teks:mn:mn001
Perbedaan
Ini menunjukkan perbedaan antara versi yang terpilih dengan versi yang sedang aktif.
| Kedua sisi revisi sebelumnyaRevisi sebelumnyaRevisi selanjutnya | Revisi sebelumnya | ||
| teks:mn:mn001 [2025/12/04 02:47] – sumedho | teks:mn:mn001 [Unknown date] (sekarang) – terhapus - Perubahan eksternal (Unknown date) 127.0.0.1 | ||
|---|---|---|---|
| Baris 1: | Baris 1: | ||
| - | ====== MN 1: Mūlapariyāya Sutta - Akar Segala Sesuatu ====== | ||
| - | |||
| - | |||
| - | Di terjemahkan dari pāḷi oleh Bhikkhu Ñāṇamoli dan Bhikkhu Bodhi | ||
| - | ---- | ||
| - | |||
| - | |||
| - | '' | ||
| - | |||
| - | 2. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan sebuah khotbah kepada kalian tentang akar dari segala sesuatu.((// | ||
| - | )) Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Kukatakan.” – “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: | ||
| - | |||
| - | ===== Orang Biasa ===== | ||
| - | |||
| - | 3. “Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, | ||
| - | )) yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, memahami tanah sebagai tanah.((// | ||
| - | )) Setelah memahami tanah sebagai tanah, ia menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia menganggap [dirinya] dalam tanah, ia menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | MA menuliskan teks ini sebagai: “Setelah melihat tanah dengan persepsi menyimpang, orang biasa kemudian menganggapnya – menafsirkan atau menilainya – melalui kecenderungan-kecenderungan berproliferasi yang kasar (// | ||
| - | |||
| - | Empat cara menganggap (// | ||
| - | |||
| - | Tetapi hati-hati dalam menginterpretasikan frasa-frasa ini. Pali tidak menyediakan objek langsung bagi cara ke dua dan ke tiga, dan ini menyiratkan bahwa proses penganggapan berlangsung dari tingkat yang lebih dalam dan lebih umum daripada yang terlibat dalam pembentukan pandangan diri secara eksplisit, seperti yang dijelaskan misalnya pada MN 2.8 atau MN 44.7. Dengan demikian aktivitas penganggapan sepertinya terdiri dari keseluruhan wilayah kognisi yang diwarnai secara subjektif, dari impuls dan pikiran yang mana makna identitas pribadi masih belum lengkap untuk menjelaskan struktur intelektual yang telah dijelaskan secara lengkap. | ||
| - | |||
| - | Akan tetapi Ñm, memahami objek anggapan implisit sebagai persepsi itu sendiri, dan karena itu menerjemahkan: | ||
| - | |||
| - | Frasa ke lima, “ia bersenang di dalam X,” secara eksplisit menghubungkan penganggapan dengan keinginan, yang mana di tempat lain dikatakan “bergembira di sana-sini.” Hal ini, lebih jauh lagi, menyiratkan bahaya dalam proses pemikiran kaum duniawi, karena ketagihan dikatakan oleh Sang Buddha sebagai asal-mula penderitaan. | ||
| - | |||
| - | MA memberikan banyak contoh yang mengilustrasikan segala jenis penganggapan yang berbeda, dan ini jelas menegaskan bahwa objek penganggapan yang dimaksudkan adalah makna egoistis yang keliru. | ||
| - | )) Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 4. “Ia memahami air sebagai air. Setelah memahami air sebagai air, ia menganggap [dirinya sebagai] air, ia menganggap [dirinya] dalam air, ia menganggap [dirinya terpisah] dari air, ia menganggap air sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 5. “Ia memahami api sebagai api. Setelah memahami api sebagai api, ia menganggap [dirinya sebagai] api, ia menganggap [dirinya] dalam api, ia menganggap [dirinya terpisah] dari api, ia menganggap api sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 6. “Ia memahami udara sebagai udara. Setelah memahami udara sebagai udara, ia menganggap [dirinya sebagai] udara, ia menganggap [dirinya] dalam udara, ia menganggap [dirinya terpisah] dari udara, ia menganggap udara sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 7. “Ia memahami makhluk-makhluk sebagai makhluk-makhluk.((// | ||
| - | )) Setelah memahami makhluk-makhluk sebagai makhluk-makhluk, | ||
| - | |||
| - | 8. “Ia memahami dewa-dewa sebagai dewa-dewa.((MA: | ||
| - | )) Setelah memahami dewa-dewa sebagai dewa-dewa, ia membayangkan dewa-dewa, ia menganggap [dirinya] dalam dewa-dewa, ia menganggap [dirinya terpisah] dari dewa-dewa, ia menganggap dewa-dewa sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 9. “Ia memahami Pajāpati sebagai Pajāpati.((Prajāpati, | ||
| - | )) Setelah memahami Pajāpati sebagai Pajāpati, ia membayangkan Pajāpati, ia menganggap [dirinya] dalam Pajāpati, ia menganggap [dirinya terpisah] dari Pajāpati, ia menganggap Pajāpati sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 10. “Ia memahami Brahmā sebagai Brahmā.((// | ||
| - | )) Setelah memahami Brahmā sebagai Brahmā, ia membayangkan Brahmā, ia menganggap [dirinya] dalam Brahmā, ia menganggap [dirinya terpisah] dari Brahmā, ia menganggap Brahmā sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 11. “Ia memahami para dewa dengan Cahaya Gemerlap sebagai para dewa dengan Cahaya Gemerlap.((MA: | ||
