Wiki DhammaCitta

Buddhisme Indonesia

Alat Pengguna

Alat Situs


jainisme

Perbedaan

Ini menunjukkan perbedaan antara versi yang terpilih dengan versi yang sedang aktif.

Tautan ke tampilan pembanding ini

Kedua sisi revisi sebelumnyaRevisi sebelumnya
Revisi selanjutnya
Revisi sebelumnya
jainisme [2025/11/29 14:39] – [Perbandingan Biografi/Riwayat Hidup Buddha dan Mahavira] seniyajainisme [2025/11/29 15:23] (sekarang) seniya
Baris 1: Baris 1:
-====== MENGENAL JAINISME DAN PERBANDINGANNYA DENGAN BUDDHISME ======+====== Mengenal Jainisme dan Perbandingannya dengan Buddhisme ======
  
 Mempelajari agama secara pendekatan historis akan lebih komprehensif jika kita juga mengkaji ajaran-ajaran agama lain yang ada pada zaman yang sama atau lebih dulu muncul di daerah yang sama. Oleh sebab itu, pemahaman sejarah dan ajaran Jain sebagai salah satu aliran Sramanisme yang masih bertahan sampai saat ini sangat penting untuk mengetahui bagaimana Buddhisme berkembang pada masa awalnya di India kuno. Mempelajari agama secara pendekatan historis akan lebih komprehensif jika kita juga mengkaji ajaran-ajaran agama lain yang ada pada zaman yang sama atau lebih dulu muncul di daerah yang sama. Oleh sebab itu, pemahaman sejarah dan ajaran Jain sebagai salah satu aliran Sramanisme yang masih bertahan sampai saat ini sangat penting untuk mengetahui bagaimana Buddhisme berkembang pada masa awalnya di India kuno.
Baris 5: Baris 5:
 Jainisme merupakan agama yang lahir sezaman tetapi lebih tua daripada Buddhisme. Dikenal sebagai aliran Nigantha dalam teks-teks Buddhis, Jainisme secara historis merupakan aliran Sramana yang didirikan oleh Nigantha Nataputta atau dikenal sebagai Mahavira oleh para pengikutnya saat ini. Buddhisme juga lahir dari aliran Sramana (Sramanisme) pada masa India kuno. Sramanisme adalah sistem religius yang populer pada abad ke-6 SM selain agama utama para brahmana yang berdasarkan Veda (disebut Brahmanisme) di India. Jainisme merupakan agama yang lahir sezaman tetapi lebih tua daripada Buddhisme. Dikenal sebagai aliran Nigantha dalam teks-teks Buddhis, Jainisme secara historis merupakan aliran Sramana yang didirikan oleh Nigantha Nataputta atau dikenal sebagai Mahavira oleh para pengikutnya saat ini. Buddhisme juga lahir dari aliran Sramana (Sramanisme) pada masa India kuno. Sramanisme adalah sistem religius yang populer pada abad ke-6 SM selain agama utama para brahmana yang berdasarkan Veda (disebut Brahmanisme) di India.
  
-===== Perbandingan Biografi/Riwayat Hidup Buddha dan Mahavira =====+===== Perbandingan Riwayat Hidup Buddha dan Mahavira =====
  
