks awal. Saya telah mencari atas petunjuk-petunjuk dalam Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Kita mungkin mempertimbangkan apakah perbedaan ini mencerminkan sesuatu dari orientasi religius dan filosofis dari aliran-aliran yang muncul. Terdapat sejangkauan petunjuk yang menyatakan sesuatu dari karakter-karakter yang berbeda dari aliran Theravāda dan Sarvāstivāda: | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **1) Patriark:** Patriark akar dari Sarvāstivāda adalah Yang Mulia Mahā Kassapa, yang adalah seorang pertapa hutan tipikal yang karismatik, yang menolak kehidupan monastik yang menetap dengan lebih menyukai kehidupan keras di dalam hutan. Namun Theravādin menganggap Yang Mulia Sāriputta sebagai patriark akarnya, yang terkemuka atas kebijaksanaan analitisnya yang mendalam, dan sebagai seorang guru Dhamma kedua setelah Sang Buddha sendiri; para Jain jelas melihatnya sebagai yang mendorong perpindahan dari hutan ke vihara pedesaan. Perbedaan ini jelas bahkan dalam Sutta-sutta. Dalam versi Theravāda dari Mahā Gosiṅgavana Sutta,((MN 32. | ||
| - | )) Sāriputta dan Mahā Kassapa memanggil satu sama lain dengan sebutan akrab //āvuso// (“teman yang terhormat”), | ||
| - | )) Sāriputta memanggil Mahā Kassapa sebagai //bhante// (“yang mulia”). Perbedaan ini dipertahankan dalam patriark-patriark yang belakangan dari masa Aśoka. Moggaliputta Tissa dari Theravāda adalah seorang ahli debat filosofis, yang terampil dalam kecermatan logika dan ajaran yang mendalam, sedangkan Upagupta dari Sarvāstivāda adalah seorang pertapa hutan dan orang bijaksana yang eksentrik yang terkemuka atas metode-metode ajarannya yang tidak dapat ditebak dan pencapaian meditatifnya. Waktu demi waktu, para siswanya yang tak terhitung dikatakan telah merealisasi Dhamma setelah mengembangkan empat jhāna.((Lihat misalnya Li , Bab 8. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **2) Kain duduk:** Kain duduk adalah tikar kecil yang mulanya digunakan untuk duduk bermeditasi di hutan. Madhyama Āgama Sarvāstivāda seringkali menggambarkan para bhikkhu mengambil kain duduk, melipatnya, menempatkannya di atas bahu, dan pergi ke dalam hutan untuk bermeditasi. Theravāda hampir selalu menghilangkan rincian ini; namun ia disebutkan, cukup menariknya, dalam kejadian terkenal di mana Sang Buddha menyatakan ia dapat hidup selama satu kappa.((DN 16.3.1. | ||
| - | )) Karena jenis gagasan ini adalah karakteristik mutlak dari Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | **3) Belas kasih:** Empat kediaman luhur disebutkan seringkali dalam kedua aliran, tetapi terdapat beberapa khotbah dalam Majjhima di mana ini disebutkan dalam Sarvāstivāda tetapi tidak ada dalam Theravāda.((MN 31/MA 185 Cūḷagosiṅga; | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **4) Keajaiban: | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **5) Ketaatan:** Dalam teks-teks Theravāda para bhikkhu biasanya memanggil Sang Buddha hanya sebagai “bhante”, | ||
| - | )) Juga teori Bodhisattva yang berada pada tahap yang sedikit lebih berkembang. | ||
| - | |||
| - | **6) Abhidhamma awal:** Lapisan awal Abhidharma Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Perbedaan ini mencerminkan orientasi dari aliran-aliran yang muncul ini. Theravādin, | ||
| - | |||
| - | === 16.3 Iblis Waktu === | ||
| - | |||
| - | Perbedaan-perbedaan antara Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda dan Sarvāstivāda, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Awal mula dari gagasan misterius ini harus dicari dalam tanggapan emosional dari komunitas Buddhis pada rasa sakit dan kehilangan yang akut dengan wafatnya Sang Buddha. Sarvāstivādin dengan sengit merasa bahwa mereka hidup pada masa kemerosotan, | ||
| - | |||
| - | Mitos kunci membuat ia mengikat Māra, Dewa Kematian, dengan tali dari mayat yang membusuk di sekeliling pundaknya. Māra tidak dapat melakukan apa pun untuk melepaskan mayat yang busuk itu, dan semua permohonannya diabaikan Upagupta. “Sang Buddha,” gumam Māra, “Beliau tidak pernah melakukan apa pun yang menjijikkan kepadaku seperti ini! Semua hal buruk yang telah kulakukan padaNya, dan tidak pernah sekalipun Ia menghukumku atau berusaha menyakitiku. Kamu tahu, Ia sama sekali bukan orang jahat yang demikian.” Dan maka Māra memperoleh keyakinan kepada Sang Buddha. Dengan seketika, Upagupta melepaskan ikatannya dan mayat itu menghilang. Māra, dengan semangat dari orang yang baru berubah keyakinan, menawarkan apa pun yang ia dapat lakukan untuk melayani Upagupta, yang tiada bandingnya dalam cara-cara yang terampil. Upagupta mengatakan bahwa satu-satunya penyesalannya adalah bahwa ia tidak hidup pada masa Sang Buddha, dan tidak pernah melihat wajah agung itu, yang sayangnya telah meninggal dunia. “Tetapi engkau, Māra,” ia berkata, “Engkau hidup pada masa Sang Buddha. Engkau sering melihatNya, dan pasti ingat wujudNya juga. Dan, engkau seorang yang tiada tandingnya dalam mengubah wujudmu. Sekarang dapatkah engkau, demi berterima kasih padaku karena melepaskan dirimu dari jalan kejahatan, mengambil wujud seorang Buddha yang tertinggi!” Māra terkejut. “Aku tidak dapat melakukan hal yang lancang demikian!” ia protes. Tetapi Upagupta memohon dan mendesak, sampai akhirnya Māra setuju, dengan satu syarat: bahwa ketika ia berubah wujud menjadi Sang Buddha, Upagupta tidak, dengan alasan apa pun, bersujud kepadanya. Bagaimana pun, ia hanyalah Māra. Upagupta setuju; tetapi ketika ia menyaksikan kemuliaan wujud Sang Buddha yang diciptakan Māra ia tidak dapat menahan dirinya – diliputi oleh rasa kagum ia jatuh ke tanah dan bersujud di hadapan Māra. | ||
| - | |||
| - | Mitos brilian ini mengisahkan dilema tajam yang mengoyak komunitas Buddhis: kerancuan penghormatan Sang Buddha, dengan pemujaan patung; dan paradoks menginginkan untuk mempertahankan selamanya pengajaran Sang Buddha yang berharga, suatu pengajaran yang pesan pentingnya adalah bahwa semua hal harus berlalu di bawah pengaruh dewa kematian dan ilusi. Kerancuan ini muncul berbeda antara penekanan Jātaka-jātaka pada kontinuitas karakter dalam waktu, dengan kerinduan mereka atas kembalinya dan hubungan pribadi dengan “masa keemasan” Sang Buddha, dan teori-teori atomik, yang tampaknya nihilistik dalam aliran-aliran Abhidhamma. Terdapat celah yang melebar dalam kesadaran antara bentuk populer dan skolastik dari Buddhisme. | ||
| - | |||
| - | Adalah dalam Buddhisme rakyat yang bersifat pan-sektarian, | ||
| - | |||
| - | === 16.4 Penguraian Abhidhamma dari Vibhaṅga === | ||
| - | |||
| - | Kita telah menyelidiki perlakuan atas satipaṭṭhāna dalam Penguraian Sutta dari Vibhaṅga, suatu lapisan awal dari Abhidhamma Piṭaka. Sekarang kita berbalik pada bagian kedua dari perlakuan Vibhaṅga, Penguraian Abhidhamma. | ||
| - | |||
| - | Ini memperlakukan satipaṭṭhāna murni seperti yang ia muncul dalam “jhāna transendental” yang bersifat abhidhammik. Dicatat bahwa gagasan “jhāna transendental” disajikan di sini, lebih tepat, sebagai suatu ajaran abhidhamma yang khusus. Jadi akan salah, menurut Abhidhamma Piṭaka itu sendiri, untuk menafsirkan Sutta-sutta dengan cara ini. Namun, ini memiliki hal yang menariknya dalam menunjukkan betapa dekatnya aliran Theravāda, pada tahapan awal ini, menyamakan satipaṭṭhāna dengan konsepsi mereka tentang jhāna. Bacaan dasarnya adalah suatu adaptasi dari penggambaran jhāna transendental dalam Dhammasaṅgaṇī. | ||
| - | |||
| - | > “Bagaimanakah seorang bhikkhu berdiam merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh? Di sini, pada saat ketika seorang bhikkhu mengembangkan jhāna transendental – yang membawa keluar [dari samsara], membawa pembubaran [kelahiran kembali], untuk meninggalkan pandangan-pandangan yang merusak, untuk pencapaian tingkat pertama [yaitu pemasuk arus] – cukup terasing dari kesenangan-kesenangan indera, terasing dari kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat, ia memasuki dan berdiam dalam jhāna pertama, yang memiliki awal & kelangsungan pikiran dan kegiuran & kebahagiaan yang lahir dari keterasingan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini diulangi dengan variasi yang sesuai untuk berbagai jhāna, tahapan pencerahan, dan seterusnya. Kebanyakan variasi tidak dinyatakan dalam teks. Keseluruh hal itu kemudian diambil sepanjang dua putaran – satu untuk sang jalan, satu untuk buahnya. Pengungkapannya sejanggal dalam bahasa Pali seperti dalam terjemahan, karena bacaan ini pada hakikatnya hanyalah percampuran istilah-istilah teknis dari berbagai sumber. | ||
| - | |||
| - | Terdapat sejumlah kontinuitas dan diskontinuitas dengan catatan-catatan yang lebih awal. Penggambaran dasar dari jhāna dan satipaṭṭhāna adalah identik dengan Sutta-sutta. Hubungan dekat antara keduanya juga karakteristik dari Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Theravāda kemudian menafsirkan “jhāna transendental” yang dibahas di sini dan sepanjang Abhidhamma Piṭaka sebagai suatu “saat pikiran” tunggal (// | ||
| - | )) Terdapat banyak konteks dalam Abhidhamma yang memperlakukan waktu dalam pengertian sehari-hari.((Misalnya Dhs 597, 636, 642–646, 1115, 1366. | ||
| - | )) Seperti biasanya dalam metode historis, kita harus berusaha menafsirkan, | ||
| - | |||
| - | Tidak ada dalam penggambaran jhāna transendental yang menyatakan bahwa ia dimaksudkan untuk diterapkan murni pada saat segera sebelum pencerahan, yang adalah penafsiran yang dikembangkan. Sebaliknya, bahasanya jelas menyatakan durasi; kata kerja Pali dari durasi, // | ||