| - | )) Setelah memahami para dewa dengan Cahaya Gemerlap sebagai para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia membayangkan para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia menganggap [dirinya] dalam para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia menganggap para dewa dengan Cahaya Gemerlap sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 12. “Ia memahami para dewa dengan Keagungan Gemilang sebagai para dewa dengan Keagungan Gemilang.((MA: | ||
| - | )) Setelah memahami para dewa dengan Keagungan Gemilang sebagai para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia membayangkan para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia menganggap [dirinya] dalam para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia menganggap [dirinya terpisah] dari para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia menganggap para dewa dengan Keagungan Gemilang sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 13. “Ia memahami para dewa dengan Buah Besar sebagai para dewa dengan Buah Besar.((Ini adalah para dewa di alam jhāna ke empat. | ||
| - | )) Setelah memahami para dewa dengan Buah Besar sebagai para dewa dengan Buah Besar, ia membayangkan para dewa dengan Buah Besar, ia menganggap [dirinya] dalam para dewa dengan Buah Besar, ia menganggap [dirinya terpisah] dari para dewa dengan Buah Besar, ia menganggap para dewa dengan Buah Besar sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 14. “Ia memahami raja sebagai raja.((// | ||
| - | )) Setelah memahami raja sebagai raja, ia membayangkan raja, ia menganggap [dirinya] dalam raja, ia menganggap [dirinya terpisah] dari raja, ia menganggap raja sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 15. “Ia memahami landasan ruang tanpa batas sebagai landasan ruang tanpa batas.((Ini dan tiga bagian selanjutnya membahas penganggapan sehubungan dengan empat alam tanpa materi – padanan kosmologis dari pencapaian empat meditasi tanpa materi. Dengan §18 pembagian penganggapan melalui alam-alam kehidupan selesai. | ||
| - | )) Setelah memahami landasan ruang tanpa batas sebagai landasan ruang tanpa batas, ia menganggap [dirinya sebagai] landasan ruang tanpa batas, ia menganggap [dirinya] dalam landasan ruang tanpa batas, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan ruang tanpa batas, ia menganggap landasan ruang tanpa batas sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 16. “Ia memahami landasan kesadaran tanpa batas sebagai landasan kesadaran tanpa batas. Setelah memahami landasan kesadaran tanpa batas sebagai landasan kesadaran tanpa batas, [3] ia menganggap [dirinya sebagai] landasan kesadaran tanpa batas, ia menganggap [dirinya] dalam landasan kesadaran tanpa batas, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan kesadaran tanpa batas, ia menganggap landasan kesadaran tanpa batas sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 17. “Ia memahami landasan kekosongan sebagai landasan kekosongan. Setelah memahami landasan kekosongan sebagai landasan kekosongan, ia menganggap [dirinya sebagai] landasan kekosongan, ia menganggap [dirinya] dalam landasan kekosongan, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan kekosongan, ia menganggap landasan kekosongan sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 18. “Ia memahami landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sebagai landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Setelah memahami landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sebagai landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, | ||
| - | |||
| - | 19. “Ia memahami yang terlihat sebagai yang terlihat.((Dalam hal empat bagian fenomena yang terdiri dari identitas pribadi yang dianggap sebagai objek persepsi yang dikelompokkan dalam empat kelompok dilihat, didengar, dicerap, dan dikenali. Di sini, //dicerap// (//muta//) menyiratkan data bau-bauan, rasa kecapan, dan sentuhan, // | ||
| - | )) Setelah memahami yang terlihat sebagai yang terlihat, ia menganggap [dirinya sebagai] yang terlihat, ia menganggap [dirinya] dalam yang terlihat, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang terlihat, ia menganggap yang terlihat sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 20. “Ia memahami yang terdengar sebagai yang terdengar. Setelah memahami yang terdengar sebagai yang terdengar, ia menganggap [dirinya sebagai] yang terdengar, ia menganggap [dirinya] dalam yang terdengar, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang terdengar, ia menganggap yang terdengar sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 21. “Ia memahami yang terindra sebagai yang terindra. Setelah memahami yang terindra sebagai yang terindra, ia menganggap [dirinya sebagai] yang terindra, ia menganggap [dirinya] dalam yang terindra, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang terindra, ia menganggap yang terindra sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 22. “Ia memahami yang dikenali sebagai yang dikenali. Setelah memahami yang dikenali sebagai yang dikenali, ia menganggap [dirinya sebagai] yang dikenali, ia menganggap [dirinya] dalam yang dikenali, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang dikenali, ia menganggap yang dikenali sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 23. “Ia memahami kesatuan sebagai kesatuan.((Dalam bagian ini dan berikutnya, fenomena yang terdiri dari identitas pribadi diperlakukan sebagai dua – melalui kesatuan dan keberagaman. Penekanan pada // | ||