 **Buddha** (secara harfiah berarti "Yang Tercerahkan") yang kita kenal dalam sejarah bernama Siddhattha (Siddhartha) dari keluarga Gotama (Gautama) yang merupakan keluarga bangsawan (ksatriya) dari suku Sakya. Suku Sakya menyatakan dirinya berasal dari dinasti Ikshvaku (Okkaka), silsilah kasta ksatriya yang terkemuka di India yang dikenal juga sebagai Dinasti Matahari (Suryavamsa).**[1]** Ayahnya adalah pemimpin suku Sakya bernama Suddhodana di Kapilavatthu (Kapilavastu) dan ibunya bernama Mahamaya. Menurut tradisi Buddhis, sebelum mengandung bayi Bodhisatta (calon Buddha), ibunya bermimpi dimasuki seekor gajah putih bergading enam dari sisi kanan, yang berarti akan mengandung anak yang akan menjadi seorang penguasa dunia (cakkavatti) atau seorang Yang Tercerahkan (Buddha).**[2]** **Buddha** (secara harfiah berarti "Yang Tercerahkan") yang kita kenal dalam sejarah bernama Siddhattha (Siddhartha) dari keluarga Gotama (Gautama) yang merupakan keluarga bangsawan (ksatriya) dari suku Sakya. Suku Sakya menyatakan dirinya berasal dari dinasti Ikshvaku (Okkaka), silsilah kasta ksatriya yang terkemuka di India yang dikenal juga sebagai Dinasti Matahari (Suryavamsa).**[1]** Ayahnya adalah pemimpin suku Sakya bernama Suddhodana di Kapilavatthu (Kapilavastu) dan ibunya bernama Mahamaya. Menurut tradisi Buddhis, sebelum mengandung bayi Bodhisatta (calon Buddha), ibunya bermimpi dimasuki seekor gajah putih bergading enam dari sisi kanan, yang berarti akan mengandung anak yang akan menjadi seorang penguasa dunia (cakkavatti) atau seorang Yang Tercerahkan (Buddha).**[2]**
Baris 62: Baris 62:
 Seperti halnya kehidupan tokoh guru spiritualnya masing-masing, ajaran Buddhisme dan Jainisme juga memiliki hal yang serupa tetapi tidak sama. Seperti halnya kehidupan tokoh guru spiritualnya masing-masing, ajaran Buddhisme dan Jainisme juga memiliki hal yang serupa tetapi tidak sama.
  
-Seperti yang telah disinggung di atas, Buddhisme mengajarkan jalan tengah untuk mencapai pembebasan (vimutti/moksha) dari lingkaran kelahiran kembali (samsara) yang disebut Nibbana/Nirvana, tujuan akhir kehidupan spiritual Buddhis. Menurut kotbah pertama Sang Buddha, jalan tengah tersebut tak lain adalah **Jalan Mulia Berunsur Delapan** (atthangika ariya magga/asthangika arya marga) [untuk selanjutnya akan disingkat menjadi JMB8], yang terdiri dari pandangan benar (samma ditthi/samyak drsti), kehendak/pikiran benar (samma sankappa/samyak samkalpa), ucapan benar (samma vacca/samyak vaca), perbuatan benar (samma kammanta/samyak karmanta), penghidupan/pencaharian benar (samma ajiva/samyak ajiva), upaya/usaha benar (samma vayama/samyak vyayama), perhatian benar (samma sati/samyak smrti), dan konsentrasi benar (samma samadhi/samyak samadhi).+Seperti yang telah disinggung di atas, Buddhisme mengajarkan jalan tengah untuk mencapai pembebasan (vimutti/moksha) dari lingkaran kelahiran kembali (samsara) yang disebut Nibbana/Nirvana, tujuan akhir kehidupan spiritual Buddhis. Menurut kotbah pertama Sang Buddha, jalan tengah tersebut tak lain adalah **Jalan Mulia Berunsur Delapan** (atthangika ariya magga/asthangika arya marga) [untuk selanjutnya akan disingkat menjadi JMB8], yang terdiri dari //pandangan benar (samma ditthi/samyak drsti), kehendak/pikiran benar (samma sankappa/samyak samkalpa), ucapan benar (samma vacca/samyak vaca), perbuatan benar (samma kammanta/samyak karmanta), penghidupan/pencaharian benar (samma ajiva/samyak ajiva), upaya/usaha benar (samma vayama/samyak vyayama), perhatian benar (samma sati/samyak smrti), dan konsentrasi benar (samma samadhi/samyak samadhi).//
  