| - | |||
| - | “Jhāna transendental” tidak berlawanan dengan “jhāna non-transendental” sehubungan dengan waktu, tetapi sehubungan dengan objek dan hasil. Perlakuan hasil adalah bersifat langsung – jhāna non-transendental membawa pada kelahiran kembali, jhāna transendental membawa pada pencerahan dan pembubaran kelahiran kembali. | ||
| - | |||
| - | Perlakuan objek bersifat lebih sulit. Bagi Dhammasaṅgaṇī, | ||
| - | )) Jhāna transendental pada sisi lain didasarkan pada kekosongan, ketanpa-tandaan, | ||
| - | )) Tetapi Vibhaṅga membingungkan perbedaan itu. Masalah muncul karena Vibhaṅga ingin menerapkan gagasan jhāna transendental ke dalam berbagai sayap menuju pencerahan. Dari kelompok-kelompok itu, satipaṭṭhāna adalah satu-satunya yang menentukan objek meditasi. Akan menjadi sulit untuk menjelaskan bagaimana, dalam jalan dan buah transendental, | ||
| - | )) Ini menyatakan bahwa seseorang tidak secara harfiah merenungkan tubuh pada titik ini, tetapi bahwa perenungan terhadap tubuh telah menjadi faktor persiapan yang utama. Namun ini bukanlah apa yang dikatakan bacaan itu. Visuddhimagga menyatakan masalah itu demikian. | ||
| - | |||
| - | > “Ketika mereka [yaitu 37 sayap menuju pencerahan] ditemukan dalam satu kesadaran tunggal dengan cara ini [yaitu pada momen sang jalan], hanya satu perhatian yang memiliki Nibbana sebagai objeknya disebut “empat satipaṭṭhāna” dengan kebajikan dari penyelesaian fungsinya meninggalkan gagasan keindahan, dan seterusnya, sehubungan dengan tubuh, dan seterusnya.”((Vsm 22.40. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini rapi; tetapi lagi-lagi, ini bukanlah apa yang Vibhaṅga bicarakan. Vibhaṅga terjebak dalam suatu tahap perkembangan yang janggal. Tidak jelas apakah jhāna transendental adalah suatu jenis “vipassanā samādhi” (jika kita masih dapat meminjam istilah yang belakangan) di mana seseorang terserap dalam perenungan terhadap tubuh sebagai kosong dari diri, atau sebagai suatu pengalaman pencerahan. Dhammasaṅgaṇī telah memaksakan suatu pasak antara jhāna non-transendental dan jhāna transendental serta mengidentifikasi sang jalan dengan yang terakhir. Tetapi Abhidhamma Piṭaka tetap cukup tertutup pada dunia-pemikiran Sutta-sutta di mana ia berusaha menerapkan konsepsi ini dengan konsisten. Tidak sampai metafisik yang matang sepenuhnya dari fase komentarial abhidhamma yang berkembang implikasi-implikasi dari terobosan ini dibuat eksplisit. | ||
| - | |||
| - | Hampir tidak perlu mengatakan bahwa, selain dari penyebutan tersendiri dari kata “kekosongan”, | ||
| - | |||
| - | Sedemikian banyak keanehan sehingga, bahwa gagasan yang belakangan tentang jhāna transendental, | ||
| - | |||
| - | === 16.5 Teks-Teks Abhidhamma Lainnya === | ||
| - | |||
| - | Sepengetahuan saya, gagasan bahwa jhāna dapat bersifat tidak bermanfaat dari sang jalan pertama kali dinyatakan dalam Puggala Paññatti.((PP 4.187. | ||
| - | )) Walaupun kebanyakan bahan dalam karya Abhidhamma kecil ini berasal dari Aṅguttara Nikāya dengan hanya sedikit perubahan dan oleh sebab itu bersifat awal, di sini penggunaan semata-mata ajaran-ajaran abhidhammik menunjukkan bahwa gagasan-gagasan yang mendasari Dhammasaṅgaṇī pasti telah beredar ketika bacaan ini disusun. Ia menggambarkan empat orang yang disebutkan dalam Aṅguttara Nikāya.((AN 4.94. | ||
| - | )) Seseorang yang memperoleh “samatha dalam pikiran” tetapi tidak “vipassanā ke dalam prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pemahaman yang lebih tinggi”. Seseorang yang kedua memiliki vipassanā tetapi tidak samatha, yang ketiga tidak memiliki keduanya, dan yang keempat memiliki keduanya. Aṅguttara menjelaskan samatha di sini sebagai memantapkan, | ||
| - | )) Tetapi jika seseorang telah memiliki pencapaian transendental, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Pembahasan berikutnya tentang satipaṭṭhāna adalah dalam Kathāvatthu, | ||
| - | |||
| - | Kitab berikutnya yang akan diselidiki adalah Paṭisambhidāmagga. Ini adalah sebuah risalah tentang jalan praktik dari perspektif Theravādin. Gayanya mirip dengan Abhidhamma Piṭaka, tetapi ia dimasukkan dalam Khuddaka Nikāya dari Sutta Piṭaka. Namun penyusunan terakhirnya adalah sekitar tahun 100 SM, yang membuatnya lebih belakangan daripada bagian terbesar dari Abhidhamma Piṭaka. Bhikkhu Nyanatiloka menyimpulkan untuk menempatkan Paṭisambhidāmagga lebih belakangan daripada Abhidhamma. Dan sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | Bagian tentang tubuh memberikan suatu daftar unik: tanah, air, api, udara, rambut kepala, rambut tubuh, kulit luar, kulit dalam, daging, darah, urat, tulang, dan sumsum tulang. Perasaan hanyalah perasaan yang menyenangkan, | ||
| - | |||
| - | Paṭisambhidāmagga keluar dari dilema itu dengan cara argumentasi yang samar-samar. Tubuh (dan seterusnya) adalah suatu penegakan, tetapi bukanlah perhatian; perhatian adalah baik suatu penegakan dan perhatian. Penyelesaiannya adalah suatu cara menghindari menghilangkan bahwa gagasan menganggap satipaṭṭhāna sebagai objek adalah sangat tidak sesuai. Ia menjelaskan kenyataan bahwa “penegakan” dan “perhatian” adalah semi-sinonim; | ||
| - | )) dan ia terdampar dalam konteks satipaṭṭhāna keempat: setidaknya satu dhamma adalah perhatian, yaitu faktor pencerahan perhatian. Perhatikan bahwa konteks yang menekankan aspek samatha dari satipaṭṭhāna – kebanyakan dari Sutta-sutta dan Vibhaṅga Abhidhamma – memperlakukan satipaṭṭhāna murni bersifat subjektif, sedangkan konteks yang menekan aspek vipassanā – Vibhaṅga Sutta Saṁyutta dan Paṭisambhidāmagga – menyebutkan penafsiran yang bersifat objektif. | ||
| - | |||
| - | Paṭisambhidāmagga hampir membawa pada penyelesaian proses “me-vipassana-kan” satipaṭṭhāna. Pada awalnya satipaṭṭhāna terutama adalah samatha, jalan mencapai jhāna. Kemudian vipassanā terlihat muncul melalui pemahaman proses samādhi dalam perenungan terhadap dhamma saja. Kemudian, bagi seseorang yang telah berkembang dalam semua keempat satipaṭṭhāna, | ||
| - | )) Langkah berikutnya adalah menyisipkan vipassanā setelah masing-masing dari keempat bagian.((SN 52.2, dan pada beberapa MES yang diperluas. | ||
| - | )) Dalam Satipaṭṭhāna Sutta Theravāda ia menjadi melekat pada akhir dari masing-masing latihan dalam keempat bagian. Akhirnya dalam Paṭisambhidāmagga, | ||
| - | |||
| - | Terdapat sedikit referensi tentang satipaṭṭhāna dalam karya parakanonik Peṭakopadesa. Ini adalah sebuah risalah tentang teknik-teknik penafsiran, yang sejajar dengan Netti, dan berasal dari masa yang tidak pasti. Satipaṭṭhāna secara beraturan diperlakukan sebagai vipassanā, dengan menggunakan metode memperlawankan empat satipaṭṭhāna terhadap empat penyimpangan. Namun, satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > “Apa pun, dari pikiran, yang berdiri tegak, mantap, stabil, tetap, pendirian [// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Saya akan menyebutkan secara singkat di sini Vimuttimagga, | ||
| - | |||
| - | ==== Bab 17: Buddhisme Belakangan ==== | ||
| - | |||
| - | Marilah kita menyelesaikan perjalanan kita dengan peninjauan singkat beberapa pernyataan tentang perhatian dalam teks-teks Buddhis yang belakangan. Daya tarik utama terletak pada baris-baris kelanjutan antara perspektif tentang satipaṭṭhāna yang dikembangkan dalam esai ini dan tradisi-tradisi yang belakangan. | ||
| - | |||
| - | === 17.1 Komentar-komentar Theravāda === | ||
| - | |||
| - | Bahan tentang satipaṭṭhāna ditemukan dalam komentar-komentar untuk Satipaṭṭhāna-saṁyutta dan Satipaṭṭhāna Sutta dalam Majjhima dan Dīgha, serta Vibhaṅga. Satipaṭṭhāna Sutta mendapatkan komentar yang luas, tetapi karena ini telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan gagasan-gagasannya ditemukan dalam banyak buku modern, saya akan membahasnya hanya secara singkat di sini.((Khotbah dan komentarnya, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Tetapi pertama-tama saya akan melirik pada komentar Saṁyutta. Seperti bahan dalam Saṁyutta Nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Seringkali komentar Saṁyutta akan memberikan penjelasan singkat untuk kata atau ungkapan tertentu. Majjhima akan mengulangi persis ungkapan yang sama, tetapi kemudian memberikan penguraian yang lebih panjang. Ini menyatakan bahwa komentar Majjhima mewakili suatu tahap perkembangan yang belakangan. Kedua komentar menyebutkan tempat-tempat atau orang-orang di Sri Lanka, tetapi Saṁyutta kurang sering, yang menyebabkan saya berpikir apakah ia lebih dekat dengan komentar India di mana tradisi menyatakan ia berasal. | ||
| - | |||
| - | Satu bacaan menyebutkan sejumlah Sesepuh memberikan pendapat yang berbeda-beda tentang apa yang dimaksud “satipaṭṭhāna”, | ||
| - | |||
| - | Referensi Satipaṭṭhāna-saṁyutta pada samādhi dijelaskan dengan menggunakan istilah komentarial yang sesuai “samādhi sementara” dan “samādhi permulaan”. | ||
| - | |||
| - | Berpindah ke komentar Satipaṭṭhāna Sutta Majjhima Nikāya, ia membahas masing-masing aspek satipaṭṭhāna dalam suatu penguraian yang terperinci menggunakan perlengkapan yang telah berkembang dari sistem abhidhammik dan komentarial yang telah matang. Versi-versi yang serupa diberikan untuk Satipaṭṭhāna Sutta dan Vibhaṅga Abhidhamma. Komentar Vibhaṅga tidak memberikan penjelasan tentang mengapa bahan satipaṭṭhāna di sana jauh lebih pendek daripada Satipaṭṭhāna Sutta; kadangkala ia menunjuk pada bahan Sutta, seperti contohnya ketika ia mengatakan tentang “14 jenis perenungan tubuh”, yang mungkin menunjukkan peminjaman dari komentar Sutta. | ||
