Wiki DhammaCitta

Buddhisme Indonesia

Alat Pengguna

Alat Situs


anatta

Perbedaan

Ini menunjukkan perbedaan antara versi yang terpilih dengan versi yang sedang aktif.

Tautan ke tampilan pembanding ini

Kedua sisi revisi sebelumnyaRevisi sebelumnya
anatta [2025/12/06 02:04] – [Polemik terhadap Anatta dari Ajaran Non-Buddhis] seniyaanatta [2025/12/06 02:51] (sekarang) – [Argumen Aliran-Aliran Buddhis] seniya
Baris 113: Baris 113:
 Kesadaran bhavanga (bhavanga citta) selalu dialami seseorang selama tidak ada objek eksternal yang menstimulasinya, bergetar selama satu momen/saat pikiran dan lenyap ketika ada objek fisik atau mental yang memasuki pikiran. Ketika objek bentuk terlihat oleh mata, aliran kesadaran bhavanga terhenti dan kesadaran pintu indria (pancadvaravajjana) muncul dan mengarahkan kesadaran pada objeknya lalu lenyap. Segera setelah ini muncul kesadaran mata (cakkhuvinnana) yang melihat objek tersebut tetapi tidak mengetahui lebih jauh tentang objek itu. Lalu terjadi momen penerimaan objek (sampaticchana), kemudian momen penyelidikan (santirana) yang menyelidiki objek, diikuti momen penentuan (votthana) di mana pembedaan terhadap objek dilakukan. Lalu muncul tahap javana di mana kamma memainkan peranannya. Jika objek diperhatikan dengan bijaksana (yonisomanasika), maka perbuatan tersebut akan menjadi kamma baik; jika diperhatikan secara tidak bijaksana (ayonisomanasika), maka menjadi kamma buruk. Misalnya, jika objek adalah orang atau benda yang tidak disenangi lalu kita memunculkan kebencian terhadapnya, maka tahap javana menghasilkan kamma buruk; sebaliknya, orang bijaksana dapat mengendalikan pikirannya dan memunculkan cinta kasih terhadap objek tersebut dan menghasilkan kamma baik. Tahap javana terdiri dari 7 momen/saat pikiran di mana jika kamma terjadi pada momen pertama javana yang paling lemah, maka akibatnya akan dialami dalam kehidupan ini juga (dittha-dhammavedaniya kamma) dan akan menjadi mandul/tidak berbuah (ahosi) jika menghasilkan akibat pada kehidupan ini sama sekali; jika terjadi pada momen ketujuh yang merupakan yang terlemah berikutnya, kamma tersebut akan berbuah pada kehidupan berikutnya (upapajjavedaniya kamma) dan akan menjadi mandul jika tidak berbuah pada kehidupan berikutnya setelah kehidupan ini; sedangkan jika terjadi pada momen di antaranya (momen ke-2 s/d ke-6) maka akan berbuah kapan pun selama individu tersebut berada di samsara sampai akhirnya mencapai pembebasan (aparapariyavedaniya kamma). Setelah tahap javana berakhir akan diikuti oleh momen pencatatan (tadalambana) selama 2 saat pikiran dan proses kesadaran akan kembali ke kondisi tidak aktif (bhavanga) yang diulang dari awal lagi. Demikianlah menurut Theravada, proses pikiran/kesadaran (cittavithi) menentukan bagaimana kamma bekerja dan memberikan akibatnya. Kesadaran bhavanga (bhavanga citta) selalu dialami seseorang selama tidak ada objek eksternal yang menstimulasinya, bergetar selama satu momen/saat pikiran dan lenyap ketika ada objek fisik atau mental yang memasuki pikiran. Ketika objek bentuk terlihat oleh mata, aliran kesadaran bhavanga terhenti dan kesadaran pintu indria (pancadvaravajjana) muncul dan mengarahkan kesadaran pada objeknya lalu lenyap. Segera setelah ini muncul kesadaran mata (cakkhuvinnana) yang melihat objek tersebut tetapi tidak mengetahui lebih jauh tentang objek itu. Lalu terjadi momen penerimaan objek (sampaticchana), kemudian momen penyelidikan (santirana) yang menyelidiki objek, diikuti momen penentuan (votthana) di mana pembedaan terhadap objek dilakukan. Lalu muncul tahap javana di mana kamma memainkan peranannya. Jika objek diperhatikan dengan bijaksana (yonisomanasika), maka perbuatan tersebut akan menjadi kamma baik; jika diperhatikan secara tidak bijaksana (ayonisomanasika), maka menjadi kamma buruk. Misalnya, jika objek adalah orang atau benda yang tidak disenangi lalu kita memunculkan kebencian terhadapnya, maka tahap javana menghasilkan kamma buruk; sebaliknya, orang bijaksana dapat mengendalikan pikirannya dan memunculkan cinta kasih terhadap objek tersebut dan menghasilkan kamma baik. Tahap javana terdiri dari 7 momen/saat pikiran di mana jika kamma terjadi pada momen pertama javana yang paling lemah, maka akibatnya akan dialami dalam kehidupan ini juga (dittha-dhammavedaniya kamma) dan akan menjadi mandul/tidak berbuah (ahosi) jika menghasilkan akibat pada kehidupan ini sama sekali; jika terjadi pada momen ketujuh yang merupakan yang terlemah berikutnya, kamma tersebut akan berbuah pada kehidupan berikutnya (upapajjavedaniya kamma) dan akan menjadi mandul jika tidak berbuah pada kehidupan berikutnya setelah kehidupan ini; sedangkan jika terjadi pada momen di antaranya (momen ke-2 s/d ke-6) maka akan berbuah kapan pun selama individu tersebut berada di samsara sampai akhirnya mencapai pembebasan (aparapariyavedaniya kamma). Setelah tahap javana berakhir akan diikuti oleh momen pencatatan (tadalambana) selama 2 saat pikiran dan proses kesadaran akan kembali ke kondisi tidak aktif (bhavanga) yang diulang dari awal lagi. Demikianlah menurut Theravada, proses pikiran/kesadaran (cittavithi) menentukan bagaimana kamma bekerja dan memberikan akibatnya.
  