 Dalam teks-teks Buddhis awal (misalnya MN 27), karir spiritual seorang praktisi monastik Buddhis digambarkan sbb: Dalam teks-teks Buddhis awal (misalnya MN 27), karir spiritual seorang praktisi monastik Buddhis digambarkan sbb:
Baris 77: Baris 77:
   - Akhirnya, ia mengarahkan pikirannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda, pengetahuan sejati ketiga/terakhir, dengan memahami sebagaimana adanya **Empat Kebenaran Mulia**, yaitu dukkha (penderitaan/ketidakpuasan), munculnya/sebab dukkha (= ketagihan/keinginan [tanha]), lenyapnya dukkha (= Nibbana), dan jalan menuju lenyapnya dukkha (= JMB8). Pemahaman/penembusan empat kebenaran mulia ini merupakan **pandangan benar** dari JMB8. Dengan demikian, ia terbebas dari noda-noda (asava) keinginan indria, penjelmaan, dan ketidaktahuan; maka ia mencapai pembebasan dari kelahiran kembali selamanya (merealisasi Nibbana). Inilah pencapaian kesucian Arahant dalam Buddhisme.   - Akhirnya, ia mengarahkan pikirannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda, pengetahuan sejati ketiga/terakhir, dengan memahami sebagaimana adanya **Empat Kebenaran Mulia**, yaitu dukkha (penderitaan/ketidakpuasan), munculnya/sebab dukkha (= ketagihan/keinginan [tanha]), lenyapnya dukkha (= Nibbana), dan jalan menuju lenyapnya dukkha (= JMB8). Pemahaman/penembusan empat kebenaran mulia ini merupakan **pandangan benar** dari JMB8. Dengan demikian, ia terbebas dari noda-noda (asava) keinginan indria, penjelmaan, dan ketidaktahuan; maka ia mencapai pembebasan dari kelahiran kembali selamanya (merealisasi Nibbana). Inilah pencapaian kesucian Arahant dalam Buddhisme.
  
-Pandangan benar adalah yang terpenting dalam latihan spiritual Buddhis (oleh sebab itu dimasukkan dalam urutan pertama dalam JMB8, lihat juga dalam MN 117). Pandangan benar merupakan pemahaman yang benar atas fenomena kehidupan ini sebagaimana adanya, yang mencakup konsep-konsep seperti kelahiran kembali (punabhava/punarbhava), hukum sebab akibat perbuatan (kamma/karma), ketidakkekalan (anicca), dukkha (Empat Kebenaran Mulia), dan bukan diri (anatta). Dua konsep yang pertama (kelahiran kembali dan karma) merupakan pandangan benar duniawi (lokiya sammaditthi) yang diperlukan agar seseorang menjadi bermoral dan dapat terlahir kembali di alam-alam lebih baik (alam manusia dan alam dewa/surga), sedangkan sisanya (anicca, dukkha, anatta) adalah pandangan benar adiduniawi (lokuttara sammaditthi) yang mutlak diperlukan untuk mencapai pencerahan/Nibbana. Dari semua konsep pandangan benar ini, konsep anatta (anatman) yang menolak keberadaan diri/jiwa/roh yang independen adalah ciri khas Buddhisme yang membedakannya dari ajaran-ajaran lain (termasuk Brahmanisme dan Jainisme yang mengajarkan adanya diri/jiwa).+Pandangan benar adalah yang terpenting dalam latihan spiritual Buddhis (oleh sebab itu dimasukkan dalam urutan pertama dalam JMB8, lihat juga dalam MN 117). Pandangan benar merupakan pemahaman yang benar atas fenomena kehidupan ini sebagaimana adanya, yang mencakup konsep-konsep seperti //kelahiran kembali (punabhava/punarbhava), hukum sebab akibat perbuatan (kamma/karma), ketidakkekalan (anicca), dukkha (Empat Kebenaran Mulia), dan bukan diri (anatta)//. Dua konsep yang pertama (kelahiran kembali dan karma) merupakan pandangan benar duniawi (lokiya sammaditthi) yang diperlukan agar seseorang menjadi bermoral dan dapat terlahir kembali di alam-alam lebih baik (alam manusia dan alam dewa/surga), sedangkan sisanya (anicca, dukkha, anatta) adalah pandangan benar adiduniawi (lokuttara sammaditthi) yang mutlak diperlukan untuk mencapai pencerahan/Nibbana. Dari semua konsep pandangan benar ini, konsep anatta (anatman) yang menolak keberadaan diri/jiwa/roh yang independen adalah ciri khas Buddhisme yang membedakannya dari ajaran-ajaran lain (termasuk Brahmanisme dan Jainisme yang mengajarkan adanya diri/jiwa).
  