| - | |||
| - | Terdapat penekanan yang kuat pada vipassanā seluruhnya; namun demikian, perspektif samatha tidak sepenuhnya diabaikan. Ketika menganjurkan pendekatan untuk jenis-jenis watak yang berbeda, tubuh dan perasaan dinyatakan untuk para yogi samatha, sedangkan pikiran dan dhamma sesuai untuk para yogi vipassanā.((Hal. 30 | ||
| - | )) Tetapi ia melanjutkan bertentangan dengan dirinya sendiri dengan menyatakan bahwa, sementara perenungan terhadap tubuh berhubungan dengan samatha dan vipassanā, tiga sisanya berhubungan dengan pandangan terang murni saja. Penyebutan perenungan terhadap pikiran sebagai hanya vipassanā tidak sesuai, karena komentar itu sendiri setuju bahwa banyak istilah dalam perenungan pikiran menunjuk pada jhāna. | ||
| - | |||
| - | Pada satu tempat, komentar mengatakan bahwa “perhatian” berarti samatha sedangkan “pemahaman jernih” berarti vipassanā.((Hal. 40 | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Dalam pembahasan tentang ānāpānasati ia mengatakan bahwa “empat jhāna muncul dalam tanda pernapasan. Setelah bangkit dari jhāna, ia tidak menggenggam baik napas ataupun faktor-faktor jhāna [untuk mengembangkan vipassanā]”.((Hal. 54 | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Bagian tentang pemahaman jernih memiliki potongan anjuran yang menarik untuk para yogi yang terlalu bersemangat: | ||
| - | |||
| - | > Dalam hal ini, seseorang yang mengalami rasa sakit dalam setiap saat disebabkan oleh berdiri lama dengan tangan atau kaki yang dilekukkan atau direntangkan tidak mendapatkan konsentrasi pikiran, subjek meditasinya sepenuhnya menjauh, dan ia tidak mendapatkan pembedaan (jhāna dan seterusnya). Tetapi ia yang melekukkan atau merentangkan anggota tubuhnya selama waktu yang sesuai tidak mengalami rasa sakit, mendapatkan konsentrasi pikiran, mengembangkan subjek meditasinya, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Sub-komentar menambahkan beberapa poin menarik: | ||
| - | |||
| - | > Perhatian merupakan samādhi, juga, di sini dikarenakan dimasukkannya perhatian dalam kelompok samādhi.((Hal. 39 | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > Kebingungan adalah keadaan pikiran yang, karena berputar-putar dalam berbagai objek, melompat dari satu hal ke hal lain, bermacam-macam arah, dan tidak menyatu.((Hal. 165 | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > Jika kebijaksanaan tidak begitu kuat dalam pengembangan konsentrasi, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dengan demikian komentar dan sub-komentar, | ||
| - | |||
| - | === 17.2 Perkembangan dalam Sarvāstivāda === | ||
| - | |||
| - | Yang Mulia Śāṇakavāsin, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | > “Berpakaian dari jubah rami Aku telah mencapai lima tingkat jhāna.((“Lima tingkat” jhāna adalah empat yang biasanya, ditambah suatu tingkat terpisah antara jhāna pertama dan kedua yang dengan //vicāra// tetapi tanpa // | ||
| - | > )) Duduk dalam jhāna di antara puncak-puncak gunung, Dan lembah-lembah yang sunyi, aku bermeditasi.”((Aśokarājavadāna 1206 [Przylyski 1923 a: | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Upagupta sendiri mengambil alih vihara Śāṇakavāsin di Gunung Urumuṇḍa, | ||
| - | )) Para pertapa ini mewujudkan tradisi hutan yang keras – mengenakan kain rami yang usang, tinggal di dalam gunung dan hutan-hutan yang jauh, tidak dapat diprediksi, kadangkala digambarkan dengan rambut dan janggut panjang: para bhikkhu liar. Gaya hidup ini menginspirasi Mahāyāna awal, yang memulai sebagai suatu pergerakan “kembali-ke-alam” dari para yogi non-konvensional yang, sebagai “para bodhisattva”, | ||
| - | |||
| - | Suatu perbedaan dalam perlakuan terhadap perhatian dalam Sarvāstivāda dan Theravāda dibuktikan dalam Abhidhamma mereka masing-masing. Bagi Theravādin, | ||
| - | |||
| - | Posisi problematis dari Theravādin berkembang dari keinginan untuk mengagungkan fungsi perhatian. Sarvāstivādin, | ||
| - | |||
| - | Kita telah membahas secara rinci perlakuan satipaṭṭhāna dalam Dharmaskandha, | ||
| - | )) Karya ini mencakup semua bidang Abhidhamma dalam ruang lingkup yang sangat luas; dalam pengertian ini ia tidak memiliki analogi yang dekat dalam Abhidhamma Theravāda. Ia disusun pada sekitar periode penutup Abhidhamma kanonik. | ||
| - | |||
| - | Bab tentang satipaṭṭhāna mengandung beberapa pengutipan secara harfiah dan beberapa komentar. Bagian tentang perenungan tubuh terutama diberikan pada empat jhāna. Ini aneh, dan tentu menunjukkan bahwa bacaan ini tidak bergantung pada Smṛtyupasthāna Sūtra Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | Ini membuat posisi teks kita berikutnya agak mengejutkan. Frauwallner memiliki pembahasan yang menarik tentang sebuah teks Sarvāstivāda, | ||
| - | |||
| - | > Jika kita sekarang membandingkan ini [penjelasan Sutta tentang satipaṭṭhāna] dengan penjelasan Dharmaśrī, | ||
| - | |||
| - | > … Dalam kanon, pencapaian kesadaran yang terbebaskan dan dengan demikian pelenyapan kekotoran-kekotoran didasarkan pada masuknya ke dalam keadaan jhāna. | ||
| - | |||
| - | > Dalam versi ajaran baru Dharmaśrī tidak ada penyebutan hal ini. Tanpa penghentian satipaṭṭhāna, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Satu-satunya penyebutan jhāna dalam sistem Abhidharmasāra adalah “dhamma non-transendental puncak” (// | ||
| - | |||
| - | Adalah sulit untuk memahami bagaimana perlakuan satipaṭṭhāna itu dapat berubah sangat banyak dalam suatu masa yang singkat. Karya kanonik utama Jñānaprasthāna memperlakukan perenungan tubuh terutama sebagai empat jhāna; kemudian lapisan paling awal dari literatur pasca-kanonik, | ||
| - | |||
| - | === 17.3 Abhidharmakośa === | ||
| - | |||
| - | Karya klasik Vasubandhu Abhidharmakośa (abad ke-4 M) menyajikan suatu penjelasan yang jernih dan menyeluruh tentang bidang Abhidharma Sarvāstivāda dari sudut pandang seorang penulis yang tidak menganut aliran itu, melainkan seorang Sautrāntika. | ||
| - | |||
| - | Kośa mendefinisikan satipaṭṭhāna bukan sebagai “perhatian”, | ||
| - | |||
| - | Di sini Sarvāstivādin bertabrakan dengan ketidakjelasan. Mereka harus menyimpulkan bahwa satipaṭṭhāna termasuk, bukan dalam faktor jalan dari perhatian benar, tetapi dengan pandangan benar; bukan dalam kemampuan spiritual dari perhatian, tetapi dalam pemahaman.((Kośa 6.68. | ||
| - | )) Masalah yang sama harus muncul bagi siapa pun yang menyamakan satipaṭṭhāna dengan vipassanā - satipaṭṭhāna sebagai kemampuan, kekuatan, faktor pencerahan, atau faktor jalan selalu dibedakan dari pemahaman, dan ketika faktor-faktor itu dikelompokkan bersama, ia dimasukkan dalam samādhi. | ||
| - | |||
| - | Namun, suatu peninjauan yang lebih dekat menyatakan bahwa masalahnya hanyalah kebingungan istilah. Penggambaran jalan menurut Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Ini diperlakukan terutama sebagai samatha; kejijikan secara khusus dikatakan //bukan// sebagai ketidakkekalan, | ||
| - | )) Walaupun demikian, ānāpānasati didefinisikan sebagai “pemahaman”.((Kośa 6.12. | ||
| - | )) Definisi dari ānāpānasati dan satipaṭṭhāna sebagai “pemahaman” mencerminkan perlakuan yang sangat luas atas pemahaman dalam teori Sarvāstivādin. Jhāna itu sendiri juga didefinisikan sebagai “pemahaman”, | ||
| - | )) Jelas dalam konteks-konteks demikian kita harus menganggap “pemahaman” dalam pengertian “kewaspadaan jernih”, yang telah kita lihat adalah suatu tema yang menonjol dalam konteks-konteks ini dalam Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | Anehnya, Kośa mengatakan bahwa ānāpānasati dilatih dengan perasaan netral, karena: | ||
| - | |||
| - | > … perasaan menyenangkan dan menyakitkan disukai oleh pemikiran; dengan demikian ānāpānasati, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Saya tidak mengetahui bagaimana Vasubandhu dapat sampai pada kesimpulan ini, yang tampaknya sangat berbeda dari Sutta-sutta dan dari pengalaman meditatif.((Namun, | ||
| - | )) Bagian berikutnya sama anehnya. Sementara bagi Nikāya-nikāya/ | ||
| - | |||
| - | > Kita telah mengatakan tentang dua ajaran, visualisasi kejijikan tubuh dan ānāpānasati. Setelah mencapai samādhi dengan dua pintu gerbang ini, sekarang dengan suatu pandangan untuk merealisasi pandangan terang… Setelah mencapai ketenangan, ia akan berlatih satipaṭṭhāna.((Kośa 6.13–14. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dengan demikian satipaṭṭhāna diidentifikasi secara khusus dengan pandangan terang yang dikembangkan pada landasan jhāna. Dalam hal ini posisi Kośa sangat berbeda dari Abhidharmasāra, | ||
| - | )) Dengan demikian satipaṭṭhāna dalam Kośa hampir mengabaikan latihan-latihan dasar dari Sutta-sutta dan memperlakukan satipaṭṭhāna hanya sehubungan dengan aspek vipassanā. Namun ini sebagian hanyalah perubahan dalam ungkapan, karena vipassanā satipaṭṭhāna ini diambil hanya setelah samādhi yang berdasarkan pada ānāpānasati atau perenungan bagian-bagian tubuh, dan jadi bukan “pandangan terang kering”. | ||
| - | |||
| - | Kita dapat melihat gema dari nilai penting yang lebih awal dari satipaṭṭhāna juga. Empat satipaṭṭhāna dikatakan harus diambil secara berurutan, karena: | ||
| - | |||
