Ini adalah dokumen versi lama!
Brahmanisme dan Sramanisme: Manakah yang Lebih Tua?
Narasi historis yang umumnya diterima oleh para sejarahwan adalah bahwa Brahmanisme merupakan agama tertua India kuno yang berasal dari kepercayaan bangsa Arya berdasarkan kitab Veda dan Sramanisme muncul kemudian sebagai reaksi atas otoritas Brahmanisme yang melemah. Narasi historis ini telah dibahas secara lengkap pada artikel Sejarah Buddhisme subjudul Pra-Buddhisme
Namun demikian, pada masa modern narasi historis ini mulai dipertanyakan oleh para sejarahwan dan beberapa di antaranya mengemukakan teori baru tentang awal mula kedua agama utama India kuno ini, misalnya Johannes Bronkhorst dalam bukunya Greater Magadha: Studies in the Culture of Early India (2007) dan Geoffrey Samuel dalam bukunya The Origins of Yoga and Tantra: Indic Religions to the Thirteenth Century (2008).
Teori Greater Magadha
Menurut Bronkhorst, walaupun Brahmanisme telah ada ketika aliran-aliran Sramanisme, seperti Buddhisme, Jainisme dan Ajikivisme, berkembang, namun para brahmana belum menduduki posisi dominan di wilayah Magadha dan sekitarnya, tempat lahirnya tradisi sramana, sehingga munculnya Sramanisme bukan reaksi terhadap pemikiran dan tradisi brahmana. Bronkhorst menyebut wilayah Magadha dan sekitarnya ini sebagai Greater Magadha (Magadha Besar) sehingga teorinya disebut Greater Magadha theory (teori Magadha besar).
Salah satu dasar argumen Bronkhorst adalah definisi “negeri Arya” (āryāvarta) menurut ahli tata bahasa Patañjali (yang diperkirakan hidup pada tahun 150 SM), yaitu di antara gurun Thar (dekat perbatasan India dan Pakistan sekarang) di barat sampai dengan pertemuan sungai Gangga dan Yamuna di timur. Sekitar empat abad kemudian teks Mānava Dharmaśāstra memperluas cakupan wilayah Āryāvarta dari bagian barat sampai dengan lautan sebelah timur, lebih luas daripada definisi Patañjali. Hal ini berarti perubahan besar telah terjadi antara abad ke-2 SM dan abad ke-2 atau ke-3 M: para brahmana abad ke-2 SM menganggap daerah sebelah timur lembah sungai Gangga sebagai negeri asing, sedangkan para brahmana abad ke-2 atau ke-3 M melihat daerah yang sama sebagai negeri mereka. Daerah tersebut pada masa Patañjali tidak dianggap sebagai wilayah para brahmana. Namun ini bukan berarti tidak ada brahmana di sana, melainkan para brahmana yang tinggal di daerah itu tidak dianggap sebagai anggota masyarakat yang tertinggi seperti yang diklaim para brahmana di daerah sebelah barat. Artinya, di daerah tersebut pengaruh Brahmanisme (tradisi Veda) belum mengakar dengan kuat.
Daerah sebelah timur pertemuan sungai Gangga dan Yamuna yang adalah wilayah kerajaan Magadha dan sekitarnya (Greater Magadha) merupakan tempat lahirnya aliran-aliran tradisi Sramana, terutama Buddhisme dan Jainisme, di mana Sang Buddha dan Mahavira hidup dan mengajarkan ajarannya masing-masing. Jika pada masa Patañjali daerah ini belum menjadi wilayah para brahmana, maka daerah ini pasti bukan wilayah para brahmana pada masa Sang Buddha, karena Patañjali hidup dua atau dua setengah abad setelah wafatnya Sang Buddha.