 +{{:bhikkhu_pindapatta.jpg}}
  
 +//Gambar 3. Para bhikkhu Buddhis sedang berpindapata (berkeliling mengumpulkan dana makanan) dari para umat.//
 +
 +Sedangkan **Jainisme** walaupun sama-sama bertujuan pada pembebasan (moksha) dari kelahiran kembali yang juga disebut Nirvana memiliki jalan/metode yang sedikit berbeda dengan Buddhisme. Jalan menuju pembebasan (moksha marga) ini menurut Jainisme adalah **tiga permata (ratnatraya)**, yang terdiri dari //penglihatan/pandangan benar (samyak darsana), pengetahuan benar (samyak jnana), dan perilaku benar (samyak carita/caritra)//. [Dalam Buddhisme tiga pertama (tiratana/triratna) menunjuk pada tiga pilar utama Buddhisme, yaitu Buddha sebagai guru junjungan agung, Dhamma/Dharma sebagai ajarannya, dan Sangha sebagai komunitas monastik yang menjalankan dan melestarikan ajaran tersebut.]
 +
 +**Pandangan benar** versi Jain (seringkali diterjemahkan sebagai keyakinan benar) adalah keyakinan terhadap entitas/substansi/realitas yang disebut tattva, yang terdiri atas jiwa (jiva), non-jiwa (ajiva), arus masuk (asrava/asava), ikatan (bandha), penghentian karma (samvara), pemisahan/penghancuran karma (nirjara), dan pembebasan (moksha).
 +
 +1) **Jiwa** adalah diri/personalitas/kesadaran yang memberikan kehidupan pada semua makhluk dan terpisah dari tubuh jasmani yang mewadahinya. Jiwa tidak dapat diciptakan ataupun dihancurkan dan mengalami kelahiran dan kematian berulang-ulang (reinkarnasi). Namun, jiwa dalam Jainisme berbeda dengan diri/atman dalam Brahmanisme yang merupakan manifestasi Brahman (Yang Absolut) [dipersonifikasikan sebagai Brahma sang pencipta] karena Jainisme juga menganut non-teisme/ateisme seperti hal Buddhisme dan menyatakan dunia/alam semesta yang tiada awal dan tiada akhir tidak diciptakan oleh sosok entitas tertinggi apa pun.
 +
 +Jiwa dibedakan atas yang tidak bergerak (sthavara) dan yang bergerak (trasa). Jiwa yang tidak bergerak terdiri dari satu indria (indria badan/kulit) dan tidak dapat bergerak bebas adalah yang berbadan tanah, air, api, udara, dan tumbuhan. (Buddhisme tidak menganggap empat unsur fisik dan tumbuhan sebagai makhluk hidup.) Jiwa yang bergerak dapat terdiri dari dua indria (badan dan lidah), seperti cacing, keong, lintah, siput, dan tiram; tiga indria (indria badan, lidah, dan hidung), seperti kutu dan rayap; empat indria (indria badan, lidah, hidung, dan telinga), seperti ngengat, lalat, lebah, dan agas; serta lima indria (indria badan, lidah, hidung, telinga, dan mata), yaitu makhluk-makhluk sisanya, seperti hewan-hewan yang hidup di air, darat, angkasa, makhluk neraka, manusia, dan para dewa.
 +
 +2) **Non-jiwa** merupakan segala sesuatu yang tidak memiliki kehidupan (lawan dari jiwa) dan terdiri atas materi/fisik/jasmani (pudgala), media pergerakan (dharma), media diam (adharma), ruang (akasa), dan waktu (kala). Materi merupakan sesuatu yang memiliki bentuk (rupa) dan dicirikan oleh sentuhan, rasa, bebauan, dan warna. Media pergerakan dan media diam masing-masing merupakan substansi yang menyebabkan bergerak/berpindahnya dan tidak bergeraknya (berdiamnya) makhluk hidup dan materi. Ruang memberikan tempat