| - | > … seseorang melihat pertama kali bahwa mana yang paling kasar. Atau alih-alih: tubuh adalah sokongan bagi keinginan indera, yang memiliki asal mulanya dalam nafsu atas perasaan; perasaan ini muncul karena pikiran tidak ditenangkan, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Atau dalam konteks kemampuan spiritual: | ||
| - | |||
| - | > Untuk mencapai hasil di mana seseorang memiliki keyakinan, seseorang membangkitkan semangat. Ketika berusaha keras, terdapat penegakan perhatian. Ketika perhatian ditegakkan, seseorang memantapkan pikiran [dalam samādhi] untuk menghindari gangguan. Ketika pikiran menjadi mantap, muncullah suatu kesadaran yang menyesuaikan dengan objek [// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Penguraian tentang jalan praktik dalam Kośa jatuh ke dalam kebingungan ketika ia berusaha memperlakukan berbagai kerangka seperti satipaṭṭhāna dan sayap-sayap menuju pencerahan lainnya sebagai tahap yang berbeda di sepanjang sang jalan, alih-alih masing-masing memberikan perspektif pelengkap pada sang jalan sebagai keseluruhan. Kośa memberikan dua penjelasan alternatif dari pengembangan progresif atas 37 sayap menuju pencerahan. Namun kedua urutan ini menempatkan satipaṭṭhāna sebelum samādhi, dengan demikian mempertahankan suatu jalinan yang penting dari kelanjutan dengan ajaran-ajaran awal.((Kośa 6.70. Penjelasan yang mirip muncul, misalnya pada komentar Arthaviniścaya (Samtani, hal. 99). | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Arthaviniścaya Sūtra adalah suatu karya Abhidharma dari suatu afiliasi Sautrāntika/ | ||
| - | )) Kemudian, perhatian benar dijelaskan sehubungan dengan perenungan ketidakmurnian tubuh, secara internal dan eksternal.((Samtani, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Komentar menyajikan pola umum dengan memperlawankan empat satipaṭṭhāna dengan empat penyimpangan dari keindahan, kebahagiaan, | ||
| - | )) Merenungkan tubuh, dan seterusnya, dijelaskan, seperti dalam Kośa, sebagai melihat baik karakteristik individual dan umum. Karakteristik umum adalah ketidakkekalan, | ||
| - | |||
| - | **Tabel 17.1: Arthaviniścaya Sūtra** | ||
| - | |||
| - | ^**Satipaṭṭhāna**^**Karakteristik individual** | ||
| - | |**Tubuh** | ||
| - | |**Perasaan** | ||
| - | |**Pikiran** | ||
| - | |**Dhamma** | ||
| - | |||
| - | “Internal” didefinisikan sebagai yang berhubungan dengan kelangsungan sendiri seseorang (// | ||
| - | |||
| - | === 17.4 Aliran-aliran Awal Lainnya === | ||
| - | |||
| - | == 17.4.1 Bahuśrutīya == | ||
| - | |||
| - | Richard Gombrich menyebutkan bahwa Satyasiddhiśāstra oleh Harvarman dari aliran Bahuśrutīya menggunakan Susīma Sutta untuk membenarkan suatu jalan yang memerlukan suatu tingkatan konsentrasi yang tanpa jhāna. Dalam hal ini mereka bersepaham dengan komentar-komentar Theravāda atau versi-versi Sarvāstivāda. Nama aliran ini (“Sangat Terpelajar”, | ||
| - | |||
| - | Namun demikian, tampaknya bahwa mereka tidak mendasari konsepsi jalan pandangan terang kering mereka pada satipaṭṭhāna. Satyasiddhiśāstra menganalisis 37 sayap menuju pencerahan sebagai salah satu dari samatha atau vipassanā. Ia mengatakan tiga satipaṭṭhāna pertama adalah samatha dan perenungan dhamma adalah vipassanā. Perhatian dalam kemampuan-kemampuan, | ||
| - | |||
| - | == 17.4.2 Puggalavāda == | ||
| - | |||
| - | Puggalavāda (“Aliran Personalis”) adalah aliran awal yang penting lainnya, yang ajaran khususnya adalah bahwa terdapat suatu “pribadi” yang ada, bukan sama dengan ataupun bukan terpisah dari lima kelompok unsur kehidupan, yang mengalami kelahiran kembali, mengalami akibat-akibat kamma, dan mencapai Nibbana akhir. Mereka dikutuk oleh aliran-aliran lain, yang menyatakan mereka kembali pada “diri” dari ajaran-ajaran non-Buddhis. Namun, mereka membantah penyataan itu dengan keras, dan bertahan untuk mengerahkan banyak pengaruh atas ajaran-ajaran aliran selama lebih dari 1000 tahun. | ||
| - | |||
| - | Thích Thiện Châu telah menerbitkan suatu studi yang terperinci, //The Literature of the Personalists of Early Buddhism//. Hanya empat dari karya-karya mereka yang bertahan, semua dalam terjemahan Mandarin; salah satu dari karya-karya ini adalah Vinaya, yang berhubungan secara khusus dengan ajaran khusus mereka tentang pribadi, dan dua sisanya sangat mirip dengan versi risalah Abhidhamma mereka. Secara efektif, maka kita dibatasi pada satu karya, yang dikenal sebagai Tridharmakaśāstra.((San-fa-tu-lun, | ||
| - | )) Ini dianggap berasal dari seseorang bernama Giribhadra dari sub-aliran Vātsiputrīya dari Puggalavāda, | ||
| - | |||
| - | Karya itu pertama-tama membahas tentang tiga unsur klasik dari perbuatan baik: kedermawanan, | ||
| - | |||
| - | Namun, perspektif sektarian dari aliran itu dibawa ketika teks berargumentasi bahwa ketika Sang Buddha mengatakan bahwa “ia merenungkan sebuah tubuh di dalam tubuh”, kata “ia” (//so//) menunjuk pada pribadi yang tidak terlukiskan.((Dutt, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Berikutnya teks membahas tentang samādhi, dengan memusatkan perhatian pada tiga unsur dari “samādhi kekosongan”, | ||
| - | |||
| - | Berikutnya bagian tentang kebijaksanaan; | ||
| - | |||
| - | == 17.4.3 Komentar-komentar Mandarin == | ||
| - | |||
| - | Leon Hurvitz telah menerbitkan suatu terjemahan beberapa Āgama sūtra tentang satipaṭṭhāna bersama dengan sumber-sumber yang sama dari kanon Pali, dan komentar-komentar Mandarin oleh Fa Sheng dan yang lainnya. Teks itu memberikan vagga pertama dari sepuluh Sūtra dalam Smṛtyupasthāna-saṁyukta Sarvāstivāda (Hurvitz menambahkan sumber-sumber Pali yang sama, di mana tidak semuanya benar), dan kemudian memiliki suatu pembahasan yang sedikit hubungannya dengan teks-teks tertentu yang ada. Komentar-komentar untuk kebanyakan bagian bersepaham dengan Kośa. Vipassanā adalah suatu tema yang kuat di sepanjang, dengan penekanan khusus pada kemunculan bergantungan (yang mengingatkan kembali pada Śāriputrābhidharma), | ||
| - | |||
| - | Latihan perenungan tubuh yang disebutkan adalah ānāpānasati, | ||
| - | |||
| - | Objek-objek lain dari satipaṭṭhāna tidak disebutkan, kecuali “dhamma”, | ||
| - | |||
| - | > … walaupun ini semuanya inklusif, bidang-bidang persepsinya cenderung di luar kendali dan suatu pembatasan diperlukan jika tujuan yang sama, pemotongan kekotoran-kekotoran, | ||
| - | |||
| - | Di sini para komentator lebih eksplisit daripada teks-teks lain yang telah kita lihat, memperlakukan perenungan dhamma termasuk tiga perenungan yang lain: | ||
| - | |||
| - | > “Setelah memasuki dhamma-dhamma, | ||
| - | |||
| - | == 17.4.4 Mūlasarvāstivāda == | ||
| - | |||
| - | Mūlasarvāstivāda dikatakan oleh Warder dan yang lain sebagai cabang belakangan dari Sarvāstivāda (sekitar tahun 200 M), walaupun para sarjana saat ini telah mempertanyakan hal ini.((Enomoto menyatakan bahwa Sarvāstivāda dan Mūlasarvāstivāda sebenarnya sama. Walaupun ini tentunya kasus dalam beberapa bacaan yang ia kutip, argumentasinya tidak benar-benar meyakinkan. Salah satu dari bacaannya, yang dikutip dari Ārya-sarvāstivāda-mūlabhikṣunī- pratimokṣa-sūtra-vṛtti, | ||
| - | )) Adalah sulit untuk memisahkan perbedaan-perbedaan ajaran yang khusus dari Sarvāstivāda, | ||
| - | )) Selain banyak memberikan bahan ajaran dan meditatif ia memasukkan berbagai penggambaran surga-surga dan neraka-neraka dan juga menunjuk pada kesenian, lukisan, dan pertunjukan. Dengan demikian ia mempopulerkan topik itu, dengan menempatkan satipaṭṭhāna dalam gerakan kultural sezaman pada masa itu. Sesungguhnya, | ||
| - | |||
| - | > Ketika waktu kematian mendekat, ia melihat tanda-tanda ini: ia melihat suatu gunung berbatu yang besar yang menurun di atas dirinya bagaikan sebuah bayangan. Ia berpikir dalam dirinya sendiri: “Gunung itu mungkin jatuh di atasku”, dan ia mengibaskan tangannya seakan-akan menangkis gunung ini. Saudara-saudara dan sanak keluarga serta tetangganya melihat ia melakukan hal ini; tetapi bagi mereka tampaknya bahwa ia hanya mengayunkan tangannya ke atas langit. Segera gunung itu terlihat terbuat dari kain putih dan ia merangkak ke atas kain ini. Kemudian tampaknya ia terbuat dari kain merah. Akhirnya, ketika waktu kematian mendekat, ia melihat seberkas cahaya cemerlang, dan karena tidak terbiasa dengannya ia terkejut dan bingung. Karena pikirannya bingung ia melihat semua hal seperti yang terlihat dalam mimpi. Ia melihat calon ayah dan ibunya berhubungan seks, dan ketika melihat mereka suatu pemikiran muncul dalam pikirannya, suatu kekotoran muncul dalam dirinya. Jika ia akan terlahir sebagai pria, ia melihat dirinya berhubungan seks dengan ibunya dan dihalangi oleh ayahnya; atau jika ia akan terlahir kembali sebagai wanita, ia melihat dirinya berhubungan seks dengan ayahnya dan dihalangi oleh ibunya. Pada waktu itu keadaan antara berakhir, kehidupan dan kesadaran muncul, dan sebab akibat mulai bekerja seketika itu juga.((Demikianlah terjemahannya; | ||
| - | > )) Ini seperti kesan yang dibuat oleh seseorang yang meninggal dunia; sang almarhum kemudian lenyap, tetapi polanya telah tertanam.((Saddharmasmṛtyupasthāna Sūtra 34 (yang dikutip dalam //The World’s Great Religions//, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Sementara dan pokok bahasan mungkin tampaknya jauh dari Satipaṭṭhāna Sutta awal, bacaan itu masih mempertahankan suatu ketertarikan yang mendesak dalam pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan, kematian, dan sebab akibat. Kenyataannya hubungan antara satipaṭṭhāna dan pemahaman kelahiran kembali telah bersifat implisit dalam Saṁyutta Nikāya, di mana sebab-sebab empat satipaṭṭhāna dapat semuanya dijelaskan sehubungan dengan kemunculan bergantungan. Mungkin mata rantai kunci adalah istilah “kebingungan”. Perhatian, penangkal untuk kebingungan, | ||