| - | )) Setelah memahami kesatuan sebagai kesatuan, ia menganggap [dirinya sebagai] kesatuan, ia menganggap [dirinya] dalam kesatuan, ia menganggap [dirinya terpisah] dari kesatuan, ia menganggap kesatuan sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 24. “Ia memahami keberagaman sebagai keberagaman. Setelah memahami keberagaman sebagai keberagaman, | ||
| - | |||
| - | 25. “Ia memahami keseluruhan sebagai keseluruhan.((Dalam bagian ini semua fenomena identitas pribadi dikumpulkan dan ditampilkan sebagai satu. Gagasan totalitas ini dapat membentuk landasan filosofis phanteis atau monistis, tergantung pada hubungan antara diri dan keseluruhan. | ||
| - | )) Setelah memahami keseluruhan sebagai keseluruhan, | ||
| - | |||
| - | 26. “Ia memahami Nibbāna sebagai Nibbāna.((MA memahami “Nibbāna” di sini merujuk pada lima jenis “Nibbāna tertinggi di sini dan saat ini” yang termasuk dalam enam puluh dua pandangan salah dari Brahmajāla Sutta (DN 1.3.19-25/ | ||
| - | )) Setelah memahami Nibbāna sebagai Nibbāna, ia menganggap [dirinya sebagai] Nibbāna, ia menganggap [dirinya] dalam Nibbāna, ia menganggap [dirinya terpisah] dari Nibbāna, ia menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | ===== Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi ===== | ||
| - | |||
| - | 27. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam latihan yang lebih tinggi, | ||
| - | )) yang pikirannya masih belum mencapai tujuan, dan yang masih bercita-cita untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah.((Harus dimengerti bahwa, sementara orang biasa dikatakan // | ||
| - | )) Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia seharusnya tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 28-49. “Ia secara langsung mengetahui air sebagai air … Ia secara langsung mengetahui keseluruhan sebagai keseluruhan. | ||
| - | |||
| - | 50. “Ia secara langsung mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna. Setelah mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya] dalam Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya terpisah] dari Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | ===== Arahant - I ===== | ||
| - | |||
| - | 51. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, | ||
| - | )) ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 52-74. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan. | ||
| - | |||
| - | ===== Arahant – II ===== | ||
| - | |||
| - | 75. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant … sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, [5] ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 76-98. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari nafsu melalui hancurnya nafsu. | ||
| - | |||
| - | ===== Arahant – III ===== | ||
| - | |||
| - | 99. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant … sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 100-122. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari kebencian melalui hancurnya kebencian. | ||
| - | |||
| - | ===== Arahant - IV ===== | ||
| - | |||
| - | 123. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant … sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | |||
| - | 124-146. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari delusi melalui hancurnya delusi. | ||
| - | |||
| - | ===== Tathāgata – I ===== | ||
| - | |||
| - | 147. “Para bhikkhu, Sang Tathāgata juga, | ||
| - | )) yang sempurna dan tercerahkan sepenuhnya, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, Beliau tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 148-170. “Beliau juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena Beliau telah memahami sepenuhnya hingga akhir, Aku katakan. | ||
| - | |||
| - | ===== Tathāgata – II ===== | ||
| - | |||
| - | 171. “Para bhikkhu, Sang Tathāgata juga, yang sempurna dan tercerahkan sepenuhnya, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, Beliau tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku, | ||
| - | )) Oleh karena itu, para bhikkhu, melalui kehancuran, peluruhan, pelenyapan, penghentian, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
| - | 172-194. “Beliau juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena Beliau telah memahami bahwa kesenangan adalah akar penderitaan, | ||
| - | |||
| - | Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu //tidak// bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.((Para bhikkhu tidak gembira mendengar kata-kata Sang Buddha, jelas karena khotbah itu menggali terlalu dalam pada wilayah yang halus dari keangkuhan mereka, dan mungkin pandangan-pandangan brahmanis mereka yang masih tersisa. Belakangan, MA memberitahukan, | ||
| - | )) | ||
| - | |||
teks/mn/mn001.1764816471.txt.gz · Terakhir diubah: oleh sumedho