kediaman bagi makhluk hidup dan materi berupa dunia/alam semesta ini (loka) dan di luar alam semesta (aloka) terdapat ruang yang tidak terbatas. Waktu berfungsi mendukung substansi lainnya dalam kelangsungannya melalui durasi, perubahan, pergerakan, dan keberlangsungan. (Buddhisme menganggap pergerakan dan diam adalah dua sisi yang berbeda dari hal yang sama dan dimasukkan dalam kategori rupa/bentuk jasmani dari skema pancakkandha/pancaskandha serta tidak menganggap waktu sebagai suatu realitas/fenomena yang tersendiri, melainkan hanyalah konseptual dari durasi/perubahan muncul, bertahan sebentar, dan lenyapnya fenomena batin dan jasmani.)
 +
 +3) **Asrava** merupakan aliran materi/partikel karma yang disebabkan oleh aktivitas/perbuatan pikiran, ucapan, dan jasmani, yang menuju jiwa. Berbeda dengan Buddhisme yang hanya menganggap perbuatan pikiran, ucapan, dan jasmani yang dilandasi kehendak/niat sebagai kamma/karma yang dapat menghasilkan akibat baik dan buruk, Jainisme menganggap semua aktivitas/perbuatan adalah karma yang menyebabkan kelahiran kembali di samsara. (Dalam Buddhisme, asava/asrava bukan arus masuk karma menuju jiwa, melainkan noda-noda kekotoran batin yang menyebabkan kelahiran kembali berulang-ulang.)
 +
 +4) **Bandha** merupakan menempelnya materi (pudgala) pada jiwa yang dapat menghasilkan karma. Pengikatan karma ini disebabkan oleh pandangan/keyakinan salah (mithya darsana) [tidak meyakini konsep 7 entitas yang dijelaskan di sini, kebalikan dari samyak darsana], tidak berpantang/tanpa pengendalian (avirati) [tidak melindungi makhluk hidup dan tidak mengendalikan indria-indria dan pikiran], kelalaian (pramada), nafsu (kasaya), dan aktivitas (yoga = karma itu sendiri). Karena materi bersifat fisik, maka karma juga bersifat fisik dalam Jainisme.
 +
 +5) **Samvara** adalah penghentian masuknya arus materi karma menuju jiwa. Penghentian aktivitas-aktivitas yang membawa pada kelahiran kembali disebut penghentian batin (bhava samvara); ketika aktivitas-aktivitas dihentikan, aliran materi karma terputus, ini disebut penghentian materi (dravya samvara). Cara mencapai penghentian karma ini adalah melalui:
 +
 +a) pengendalian (gupti), yaitu mengendalikan aktivitas pikiran, ucapan dan jasmani untuk melenyapkan hal-hal yang tidak bermanfaat,
 +
 +b) kewaspadaan (samiti), yaitu pergerakan penuh kehati-hatian agar tidak menyakiti makhluk hidup saat berjalan, berbicara, makan, mengangkat dan meletakkan sesuatu, serta buang air,
 +
 +c) kebajikan (dharma), yaitu kesabaran tertinggi untuk melenyapkan kemarahan, kerendahan hati tertinggi untuk melenyapkan kesombongan, kelurusan tertinggi untuk melenyapkan kebengkokan/sifat menipu, kemurnian tertinggi untuk melenyapkan keserakahan, kejujuran tertinggi, pengendalian diri tertinggi, latihan keras (tapa) tertinggi, pelepasan tertinggi (memberi kepada orang-orang suci), ketidakmelekatan tertinggi (melepaskan hiasan tubuh dan pikiran "ini milikku"), dan kehidupan suci (brahmacariya) tertinggi.
 +