| - | |||
| - | === 17.5 Mahāyāna === | ||
| - | |||
| - | Akan cocok menyimpulkan penyelidikan ini dengan beberapa rincian dari perlakuan terhadap satipaṭṭhāna dalam aliran-aliran utama dari Mahāyāna. Namun pertama-tama, | ||
| - | |||
| - | Di sini beberapa kutipan dari sekumpulan esai yang disusun oleh Minoru Kiyota berjudul // | ||
| - | |||
| - | > … [beberapa mengatakan] tentang “vipassanā kering”, dengan kata lain, suatu vipassanā tanpa samatha, walaupun kehadiran samatha dikatakan suatu kondisi yang sangat dibutuhkan untuk semua vipassanā. (hal. 47) | ||
| - | |||
| - | > Penyatuan sempurna kedua hal ini, penenangan mental dan penglihatan yang lebih tinggi (// | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Geshe Sopa “Śamathavipaśyanāyuganaddha: | ||
| - | </ | ||
| - | > Dari permulaannya sekali, telah diterima bahwa pencapaian lebih tinggi dari kebijaksanaan (// | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Gadjin M. Nagao “‘What Remains’ in Śunyatā: A Yogacāra Interpretation of Emptiness”, | ||
| - | </ | ||
| - | > Meditasi, landasan dari jenis ketiga dari kebijaksanaan, | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Yuichi Kajiyama “Later Mādhyamakas”, | ||
| - | </ | ||
| - | > … kesadaran ini, yang tanpa kesalahan dan bebas dari konseptualisasi sehubungan dengan suatu objek nyata yang hakiki, bergantung pada suatu sebab pokok, yang adalah samatha yang menyatu dengan mendalam dengan vipassanā. | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Charlene McDermott “Yogic Direct Awareness”, | ||
| - | </ | ||
| - | > Sekarang, dalam Buddhisme India, vipassanā adalah suatu latihan dalam pengamatan yang cermat yang dekat atas karakteristik dari skandha-skandha, | ||
| - | |||
| - | > Dalam mengomentari bacaan sūtra [Hati], “O Sāriputta, bentuk tidak berbeda dari kekosongan, kekosongan tidak berbeda dari bentuk”, ia [Fa-tsang] pertama-tama mengatakan bahwa ketika seseorang melihat bentuk sama dengan kekosongan, ia menyempurnakan praktik samatha, dan ketika kekosongan direnungkan sebagai sama dengan bentuk, seseorang menyempurnakan praktik vipassanā, dan ia menyimpulkan bahwa ketika keduanya dipraktikkan bersama, mereka menjadi ideal. (hal. 179) | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Francis H. Cook “Fa Tsang’s Brief Commentary.” | ||
| - | </ | ||
| - | > … praktik melimpahkan jasa-jasa dituntun dengan pandangan terang (vipassanā), | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Minoru Kiyota “Buddhist Devotional Meditation”, | ||
| - | </ | ||
| - | Demikianlah kebanyakan esai-esai dalam kumpulan ini mengatakan keselarasan samatha dan vipassanā. Aspek-aspek pokok dari meditasi diinterpretasikan ulang sesuai dengan perspektif tertentu dari alirannya. | ||
| - | |||
| - | Suatu contoh yang baik dari hal ini adalah dalam perlakuan Sūtra Hati di atas. Sūtra Hati dengan terus terang menghadapkan kita dengan serangkaian pernyataan yang, secara sepintas lalu, tampak bertentangan. Untuk membuat masuk akal teka-teki ini, para komentator membawakan dalam ajaran yang lebih dikenal, sangat menyeluruh tentang samatha dan vipassanā. Ini menyelesaikan sejumlah hal: ia menjelaskan yang baru dan radikal dengan menunjukkan hubungan-hubungannya dengan yang telah diketahui; ia mencakup konsep-konsep Buddhis dasar, yang dengan demikian meyakinkan kita bahwa Sūtra Hati tidak benar-benar bermaksud menghancurkan Buddhisme; dan ia menunjukkan bahwa Sūtra Hati dimaksudkan untuk menginspirasi praktik, bukan spekulasi filosofis. Mungkin yang paling penting, penyajian komentator jelas bermaksud menunjukkan secara panjang lebar bahwa hubungan antara samatha dan vipassanā adalah bersifat menyatu, alih-alih terpisah, dan ia bekerja dari landasan ini untuk menunjukkan sifat menyatu dari ajaran Sūtra Hati juga. (Teks melakukan ini dengan sangat banyak kecermatan daripada kutipan pendek di atas.) | ||
| - | |||
| - | Beberapa bacaan yang dikutip di atas mengatakan tentang “samatha yang bersamaan dengan vipassanā”, | ||
| - | )) Khotbah ini mengatakan bahwa semua yang mengatakan mereka telah tercerahkan melakukannya dalam salah satu dari empat cara: samatha yang didahului vipassanā; vipassanā yang didahului samatha; samatha bersama-sama dengan vipassanā; atau selain itu pikiran yang dikuasai kegelisahan, | ||
| - | |||
| - | Marilah melanjutkan dengan beberapa perkataan dari sedikit tulisan Mahāyāna. | ||
| - | |||
| - | > Menekuni praktik (dari satipaṭṭhāna) disebut “// | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Nāgārjuna Surat kepada seorang Sahabat. | ||
| - | </ | ||
| - | > Ia yang menegakkan perhatian sebagai suatu penjaga pada pintu-pintu pikirannya tidak dapat dikuasai oleh nafsu-nafsu, | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Aśvaghoṣa((Aśvaghoṣa mungkin bukan seorang Mahāyanis, tetapi karyanya terkenal dalam aliran itu. | ||
| - | > )) Saundarānanda Kāvya. | ||
| - | </ | ||
| - | > … perhatian yang terus-menerus Yang memperoleh ketajaman dengan semangat yang tercurahkan Dan semangat muncul jika seseorang menjadi tahu Keagungan yang terletak dalam ketenangan dari dalam | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Śantideva Śikṣāsamuccaya, | ||
| - | </ | ||
| - | > Jika suatu keasyikan dengan kegiatan-kegiatan eksternal telah dihindari dengan bantuan perhatian & pemahaman jernih, maka, berkat mereka, pikiran dapat dengan mantap mempertahankan satu objek tunggal selama yang ia inginkan. | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | > Śantideva Śikṣāsamuccaya. | ||
| - | </ | ||
| - | Demikianlah para guru besar ini semuanya mengakui aspek samādhi dari perhatian. Kita telah melihat bahwa Prajñāpāramitā Sūtra yang panjang, batu penjuru atas semua filosofi Mahāyāna, mengandung suatu penguraian tentang satipaṭṭhāna yang disisipkan hampir tidak berubah dari Satipaṭṭhāna Sutta suatu aliran awal. Kita sekarang dapat menyelidiki sedikit Sūtra Mahāyāna yang lain dalam perlakuan mereka terhadap satipaṭṭhāna. | ||
| - | |||
| - | Salah satu dari kumpulan awal Sūtra Mahāyāna yang penting adalah Mahā Ratnakūṭa (yang diterjemahkan sebagai Sebuah Bunga Rampai dari Sūtra-sūtra Mahāyāna). Salah satu dari khotbah-khotbahnya yang terkandung di dalamnya, yang diterjemahkan di bawah judul “Sūtra tentang Harta Karun yang Dikumpulkan”, | ||
| - | |||
| - | > Empat perhatian menyembuhkan kemelekatan pada tubuh, perasaan, pikiran, dan dhamma. Seseorang yang mempraktikkan Dharma dan merenungkan tubuh sebagaimana adanya tidak akan terjebak oleh pandangan tentang suatu diri yang nyata. Seseorang yang merenungkan perasaan… pikiran… dhamma sebagaimana adanya tidak akan terjebak oleh pandangan tentang suatu diri yang nyata. Empat perhatian ini, oleh sebab itu, menyebabkan seseorang jijik akan tubuh, perasaan, pikiran, dan dhamma, serta oleh karenanya membuka pintu menuju Nibbana.((Chang, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini aspek vipassanā ditekankan. Bacaan itu tidak secara langsung diturunkan dari perikop satipaṭṭhāna awal. Penekanan atas bukan-diri akrab dari Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | Avataṁsaka Sūtra adalah salah satu dari Sūtra-sūtra Mahāyāna yang terbentang luas yang menemukan suatu tempat hampir untuk semua hal. Bab 26, dalam suatu pembahasan tentang sepuluh tingkat kemajuan Bodhisattva, | ||
| - | )) Ini adalah rumusan internal/ | ||
| - | |||
| - | Śikṣāsamuccaya oleh Santideva, yang telah saya kutipkan secara ringkas di atas, memasukkan banyak pernyataan yang sangat kuat tentang satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > Ketika mengalami suatu perasaan yang menyenangkan ia menaruh belas kasih yang mendalam bagi makhluk-makhluk yang berwatak sangat cenderung pada nafsu, dan ia sendiri melepaskan kecenderungan pada nafsu. Ketika mengalami suatu perasaan yang tidak menyenangkan ia menaruh belas kasih yang mendalam bagi makhluk-makhluk yang berwatak sangat cenderung pada kebencian, dan ia sendiri melepaskan kecenderungan pada kebencian. Ketika mengalami suatu perasaan netral ia menaruh belas kasih yang mendalam bagi makhluk-makhluk yang berwatak sangat cenderung pada delusi, dan ia melepaskan kecenderungan pada delusi. | ||
| - | |||
| - | Perenungan tubuh memasukkan suatu bacaan yang sangat kuat dari Dharmasaṅgīti Sūtra. Ini memasukkan suatu serangan pada ajaran Sarvāstivāda tentang waktu: | ||
| - | |||
| - | > Tubuh ini tidak berasal dari masa lampau dan tidak akan berlanjut pada masa depan. Ia tidak memiliki keberadaan pada masa lampau atau masa depan kecuali dalam konsepsi-konsepsi khayalan dan salah. | ||
| - | |||
| - | == 17.5.1 Samādhi Bertemu dengan Buddha dari Masa Sekarang == | ||
| - | |||
| - | Suatu perkembangan yang lebih menarik ditemukan dalam Pratyutpannabuddhasammukhāvaṣṭhitasamādhi Sūtra, yang berarti “Khotbah tentang Samādhi Bertemu Langsung dengan Para Buddha dari Masa Sekarang”. Saya akan menunjuknya lebih ringkas sebagai “Sūtra Para Buddha Masa Sekarang”. Di sini saya merangkumkan bacaan utama yang berhubungan dengan satipaṭṭhāna.((Versi Sanskrit dari rumusan satipaṭṭhāna dari sūtra ini ada pada bab 11.67. | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | > [18B] “Lebih jauh, Bhadrapāla, | ||