-6. Aliran **Mahayana Yogacara (Vijnanavada)** menjelaskan proses kelahiran kembali dan karma dengan konsep alayavijnana (gudang kesadaran), yaitu kesadaran kedelapan (7 kesadaran lainnya adalah kesadaran pancaindria ditambah kesadaran pikiran [manovijnana] dan pikiran [mano] itu sendiri) di mana seluruh benih kamma baik dan buruk (karmabija) serta seluruh potensi kekotoran dan kemurnian batin tersimpan. Dalam Lankavatara Sutra, alayavijnana adalah sama dengan tathagathagarbha (rahim Tathagata = benih Kebuddhaan [bodhicitta]) yang murni sejak awalnya tetapi terkotori oleh kekotoran batin. Ketika alayavijnana ini dimurnikan dari kekotoran batin sepenuhnya, maka tercapailah pencerahan. Konsep alayavijnana/tathagatagarbha ini sering kali dikritik oleh aliran lainnya karena mirip konsep diri/atman yang bertentangan dengan konsep anatta, walaupun Lankavgatara Sutra sendiri juga memberikan penjelasan untuk membantah bahwa tathagatagarbha sama dengan atman ini.+6. Aliran **Mahayana Yogacara (Vijnanavada)** menjelaskan proses kelahiran kembali dan karma dengan konsep alayavijnana (gudang kesadaran), yaitu kesadaran kedelapan (7 kesadaran lainnya adalah kesadaran pancaindria ditambah kesadaran pikiran [manovijnana] dan pikiran [mano] itu sendiri) di mana seluruh benih kamma baik dan buruk (karmabija) serta seluruh potensi kekotoran dan kemurnian batin tersimpan. Dalam Lankavatara Sutra, alayavijnana adalah sama dengan tathagathagarbha (rahim Tathagata = benih Kebuddhaan [bodhicitta]) yang murni sejak awalnya tetapi terkotori oleh kekotoran batin. Ketika alayavijnana ini dimurnikan dari kekotoran batin sepenuhnya, maka tercapailah pencerahan. Konsep alayavijnana/tathagatagarbha ini sering kali dikritik oleh aliran lainnya karena mirip konsep diri/atman yang bertentangan dengan konsep anatta, walaupun Lankavatara Sutra sendiri juga memberikan penjelasan untuk membantah bahwa tathagatagarbha sama dengan atman ini.
  
 ===== Tinjauan Tekstual Historis Anatta Buddhisme vs Atman Brahmanisme ===== ===== Tinjauan Tekstual Historis Anatta Buddhisme vs Atman Brahmanisme =====
anatta.1764986657.txt.gz · Terakhir diubah: oleh seniya