 +d) perenungan/meditasi (anupreksa), yaitu merenungkan ketidakkekalan (anitya), ketidakberdayaan (asarana) [tidak ada yang dapat membantu kita dalam samsara ini, bahkan sanak keluarga, sahabat, dan para dewa sekalipun, selain kebajikan kita sendiri], kelahiran kembali berulang-ulang (samsara), kesendirian (ekatva) ["Aku sendirian mengalami penderitaan hebat dari kelahiran, usia tua, dan kematian yang berulang-ulang; tidak ada yang adalah temanku. Aku lahir sendirian; aku meninggal sendirian. Tidak ada satu pun, sanak keluarga atau yang lain, yang dapat mengambil berbagai penderitaan dari penyakit, usia tua, dan kematian. Sanak keluarga dan sahabat tidak dapat menemaniku melampaui perkuburan. Kebajikan adalah satu-satunya sahabat yang tidak pernah meninggalkanku."], pembedaan (anyatva) [jiwa adalah berbeda dengan tubuh/badan], kekotoran (asuci) [hal-hal menjijikkan dari tubuh ini], arus masuk (asrava), penghentian karma (samvara), penghancuran karma (nirjara), dunia/alam semesta (loka), sulitnya mencapai pencerahan (bodhidurlabha), dan kebenaran yang dinyatakan Sang Jina (dharmasvakhyatatva) [seperti tidak menyakiti makhluk hidup/ahimsa, kebenaran/satya, kesederhanaan, kesabaran, dst.]
 +
 +e) penaklukan dengan penahanan (parisahajaya) [menahan penderitaan-penderitaan seperti kelaparan, kehausan, kedinginan, kepanasan, gigitan serangga, ketelanjangan, dst yang muncul ketika seseorang berlatih menuju pembebasan], dan
 +
 +f) perilaku (caritra) [= samyak caritra, akan dibahas di bawah].
 +
 +(Berbeda dengan Jainisme, Buddhisme memaknai samvara sebagai pengendalian diri melalui indria-indria yang terkendali.)
 +
 +6) **Nirjara** merupakan terpisahnya atau hancurnya karma dari jiwa setelah karma tersebut matang/berbuah (anubhava) dalam bentuk kebahagiaan atau penderitaan. Ada 2 jenis penghancuran karma ini, yaitu melalui matangnya karma secara alamiah (vipakaja) [hancurnya karma setelah ia berbuah dengan sendirinya/pada waktunya] dan melalui pematangan karma sebelum waktunya (avipakaja) [karma yang belum waktunya berbuah tetapi dibuat muncul dan dialami buahnya sebelum waktunya dengan latihan keras (tapa)].
 +
 +7) **Pembebasan (moksha)** tercapai ketika tidak ada sebab ikatan karma baru (bandha) seperti keyakinan salah, tanpa pengendalian, dst [lihat no. 4 di atas] dan dengan hancurnya karma yang telah diperoleh sebelumnya (nirjara) [lihat no. 6 di atas]. Dengan demikian, moksha adalah penghancuran total semua karma yang terikat/menempel pada jiwa. Ini adalah keadaan jiwa murni yang bebas dari semua karma yang menyebabkan kelahiran kembali dalam samsara.
 +
 +**Pengetahuan benar**, faktor kedua jalan pembebasan Jain, adalah mengetahui objek pengetahuan (7 substansi yang menjadi konsep keyakinan benar di atas) sebagaimana adanya, bebas dari keragu-raguan. Terdapat 5 jenis pengetahuan benar, yaitu:
 +
 +1) Pengetahuan sensorik (mati-jnana), yaitu pengetahuan yang muncul dari perenungan terhadap objek pengetahuan melalui indria dan pikiran.
 +
 +2) Pengetahuan kitab suci (sruta-jnana), yaitu pengetahuan yang diperoleh dari mendengar ajaran. Seperti halnya Buddhisme, ajaran Jainisme diturunkan secara lisan selama berabad-abad sebelum akhirnya ditulis. Mendengar ajaran dari seorang guru dan menembusnya dengan perenungan masih merupakan hal yang penting bagi praktisi Buddhis maupun Jain sampai saat ini.