| - | |||
| - | > [18C] “Lebih jauh, Bhadrapāla, | ||
| - | |||
| - | > [18 D] “Mengapa demikian, Bhadrapāla? | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Rumusan dasar diambil dari Dantabhūmi Sutta,((MN 125/MA 198. | ||
| - | )) yang memasukkan ungkapan khusus, ’tidak memikirkan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan tubuh, dan seterusnya.” Pembacaan berbeda-beda antara “tubuh” (//kāya//) dan “keinginan indera” (). Dalam Dantabhūmi Sutta konteksnya tidak menjelaskan maknanya; walaupun penafsirannya dapat berubah, kedua bacaan masih masuk akal. Tetapi dalam Sūtra Para Buddha Masa Sekarang teks jelas bergantung pada makna “tubuh” (dan seterusnya). Tujuan pokok mempraktikkan dengan cara ini adalah untuk mencapai samādhi, seperti halnya, dalam Dantabhūmi Sutta, praktik itu membawa pada jhāna-jhāna. | ||
| - | |||
| - | Di sini ditekankan bahwa seseorang dengan samādhi demikian tidak “mewujudkan” atau menjadi “bergantung” pada dhamma apa pun. Seperti yang kita lihat dalam pembahasan tentang satipaṭṭhāna dalam Prajñāpāramitā, | ||
| - | |||
| - | Adalah menakjubkan melihat bagaimana aliran-aliran dapat membuat teks-teks yang sama dan mengembangkan mereka dengan cara-cara yang berbeda. Karena dalam Theravāda, satipaṭṭhāna adalah untuk semakin menjadi suatu hal melihat dhamma-dhamma yang secara mutlak ada ini, dan seseorang diajarkan untuk “memikirkan pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan tubuh [dan seterusnya]” melalui kebiasaan pencatatan mental. | ||
| - | |||
| - | Aspek yang menarik minat lainnya dari Sūtra Para Buddha Masa Sekarang adalah pernyataan bahwa seseorang dalam samādhi yang demikian akan melihat para Buddha yang tidak terbatas. Ini adalah suatu inovasi baru dalam satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Di sini kita memiliki bukti atas pernyataan yang diperdebatkan tentang awal mula Sūtra-sūtra Mahāyāna. Sūtra-sūtra Mahāyāna mengklaim telah diucapkan oleh Sang Buddha, walaupun ini secara historis tidak mungkin. Apakah kita mempercayai bahwa para Mahāyanis begitu teledor sehingga dengan sengaja menciptakan teks-teks baru dan menyatakan mereka sebagai otentik? Terdapat sejumlah hal umum yang harus dipikirkan di sini: dunia kuno, termasuk umat Buddhis awal, tidak memiliki suatu desakan individualistik atas kepemilikan dan kepengarangan atas karya-karya; | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | Bukanlah tidak umum saat ini, bahkan di antara para Theravādin, | ||
| - | |||
| - | Status dan makna penglihatan meditatif lebih jauh dijelaskan di tempat lain dalam Sūtra Para Buddha Masa Sekarang, lagi-lagi bergantung pada satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > [3J] Sebagai contoh, Bhadrapāla, | ||
| - | |||
| - | > Dengan cara yang sama, Bhadrapāla, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Visualisasi para Buddha dikatakan sebagai suatu latihan imajinatif sama seperti visualisasi sesosok mayat. Analogi yang mengejutkan antara Sang Buddha dan sesosok mayat yang membusuk mungkin suatu kebetulan dari teks; meditasi mayat dapat dipilih sebagai contoh hanya karena ini adalah salah satu contoh yang paling jelas dari suatu latihan meditatif dalam visualisasi. Tetapi terdapat suatu ketajaman penjajaran, karena pada masa Sūtra Para Buddha Masa Sekarang ditulis, Sang Buddha historis telah lama menjadi Buddha dari Masa Lampau; kehadiran hidup telah menjadi sesosok mayat, yang terbakar dalam nyala api ketidakkekalan. Visualisasi meditatif terhadap para Buddha mungkin adalah yang paling keras dari banyak cara yang dikembangkan oleh umat Buddhis yang berkeyakinan untuk menghidupkan kembali Sang Buddha, untuk mempertahankan dorongan vital Sang Guru dan Ajaran-Nya. Dengan cara ini meditasi terhadap ketidakkekalan kehidupan berubah. | ||
| - | |||
| - | === 17.6 Yogacāra === | ||
| - | |||
| - | Sekarang marilah menyelidiki perhatian dalam beberapa risalah metodis, yang mulai dari aliran Yogacāra. Mereka adalah suatu aliran meditatif yang filosofis khususnya biasanya dikatakan sebagai pernyataan bahwa “hanya pikiran” yang ada, semua hal lainnya adalah ilusi. Ini membuka mereka pada kritik bahwa mereka kembali pada posisi Upaniṣad yang mendalilkan kesadaran sebagai landasan keberadaan, yang disamakan dengan Nibbana; namun Yogacārin awal seperti Vasubandhu dan Asaṅga menyatakan bahwa bahkan “kesadaran gudang penyimpanan” lenyap dalam Nibbana.((Namun demikian, Vasubandhu membuat beberapa referensi sepintas lalu pada Nibbana sebagai diri sejati. Viṁśatikā-kārikā-vṛtti 10c (Anacker hal. 166). | ||
| - | )) Sebenarnya, Yogacārin awal bukanlah idealis; mereka menekankan bagaimana pikiran mengubah dunia seperti yang dialami, tetapi tidak mengatakan bahwa tidak ada yang eksis di luar pikiran. | ||
| - | |||
| - | == 17.6.1 Asaṅga == | ||
| - | |||
| - | Seorang tokoh kunci adalah Asaṅga, yang hidup pada abad ke-4 M di India Barat Laut.((Boin-Webb, | ||
| - | )) Ia adalah kakak dari Vasubandhu dan mengubahnya dari Sautrāntika menjadi Yogacāra. Asaṅga diinspirasi oleh Maitreya, Bodhisattva yang saat ini berdiam di surga Tusita menanti kelahiran kembali untuk menjadi seorang Buddha. Karya utamanya adalah Yogacārabhūmiśāstra yang besar, tetapi di sini kita akan membahas Abhidharmasamuccaya yang lebih terkelola. Ini digambarkan sebagai “suatu karya yang penting dari Abhidharma Mahāyāna. Ia mengandung hampir semua ajaran utama Mahāyāna, dan dapat dianggap sebagai suatu ringkasan dari semua karya lain oleh Asaṅga. Metode perlakuan pokok bahasan dalam karya ini sama seperti metode tradisional yang ditemukan dalam teks-teks Abhidhamma Pali yang mendahuluinya beberapa abad, seperti Dhammasaṅgaṇī, | ||
| - | )) Tidak hanya format tanya-jawab yang menyerupai Abhidhamma awal: bagian pertama membahas tentang kelompok-kelompok unsur kehidupan, unsur-unsur, | ||
| - | |||
| - | Perhatian pertama-tama disebutkan di bawah suatu daftar umum dari 52 faktor mental yang dijelaskan di bawah payung kelompok unsur kehidupan aktivitas-aktivitas. Meskipun daftar ini hampir khusus, urutannya pada titik ini menyerupai Sutta-sutta: | ||
| - | |||
| - | > “Apakah perhatian? Ia adalah ketidak-lupaan oleh pikiran (//cetas//) sehubungan dengan objek yang dialami. Fungsinya adalah ketidak-bingungan. | ||
| - | |||
| - | > Apakah samādhi? Ia adalah keterpusatan pikiran pada objek yang diselidiki. Fungsinya terdiri dari memberikan landasan pada pengetahuan (// | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Ini adalah definisi ringkas yang paling singkat dari istilah-istilah ini yang kebetulan saya temukan. “Ketidak-lupaan” sehubungan dengan objek yang telah dialami menekankan pengamatan yang terus-menerus dari // | ||
| - | |||
| - | Sang jalan dijelaskan, dengan cara yang sama dengan Kośa, mulai dengan pelatihan bertahap: etika, pengendalian indera, secukupnya dalam makanan, mengerahkan usaha, pemahaman jernih, dan seterusnya, dan juga kebijaksanaan dari mendengar, merenungkan, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | > **Objek:** Tubuh, perasaan, pikiran, dhamma; “hal-hal yang berhubungan dengan diri sendiri”. | ||
| - | |||
| - | > **Inti intrinsik: | ||
| - | |||
| - | > **Penyerta: | ||
| - | |||
| - | > **Pengembangan: | ||
| - | |||
| - | > **Internal: | ||
| - | |||
| - | > **Eksternal: | ||
| - | |||
| - | > **Internal-eksternal: | ||
| - | |||
| - | Penjelasan pertama untuk internal-eksternal menghubungkan internal dengan eksternal, dan menyatakan antarhubungan yang sintetik. Separuh berikutnya dari penjelasan ini menyatakan landasan internal dari orang lain adalah eksternal bagi diri sendiri, dan demikian diambil bersama mereka menjadi “internal-eksternal”. Penjelasan ini berbeda sedikit dari Theravāda.((Lihat CDB, catatan 1, hal. 1397. | ||
| - | )) Perasaan internal-eksternal, | ||
| - | |||
| - | Perlakuan kemampuan dan kekuatan spiritual mengakui bahwa masing-masing faktor mendukung faktor berikutnya, termasuk perhatian sebagai dukungan untuk samādhi.((Boin-Webb, | ||
| - | )) Dalam pembahasan jalan mulia berunsur delapan dikatakan bahwa “usaha benar adalah faktor yang melenyapkan rintangan dari kekotoran-kekotoran [utama] (// | ||
| - | )) Dalam hal ini teks menunjukkan ketergantungan eratnya pada teks-teks awal, yang terlihat bahkan di antara banyak unsur yang belakangan. | ||
| - | |||
| - | Terdapat bacaan yang menarik lainnya tentang satipaṭṭhāna dalam Śrāvakabhūmi oleh Asaṅga, yang merupakan bagian dari Yogacārabhūmiśāstra yang membahas tentang pelatihan “para siswa”, dengan kata lain, Buddhisme awal. Kita telah melihat bahwa isi perenungan pikiran di sini sama dengan Śrāmaṇyaphala Sūtra Sarvāstivāda. Namun, perenungan tubuh sangat berbeda dari Sutta-sutta, | ||
| - | |||
| - | > Metode lainnya adalah: di mana seseorang melakukan perbuatan; tujuan untuk apa [seseorang berbuat]; siapa yang melakukan perbuatan itu; dan dengan cara apa seseorang berbuat. Dengan mengandung semua itu secara singkat, empat satipaṭṭhāna dikembangkan. Di sanalah: dalam tubuh seseorang bertindak; untuk kepentingan perasaan; dengan pikiran; dengan cara dhamma-dhamma yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.((Wayman, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Dhamma-dhamma “yang bermanfaat dan tidak bermanfaat” hanya dapat berupa rintangan-rintangan dan faktor-faktor pencerahan, bukan kelompok-kelompok unsur kehidupan dan alat indera, sehingga bacaan ini mengingatkan kembali isi awal mula perenungan terhadap dhamma-dhamma. | ||
| - | |||
| - | == 17.6.2 Vasubandhu == | ||
| - | |||
| - | “Commentary on the Separation of the Middle from the Extremes” oleh Stefan Anacker memberikan terjemahan dari Madhyāntavibhāgabhāṣya, | ||
| - | )) pada syair-syair yang dianggap berasal dari “Maitreyanātha”. | ||
| - | |||
| - | Mengikuti contoh Sarvāstivādin teks itu berusaha merasionalisasikan urutan tradisional sayap-sayap menuju pencerahan sebagai suatu urutan progresif (sedangkan bagi Sutta-sutta urutannya tidak penting daripada kelompok-kelompoknya dan hanya mengorganisasikan kumpulan-kumpulan itu menurut jumlah demi kepentingan kenyamanan). Terdapat suatu upaya untuk menyamakan empat satipaṭṭhāna dengan masing-masing kebenaran mulia; bagian ini memiliki suatu penjelasan yang secara menyegarkan sederhana atas perenungan terhadap dhamma: “tanpa kebingungan sehubungan dhamma-dhamma yang berperan menyebabkan penderitaan dan dhamma-dhamma yang berperan meringankan penderitaan.”((MVB 4.1. Anacker telah menerbitkan suatu terjemahan sebagian, yang lebih awal, dari karya ini dengan judul “The Meditational Therapy of the Madhyāntavibhāgabhāṣya” dalam Kiyota, dan sebuah terjemahan lengkap yang direvisi dengan judul “Commentary on the Separation of the Middle from the Extremes” dalam Anacker. Untuk membantu para pembaca yang mungkin memiliki akses pada salah satu atau yang lain dari karya-karya ini, saya memberikan referensi pada bagian teks alih-alih nomor halaman; namun, ini tidak begitu konsisten dalam kedua versi. Referensi biasanya menunjuk pada komentar pada syair-syair yang dinomori. | ||
| - | )) Ini sama dengan konsepsi perenungan dhamma yang telah kita lihat pada bahan awal. Setelah menyelesaikan ini, seseorang diharuskan mengambil empat usaha benar, dan kemudian mengembangkan samādhi melalui empat landasan kekuatan batin. Terdapat banyak pembahasan tentang berbagai rintangan dalam meditasi dan penangkalnya; | ||
| - | )) Di tempat lain fungsi perhatian adalah sebagai penangkal pada “penderitaan-penderitaan sekunder” karena “ketiadaan kelambanan dan kegairahan dalam perhatian yang dikembangkan dengan baik dalam persiapannya menjadi sebab bagi samatha, dan seterusnya.”((MVB 4.11a. | ||
| - | )) Berikutnya, dengan melanjutkan kumpulan-kumpulan dari sayap menuju pencerahan, muncul kemampuan spiritual: | ||
| - | |||
| - | > Setelah berpegang pada keyakinan, seseorang mengerahkan semangat, hasil dari sebab ini. Setelah mengerahkan semangat, perhatian muncul, dan melalui perhatian yang telah muncul, pikiran memasuki samādhi. Ketika pikiran berada dalam samādhi, seseorang mengetahui sebagaimana adanya.((MVB 4.7. | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | Di sini kita dengan mantap berada dalam wilayah Sutta. Perbedaan antara kemampuan spiritual dan kekuatan spiritual dijelaskan sehubungan dengan tahapan progresif dari sang jalan menurut sistem Sarvāstivāda; | ||
| - | |||
| - | Walaupun perlakuan di atas pada dasarnya mirip dengan Kośa, sekarang teks menyatakan tiga ciri khas yang membedakan satipaṭṭhāna Mahāyānis((MVB 4.12b. | ||
| - | )): | ||
| - | |||
| - | > 1) Objek meditasi untuk para siswa adalah tubuh-tubuh mereka sendiri, dan seterusnya, sedangkan para bodhisattva adalah tubuh-tubuh mereka sendiri dan orang lain. | ||
| - | |||
| - | Ini salah; seperti yang telah kita lihat, semua teks dari Sutta-sutta mengakui baik perenungan internal dan eksternal. | ||
| - | |||
| - | > 2) siswa merenungkan ketidakkekalan, | ||
| - | |||
| - | Ini menunjuk pada perbedaan filosofi penting antara aliran-aliran Abhidhamma dan Mahāyāna: para ābhidhammika, | ||
| - | )) ada, karena keberadaan dari ilusi itu sendiri.”((MVB 5.17. | ||
| - | )) Ini adalah perdebatan filosofi yang paling penting dan rumit dalam Buddhisme yang belakangan. Cukup untuk mengatakan bahwa, dalam pendapat saya, para ābhidhammika mengajukan sesuatu yang pada pokoknya melebihi Sutta-sutta dalam perwujudan ontologis mereka atas dhamma-dhamma; | ||
| - | |||
| - | > 3) siswa berlatih satipaṭṭhāna demi tujuan ketidak-melekatan pada tubuh-tubuh mereka, dan seterusnya, sedangkan para bodhisattva berlatih bukan untuk tanpa kemelekatan ataupun bukan dengan kemelekatan, | ||
| - | |||
| - | Ini membutuhkan beberapa penafsiran, karena tentu saja semua aliran Buddhisme berlatih untuk “Nirvana yang tidak memiliki tempat berdiam”. Agaknya ini dimaksudkan untuk menunjuk pada Kebuddhaan, tujuan tertinggi aliran-aliran Mahāyāna. Hanya ketidak-melekatan mungkin dianggap tanpa belas kasih. Tidak diragukan poin yang sama dibuat di sini ketika teks mengatakan bahwa belajar, merenungkan, | ||
| - | )) Ini adalah klise kuno tentang sifat mementingkan diri sendiri dari para siswa. Mempertimbangkan betapa tegasnya Mahāyāna mencap aliran-aliran awal bersifat mementingkan diri sendiri, pasti terdapat beberapa kebenaran dalam tuduhan itu, pada beberapa tempat dan waktu. Tetapi adalah naif untuk menerapkan ini pada semua umat Buddhis awal; saya tidak dapat melakukan yang lebih baik daripada mengutip kata-kata Sang Guru. | ||
| - | |||
| - | > “Aku akan melindungi diriku sendiri,” para bhikkhu: demikianlah seharusnya satipaṭṭhāna dilatih. “Aku akan melindungi orang lain,” para bhikkhu: demikianlah seharusnya satipaṭṭhāna dilatih. Dengan melindungi diri sendiri, para bhikkhu, seseorang melindungi orang lain; dengan melindungi orang lain, seseorang melindungi diri sendiri. | ||
| - | |||
| - | > Dan bagaimanakah, | ||
| - | |||
| - | > Dan bagaimanakah, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | === 17.7 Mādhyamaka === | ||
| - | |||
| - | Aliran Mahāyāna utama lainnya adalah Mādhyamaka. Mereka muncul lebih awal daripada Yogacāra, tetapi di sini saya memperlakukan mereka belakangan, karena satu-satunya karya mereka yang saya memiliki akses padanya lebih belakangan daripada karya-karya Yogacāra yang dibahas di atas. Sementara Yogacāra lebih baik dikenal sebagai suatu aliran kontemplatif, | ||
| - | |||
| - | == 17.7.1 Bhāvanākrama == | ||
| - | |||
| - | Jalan umum dijelaskan dengan cara yang biasa sebagai pertama-tama menguasai aspek kitab suci dan teoritis, kemudian mengembangkan samādhi yang memuncak pada jhāna dan pencapaian tanpa bentuk sebelum menjalankan vipassanā. Seperti dalam catatan Yogacāra ia menyatakan bahwa hanya pada tingkatan vipassanā terdapat perbedaan pokok dari aliran-aliran awal. Apa yang sangat luar biasa adalah bahwa ajaran vipassanā diturunkan dari evolusi doktrinal dari aliran-aliran sepanjang sejarah. Seseorang bermeditasi pada realitas tertinggi seperti yang dipahami oleh masing-masing aliran utama, kemudian menyadari bahwa tingkatan realitas ini adalah kosong, dan berlanjut pada perspektif yang lebih tinggi, yang lebih halus, yang memuncak, tentu saja, pada kekosongan tertinggi dari Mādhyamaka. Dengan demikian kesadaran individual seseorang berevolusi mencerminkan kesadaran kolektif. Bahkan lebih luar biasa lagi, tahapan evolusi ini jelas sejajar dengan empat satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | > Dalam bagian-bagian yang terdahulu yang diambil dari Bhāvanākrama oleh Kamalaśīla, | ||
| - | |||
| - | > 1) Tahap persiapan di mana realitas-realitas eksternal yang diakui dalam sistem Sarvāstivāda dan Sautrāntika disajikan sebagai objek kritik. | ||
| - | |||
| - | > 2) Tahap di mana hanya pikiran dengan gambaran-gambaran yang terwujud diakui – sistem dari aliran Satyākāravāda-Yogacāra membentuk objek meditasi. | ||
| - | |||
| - | > 3) Tahap meditasi di mana objek-objek kesadaran serta dualitas subjek dan objek dikutuk sebagai tidak nyata dan di mana pengetahuan tanpa dualitas dinyatakan sebagai nyata – ini adalah sudut pandang Alīkākāravāda-yogacārin. | ||
| - | |||
| - | > 4) Tahap di mana bahkan pengetahuan non-dual atau pencerahan kesadaran dinyatakan sebagai kosong dari sifat intrinsik. Tahap yang terakhir ini adalah yang tertinggi yang dinyatakan oleh Mādhyamaka. | ||
| - | |||
| - | Tahap pertama melihat dhamma-dhamma sebagai entitas yang pokok, yang sejajar dengan perenungan terhadap tubuh. Tahap kedua menerima “ciri-ciri khas” atau objek-objek dari pikiran, yang sejajar dengan perenungan terhadap perasaan, yang merupakan sifat yang paling terkemuka dari pikiran. Tahap ketiga hanya mengakui kesadaran itu sendiri, yang bersesuaian dengan perenungan terhadap pikiran. Dan yang terakhir melihat hanya kekosongan murni, yang didefinisikan sebagai “kemunculan bergantungan”, | ||
| - | |||
| - | Kesamaannya tidak dapat disanggah dan penting. Urutan empat satipaṭṭhāna mewujudkan suatu kemajuan alami, dari yang kasar menuju yang halus, yang dapat dilihat dalam pengalaman. Seperti halnya banyak ajaran Buddhis lainnya ini suatu pola yang sederhana tetapi sangat mendalam yang dicerminkan dalam banyak perwujudan. Dengan demikian, bagi mereka yang mendalami ajaran-ajaran itu terdapat suatu kecenderungan, | ||
| - | |||
| - | == 17.7.2 Meditasi pada Kekosongan == | ||
| - | |||
| - | Untuk menyelidiki peran perhatian dalam Buddhisme yang belakangan, yang terutama diturunkan dari Mādhyamaka, | ||
| - | |||
| - | > Perhatian adalah ketidak-lupaan sehubungan dengan suatu fenomena yang dikenali; ia memiliki fungsi menyebabkan ketidak-bingungan. Perhatian memiliki tiga ciri khas: | ||
| - | |||