 +
 +3) Pengetahuan kewaskitaan/clairvoyance (avadhi-jnana), yaitu pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui perantaraan indria dan pikiran maupun mendengar, tetapi memiliki keterbatasan dalam substansi, cara, waktu dan tempat. Pengetahuan ini dimiliki oleh para dewa dan makhluk neraka, sedangkan manusia dapat memiliki pengetahuan ini melalui penghancuran karma yang menghalanginya.
 +
 +4) Pengetahuan telepati (manahparyaya-jnana), yaitu pengetahuan atas objek yang berada dalam pikiran orang lain (membaca pikiran orang lain).
 +
 +5) Kemahatahuan (kevala-jnana), yaitu pengetahuan atas segala hal dan segala cara tanpa batas secara bersamaan. Pengetahuan ini mutlak diperlukan untuk mencapai pembebasan (moksha) dan dicapai melalui penghancuran delusi/kebodohan batin (moha), penghalang pengetahuan (jnanavarana), penghalang persepsi (darsanavarana), dan karma penghalang (antarayakarma).
 +
 +Faktor terakhir jalan pembebasan Jain adalah **perilaku benar**. Seseorang dengan keyakinan benar dan pengetahuan benar yang berkeinginan untuk melenyapkan kelangsungan atau kelahiran kembali melepaskan aktivitas-aktivitas yang menyebabkan arus karma; pelepasan aktivitas-aktivitas ini adalah perilaku benar. Perilaku benar dijalankan dengan melaksanakan **lima ikrar besar (mahavrata)** yang terdiri dari //tidak melukai makhluk hidup (ahimsa), kejujuran (satya), tidak mencuri (acaurya), hidup selibat/menghindari hubungan seksual (brahmacarya), dan ketidakmelekatan/melepaskan semua kepemilikan (aparigraha) [termasuk tidak memakai apa pun sebagai jubah].// Lima ikrar besar ini merupakan latihan keras (tapa) yang telah dilakukan oleh Mahavira sendiri hingga akhirnya dapat mencapai pencerahan. 
 +
 +Dalam hal __ahimsa__, walaupun Buddhisme juga mengenal istilah ini [namun jarang dipakai], tetapi tidak penerapannya seekstrem seperti Jainisme yang sampai mengajarkan vegetarianisme ketat di mana pengikut Jain tidak boleh memakan daging, ikan, telur, bawang putih, bawang bombay atau akar sayuran lainnya (mencabut akar tanaman dapat membunuh mikroorganisme yang hidup di dalam tanah), madu (dianggap sebagai kekerasan terhadap lebah), alkohol, makanan fermentasi (dianggap sebagai kekerasan terhadap mikroorganisme), air yang belum disaring (mungkin memiliki organisme kecil di dalamnya), jamur, dan ragi.
 +
 +{{::jain_monk.jpg}}
 +
 +//Gambar 4. Para pertapa pria Jain yang disebut muni atau nirgantha (yang tidak memakai jubah di tengah) bersama para pertapa wanitanya yang disebut aryika atau sadhvi (yang berjubah putih di sekeliling) sedang berkumpul bersama dalam suatu acara religius.//
 +
 +Dari penjelasan panjang lebar di atas, beberapa kemiripan (persamaan dan perbedaan) ajaran Buddha dan Jain adalah:
 +
 +1. Sama-sama bertujuan mencapai pembebasan (moksha) atau Nibbana/Nirvana, tetapi dengan konsep yang berbeda. Buddhisme menyatakan Nibbana tidak dicirikan oleh suatu diri/jiwa (anatta) [Nibbana adalah lenyapnya dukkha (kebenaran mulia ketiga dari empat kebenaran mulia), yaitu dengan lenyapnya ketagihan/keinginan (tanha)], sedangkan Jainisme menyatakan Nirvana dicapai ketika diri/jiwa bebas dari arus karma yang menempelinya.