| - | > **1) Ciri khas objektif:** suatu objek yang dikenal. Perhatian tidak dapat dihasilkan dari suatu objek yang tidak diketahui. | ||
| - | |||
| - | > **2) Ciri khas subjektif: | ||
| - | |||
| - | > **3) Ciri fungsional: | ||
| - | |||
| - | > … semua pencapaian samādhi dalam Sūtra dan tantra dicapai melalui kekuatan perhatian.((Hopkins, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | > “Perhatian benar: kepenuh-perhatian terus-menerus pada objek-objek kesadaran dan pada cara-cara persepsi dari objek-objek itu yang diperlukan untuk menapaki sang jalan.”((Hopkins, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | menyajikan beberapa diagram yang merangkum konsepsi orang atas tahapan dalam pengembangan samatha. Di sini terdapat suatu daftar dari kecacatan dalam samatha bersama dengan obat penyembuhnya.((Hopkins, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | **Tabel 17.2: Kecacatan dan Obat Penyembuh dari Samatha** | ||
| - | |||
| - | ^**Kecacatan** | ||
| - | |Kemalasan (// | ||
| - | |Melupakan ajaran-ajaran (// | ||
| - | |Kelambanan (//laya//) dan kegelisahan (// | ||
| - | |Kurangnya ketekunan (// | ||
| - | |Ketekunan (berlebihan) (// | ||
| - | |||
| - | Kebanyakan dari hal ini cukup masuk akal, walaupun ketenangan sebagai obat penyembuh untuk kemalasan agak tidak sesuai. Perhatian muncul dalam pengertian kunonya sebagai “ingatan”. | ||
| - | |||
| - | Daftar berikut, yang dibaca dari bawah ke atas, juga menempatkan perhatian di antara faktor-faktor untuk mengembangkan samatha.((Hopkins, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 1) Konsentrasi (// | ||
| - | |||
| - | 2) Keterpusatan (// | ||
| - | |||
| - | 3) Kedamaian yang kuat (// | ||
| - | |||
| - | 4) Kedamaian (// | ||
| - | |||
| - | 5) Pengendalian (// | ||
| - | |||
| - | 6) Penetapan yang dekat (// | ||
| - | |||
| - | 7) Penetapan-kembali (// | ||
| - | |||
| - | 8) Penetapan terus-menerus (// | ||
| - | |||
| - | 9) Penetapan pikiran (// | ||
| - | |||
| - | Sembilan aspek samatha identik dengan definisi samatha dalam Abhidharmasamuccaya, | ||
| - | )) Namun, dalam sumber awal tidak ada pernyataan bahwa urutan istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menjelaskan kemajuan dalam meditasi. Mereka hanyalah suatu daftar sinonim untuk samatha dalam Abhidhamma yang khusus. Beberapa waktu belakangan mereka ditafsirkan kembali sebagai tahapan dalam meditasi dengan membaca secara sembarangan makna-makna ke dalam istilah-istilah. | ||
| - | |||
| - | Yang paling menarik adalah empat istilah pada landasan dari sembilan aspek samatha. Mereka memuncak pada // | ||
| - | )) Sedikit dapat disimpulkan dari awalan-awalan yang digunakan untuk membedakan istilah-istilah ini. Penekanannya adalah pada makna akar dari “pendirian, | ||
| - | |||
| - | ===== Penutup ===== | ||
| - | |||
| - | Saya ingin mengakhiri dengan merangkumkan beberapa wilayah penting di mana GIST dan sejarah tentang perhatian saling tumpang tindih. | ||
| - | |||
| - | Hal pertama untuk diperhatikan adalah nilai melihat kitab-kitab Buddhis dalam konteks historis dan kulturalnya. Dalam beberapa kasus ini membawa kita mengamankan kesimpulan-kesimpulan, | ||
| - | |||
| - | Kasus ini juga menegaskan kembali perlunya untuk menyelidiki Saṁyutta sebagai sumber utama. Dari Satipaṭṭhana Sutta itu sendiri kita tidak memiliki gagasan bahwa ungkapan // | ||
| - | |||
| - | Studi kita juga menekankan nilai penting yang krusial dari suatu pendekatan yang menyeluruh untuk mempelajari Dhamma. Kita tidak dapat memperlakukan anggota-anggota tubuh individual seakan-akan mereka tidak memiliki hubungan dengan organisme yang lebih besar. Pola yang menyeluruh itu pasti berasal dari empat kebenaran mulia, dan kategori-kategori dhamma yang kebanyakan secara langsung diturunkan dari empat kebenaran mulia. Studi yang serius sepanjang baris demikian tidak dapat dihindari akan berakhir pada Saṁyutta sebelum terlalu lama, karena inilah di mana kebanyakan inti ajaran-ajaran ditemukan. Dengan demikian kita telah memperlakukan satipaṭṭhāna, | ||
| - | |||
| - | Sementara sentralitas ajaran dari Saṁyutta pasti mendorong ia sendiri terhadap siswanya, kita juga membuat pernyataan yang lebih radikal, yang mengikuti Yin Shun, bahwa Saṁyutta juga mengandung lapisan yang tertua secara historis dari kitab-kitab Buddhis, dan bahkan menyatakan bahwa kumpulan ini telah ada selama masa kehidupan Sang Buddha, dan merupakan karya utama yang disusun pada Konsili Pertama. Ini //tidak// berarti bahwa segala sesuatu dalam Saṁyutta adalah bersifat awal dan segala yang lain adalah belakangan dan tidak otentik. Ini hanyalah berarti bahwa bahan saṁyutta mungkin, rata-rata, bersifat awal, dan penambahan terutama dibatasi pada pengulangan editorial, dan seterusnya, alih-alih perluasan ajaran. Namun demikian, kita telah mencatat beberapa contoh di mana Saṁyutta menunjukkan sedikit pengaruh sektarian. | ||
| - | |||
| - | Pendekatan yang menyeluruh ini juga menegaskan kembali perlunya studi-studi perbandingan. Ketika kita mengalih perhatian dari perbedaan-perbedaan sektarian yang lebih jelas dan melihat lebih dekat pada ajaran-ajaran utama, kesamaan-kesamaan antara tradisi-tradisi adalah menonjol. Kita kebanyakan berhubungan dengan sumber-sumber Pali dan Mandarin, karena inilah di mana kebanyakan kitab-kitab awal ditemukan. Namun, kanon , walaupun tidak memiliki teks-teks sebenarnya, masih didasarkan pada sūtra-sūtra Āgama, yang dianggap sebagai kanonik dalam tradisi itu. Agak memalukan bahwa mereka yang terinspirasi oleh tradisi sebagian besar tetap tidak menyadari dan tidak menghargai sumber-sumber historis di mana ajaran-ajaran dan praktik mereka terutama berasal. | ||
| - | |||
| - | Kita telah menggunakan apresiasi kita terhadap peran utama Saṁyutta untuk menilai kembali Satipaṭṭhāna Sutta. Suatu penyelidikan sepintas lalu dari berbagai versi menunjukkan bahwa terdapat suatu masalah nyata yang harus diselesaikan. Sementara kita dapat dengan pasti berjalan pada suatu jalan panjang dengan studi perbandingan yang langsung dari versi-versi yang ada, pada beberapa poin hubungan saṁyutta memberikan bantuan yang penting. Dengan demikian, dalam memutuskan apakah rumusan pelengkap satipaṭṭhāna bersifat standar dalam Sarvāstivāda seperti dalam Theravāda, Sutta-sutta Satipaṭṭhāna tidak bermanfaat, dan kuncinya hanya disediakan oleh sedikit catatan kaki dalam terjemahan Mandarin dari Saṁyutta. Lagi-lagi, adalah Saṁyutta yang menegaskan perincian awal dari perenungan terhadap dhamma. | ||
| - | |||
| - | Sementara menekankan pentingnya lingkungan pra-Buddhis, | ||
| - | |||
| - | Adalah penambahan yang belakangan dalam Satipaṭṭhāna Sutta – khususnya, pengulangan vipassanā dan penambahan dari kelompok-kelompok unsur kehidupan, alat indera, dan kebenaran-kebenaran mulia – yang paling ditekankan dalam karya-karya yang belakangan, hampir pada poin mengabaikan bahan otentiknya. Namun demikian, kita berulang kali menemukan, sepanjang aliran-aliran, | ||
| - | |||
| - | Dhamma tidak pernah hidup dalam kehampaan. Perbedaan-perbedaan dalam teknik-teknik meditasi, yang terbagi persisnya sepanjang baris samatha versus vipassanā, adalah di antara masalah-masalah yang paling bersifat memecah belah dalam Buddhisme. Kita menginvestasikan banyak hal dalam meditasi kita, banyak waktu, banyak usaha, banyak rasa sakit; dan demikianlah kita melekat, lebih mendalam daripada teori semata. Perbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan penekanan pada meditasi mengeras menjadi dogma mengenai siapa yang menjalankan “sistem” yang benar, dan penafsiran ajaran kemudian dibentuk untuk menyesuaikan, | ||
| - | |||
| - | Ini menjadi demikian, suatu pendekatan pada meditasi yang menekankan keharmonisan dan sifat saling melengkapi dari samatha dan vipassanā seharusnya menjadi suatu faktor yang manjur. Kita dapat menghargai berbagai pendekatan pada meditasi tanpa memaksakan yang mana pun dari mereka sebagai yang mutlak dan cukup untuk semua orang. Dalam hal ini kita seharusnya mengikuti langkah kaki yang toleran dari Sang Buddha. | ||
| - | |||
| - | > “Menunjuk pada apakah, Bhante, ‘seseorang yang berdiam dalam Dhamma’ itu?” | ||
| - | |||
| - | > “Di sini, seorang bhikkhu mempelajari Dhamma - //sutta//, //geyya//, // | ||
| - | |||
| - | > “Demikianlah, | ||
| - | > )) | ||
| - | |||
| - | ===== Singkatan-Singkatan ===== | ||
| - | |||
| - | < | ||
| - | AN Aṅguttara Nikāya | ||
| - | BU Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad | ||
| - | CDB | ||
| - | CU Chāndogya Upaniṣad | ||
| - | DA Dīrgha Āgama | ||
| - | Dhp | ||
| - | Dhs | ||
| - | DN Dīgha Nikāya | ||
| - | EA Ekottara Āgama | ||
| - | Iti | ||
| - | Kośa Abhidharmakośabhāṣya | ||
| - | LDB Long Discourses of the Buddha (terjemahan Dīgha Nikāya) | ||
| - | MA Madhyama Āgama | ||
| - | MBh Mahā Bhārata | ||
| - | MLDB Middle Length Discourses of the Buddha (terjemahan Majjhima Nikāya) | ||
| - | MN Majjhima Nikāya | ||
| - | MVB | ||
| - | PP Puggala Paññatti | ||
| - | PED | ||
| - | SA Saṁyukta Āgama | ||
| - | SED | ||
| - | Skt MPS Mahā Parinirvāṇa Sūtra Sanskrit | ||
| - | Skt CPS Catuṣpariṣat Sūtra Sanskrit | ||
| - | Skt SPS Śrāmaṇyaphala Sūtra Sanskrit | ||
| - | SN Saṁyutta Nikāya | ||
| - | Sn Sutta Nipāta | ||
| - | T Edisi Taishō dari Tripiṭaka Mandarin | ||
| - | U | ||
| - | Vsm | ||
| - | YS Yoga Sūtra | ||
| - | </ | ||
sejarah.1764910000.txt.gz · Terakhir diubah: oleh sumedho