 +
 +2. Metode mencapai pembebasan sama-sama diawali dengan pemahaman konsep yang dianggap benar dalam kedua ajaran. Metode Buddhisme (yaitu JMB8) diawali dengan pandangan benar, yang menekankan pemahaman konsep anatta (bukan diri) sebagai antitesis/lawan dari pandangan salah tentang diri/personalitas, sedangkan metode Jainisme (yaitu tiga permata) diawali dengan keyakinan benar, yang menekankan keyakinan terhadap konsep jiva (jiwa) sebagai substansi kehidupan.
 +
 +3. Walaupun sama-sama mengutamakan praktik meninggalkan kehidupan duniawi sebagai pertapa (samana/sramana), jalan menuju pembebasan dalam Buddhisme menghindari latihan keras yang ekstrem (disebut jalan tengah), sedangkan jalan menuju pembebasan dalam Jainisme justru menekankan pentingnya latihan keras (tapa) seperti yang telah dilakukan Mahavira sendiri. Namun metode keduanya sama-sama menghindari kemanjaan dalam kesenangan indria dan berusaha melenyapkan nafsu keinginan yang dianggap menyebabkan kelahiran yang berulang-ulang. (Mungkin karena sifat latihan kerasnya maka ajaran Jain sulit menyebar keluar India pada masa kuno seperti halnya Buddhisme, walaupun pada masa modern saat ini Jainisme sudah menyebar ke seluruh dunia)
 +
 +4. Keduanya sama-sama tidak mengakui sosok pencipta yang menciptakan alam semesta ini beserta seluruh isinya. Buddhisme mengajarkan alam semesta mengalami siklus kehancuran dan pembentukan kembali yang berulang-ulang tanpa awal dan tanpa akhir, sedangkan Jainisme tidak mengajarkan siklus kehancuran dan pembentukan kembali demikian, melainkan alam semesta adalah tiada awal dan tiada akhir sama sekali (kekal selamanya) walaupun mengalami siklus masa kenaikan (di mana terdapat kebahagiaan dan kenaikan usia rata-rata manusia) dan masa kemerosotan (di mana terdapat penderitaan dan penurunan usia rata-rata manusia).
 +
 +5. Sama-sama meyakini adanya hukum karma dan kelahiran kembali dengan konsep yang berbeda. Sementara Buddhisme mengajarkan karma sebagai proses sebab akibat (kausalitas) semata tanpa adanya pelaku/agen yang berbuat dan menerima akibat perbuatan serta mengalami kelahiran kembali, Jainisme mengajarkan karma sebagai arus materi yang menempel pada jiwa karena adanya aktivitas pikiran, ucapan, dan jasmani. Oleh sebab itu, dalam Jainisme ada praktik religius yang disebut sallekkhana, yaitu penghentian segala aktivitas kehidupan bahkan tidak makan dan minum sama sekali, untuk menghentikan arus karma dan mencapai pembebasan dari kelahiran kembali; sedangkan Buddhisme tidak menganggap penghentian karma/perbuatan/aktivitas sebagai jalan membebaskan diri dari samsara, melainkan dengan cara menghentikan sebab kelahiran kembali, yaitu tanha (keinginan/ketagihan), melalui meditasi (perhatian benar) hingga mencapai konsentrasi meditatif (jhana).
 +
 +Dapat disimpulkan bahwa kedua agama ini bagaikan saudara dekat/kakak-adik jika dilihat dari latar belakang historis kemunculannya serta kedekatan/kemiripan tokoh guru spiritual dan ajarannya.
jainisme.1764427147.txt.gz · Terakhir diubah: oleh seniya